File : Puteri Duyung #15

3.8K 437 61
                                    

Kami tiba di ujung lorong yang jalannya terus menurun tadi. Tak kusangka, kami tiba di tempat yang diceritakan oleh Ali dan Cahyono, sarang para makhluk itu.

Sebuah kolam lebar, mungkin empat kali besar kolam renang olimpiade. Ditengah kolam terdapat batu datar dan lebar, tempat Karim menemukan Ali dan Cahyono. Di sisi-sisi dinding goa yang mengitari kolam, terdapat beberapa mulut goa. Tempat ini seperti pusat dari persimpangan lorong-lorong goa di dalam pulau karang ini.

"Disini! Ini tempat pertama kali kami bangun!" Cahyono tiba-tiba menerjang maju menyelaku dan Bimo yang berada di depan.

"Tapi mereka dimana?" Bimo maju lagi menyingkirkan tubuh kecil Cahyono.

Aku menengok ke kanan kiri melihat keadaan, sangat sepi, tak terlihat satu duyung pun.

"Lihat, Yod. Mungkin itu jalan keluarnya, itu bagian paling terang." Bimo menunjuk ke sebuah lorong dari beberapa lorong goa yang terdapat di samping kolam besar di dalam pulau ini. Goa yang terjauh dari tempat kami berada.

Kolam yang airnya tenang, jernih, berkilauan diterpa sinar dari lorong lebar itu.

"Kenapa anda waktu sadar tidak langsung menuju kesana saja?" tanyaku pada Ali.

"Waktu itu banyak duyung yang menghadang dari arah sana, Tuan Yodha. Apalagi waktu itu saya panik."

Aku hanya mengangkat alis dengan jawaban Ali. Aku maju lebih dekat ke kolam. "Kita harus mencari sesuatu yang mengambang agar bisa keluar ke sana, dan lagi kita belum menemukan Karim."

"Ali, kau tadi bercerita tentang bangkai kapal, kau ingat di mana menemukannya?" Albert bertanya pada Ali.

Sejenak Ali memandang berkeliling, mengingat sesuatu lalu menunjuk ke arah salah satu goa. "Kurasa di sebelah sana, Kapten."

Aku memandang sekitar, lalu menemukan jalan sempit yang mungkin bisa membawa kami kesana, kalaupun terpeleset dan jatuh ke kolam, sepertinya bagian pinggir kolam tidak terlalu dalam.

"Ayo lewat sini," perintahku pada yang lain, dan langsung menyusuri jalan tadi, "ini akan membawa kita kesana. Kebetulan itu goa terdekat dari sini."

"Tunggu," suara Albert menghentikan langkahku, "kita harus memakai ini lagi, kan?"

Albert mengeluarkan headphone 'ajaib' dari tasnya, ada tiga, punya Nick sudah hilang tadi.

"Apa itu, Kapten?" tanya Cahyono.

"Ini alat agar kita tidak terkena pengaruh dari nyanyian duyung. Profesor Nicholas yang menciptakannya."

Cahyono mengambil satu dan mengamatinya, lalu menoleh pada Nick, "wah, anda memang jenius, Profesor."

Nick memasang muka yang sama sekali tidak enak dilihat olehku, tersenyum konyol sambil membusungkan dada dan mengibas-ngibaskan tangan di bawah dagunya.

"Aah, kau terlalu memuji, Tuan Cahyono. Saya kan memang jenius, meski ada seseorang yang tidak mengakuinya, hahaha." Nick menyombongkan diri sambil melirikku.

"Pasti orang itu bodoh, ya, Prof. Anda kan memang pintar." Cahyono mengacungkan jempolnya.

"Ya, sangat bodoh." Nick menganggukkan kepalanya sambil mengedipkan mata pada Cahyono. Bimo menutup mulutnya, menutupi senyum agar tak terlihat olehku. Sialan, semua.

"Ehm! Kapten, serahkan dua benda itu pada Tuan Ali dan Cahyono, sisanya kau pakai sendiri."

"Lalu anda bagaimana, Tuan Yodha? Profesor dan Tuan Bimo juga."

"Sepertinya duyung itu tidak akan bernyayi di tempat ini, kalian pakai saja untuk berjaga-jaga." sebenarnya aku sendiri tidak yakin, tapi memang duyung yang terlanjur menyerang secara fisik sepertinya tidak akan 'bernyanyi' lagi.

Detektif Mitologiजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें