#12

1.8K 111 7
                                    



Setelah peristiwa tadi seira, regis, tao, takio, dan juga M-21 pulang kerumah dan berkumpul di ruang keluarga, yang sering mereka lakukan setiap harinya. Terlihat luka M-21 masih mengeluarkan darah segar dibalik kemeja putih yang membalut tubuhnya. Dia benar-benar tak berdaya di hadapan rael yang tadi siang dengan tiba-tiba menyerangnya. Rasa kesal dan juga kaget membuatnya pasrah dengan keadaanya kini.

"sebenarnya siapa orang tadi," mula Tao membuka pembicaraan serius diantara merka berlima.

"dia rael kertia, keturunan murni dari keluarga kertia. Salah satu noblesse sepertiku," jawab regis tak kalah serius.

"dia terlihat biasa saja, tapi ternyata sangat kuat, benar-benar diluar perkiraaanku, aku sampai tak bisa mengikuti gerakan tubuhnya," timpal takio yang merasa sedikit takjub dengan kemampuan orang yang mereka bicarakan.

"ya, tentu saja. Umurnya, dua kali lebih tua dari umurku dan seira,"

"lebih tua dua kali???" ujar ketinganya.

"dia sudah berada didunia ini lebih dari 500 tahun," balasnya tanpa beban sedikitpun dan membuat mereka bertiga tercengang.

"500 tahun," desaunya dengan heran.

"lalu, umurmu dan seira??" tanya tao dengan gugup.

"aku 199 dan seira 219 th," apa yang diungkapkan regis membuat mereka bertiga terbelalak tak percaya dengan apa yang mereka dengar, dan membandingkannya dengan usia mereka bertiga. Yang Terpaut sangat jauh sekali.

"aku tadi mendengar perbincangan kalian tadi, bahwa dia baru saja selesai dari hukuman," tutur tao dengan sedikit canggung tapi mencoba bersikap biasa.

"itu benar, lalu apa yang terjadi 10 tahun yang lalu,!!" ujar takio menggebu.

"10 tahun yang lalu, dia melamar seira. Namun seira langsung menolaknya tanpa mempertimbangkannya terlebih dulu. Hingga dia mengamuk dan menghancurkan semuanya," sorot matanya mengartikan sebuah kekesalan yang dalam pada objek yang dibicarakan.

"lalu, kakaknya yang merupakan kepala keluarga Lazark menagkapnya dan memberinya hukuman selama 10 tahun," terangnya melanjutkan kisah rael.

"dia melamar seira, tapi menolaknya!" tao mengulang perkataan regis yang terdengar menarik dan membuatnya sedikit tak percaya.

"iya," balas regis dengan keyakinan.

"ternyata dikalangan kaum noblesse ada juga menikah diusia muda. Eh tapi, kenapa kau menolaknya seira!"

"apa karena usiamu terpaut jauh darinya, atau...." tao yang bicara terus menerus mendadak berhenti dengan tanggapan seira yang menyelonong dalam pembicaraannya.

"dia.... bukan tipeku," jawaban singkat seira membuatnya diam kedua rekan disampingnya meliriknya dengan tetesan keringat yang menuruni dahinya. Sempat terfikir dalam benaknya bahwa perkataanya tadi telah membuat seira tak nyaman.

"oooh, oke." Balasnya gugup.

Kala diwaktu santai mereka, frankenstein dan juga raizel datang bersamaan. Namun tak membuat semuanya beranjak. Seketika itu pula frankenstein meyakinkan sesuatu, yang dia anggap sangat penting tapi juga membahayakan dirinya dan tuannya.

"tadi, ada yang berkunjung ke sekolah kita, darah keturunan murni pasti tidak akan berbuat onar di tempat seperti itu," tuturnya membuat regis terpancing.

"ya, dia adalah rael kertia. Keturunan murni dari keluarga kertia," jawab regis dengan penuh kekesalan.

"hmm, keluarga kertia," tanpa sengaja matanya melirik kearah ketiga penjagasekaigus ingin memastikan sesuatu yang mungkin mereka rasakan ketika berhadapan langsung dengan sorang bangsawan.

"ehh..." matanya terbelalak tak percaya melihat noda darah segar yang tercetak jelas pada kemeja yang dikenakan oleh M-21.

"M-21 kenapa kau terluka seperti itu?"

"aah.. aku lengah, dia menyerangku secara tiba-tiba," terangnya dengan pasrah.

"iya dia melepaskan energi yang besar dan kemudian melukai M-21," timpal regis membuat frankenstein melepas kekuatan gelapnya begitu saja.

"apa!!! Darah keturunan murni datang membuat onar, dan melukai karyawanku," pekiknya membuat raizel turun tangan menenangkan frankenstein.

"frankenstein, cukup!" tukasnya raizel dengan tenang namun juga sedikit cemas dengan kedatangan tamu agung yang tidak diundang itu.

"tuan," lirihnya.

"sebaiknya kau temui dia, dan bersikaplah sopan," perintahnya pada frankenstein dan mengiyakannnya.

"baik tuan,"

Matahari meredup dengan cahaya jingga yang membentang dilangit luas, sebaris harapan dari masa lalu terhubung dengan sendirinya, memasuki benak yang sempat membeku karena waktu. Memberi ruang baru akan masa depan yang dimimpikan sejak sekian lama.

Angin bertiup lebih kencang dari malam-malam sebelumnya, suhu udara semakin rendah, hingga terasa menusuk kedalam kulit yang tipis. seolah memberi pertanda buruk yang akan terjadi dikemudian hari.

Tampak seorang pria tampan, yang gagah dan terlihat sangat bermatabat tengah duduk menyesap teh yang disediakan oleh pelayan setianya frankenstein. Selain teh dia juga menyediakan kudapan ringan yaitu biskuit buatannya sendiri dengan cita rasa yang luar biasa. Saat jam-jam malam biasanya lelaki bermata ruby itu menghabiskan malam dengan membaca buku di ruang tengah, jika tidak dia akan menonton televisi mengenai berita.

Akan tetapi, malam ini dia terlihat khawatir. Hanya saja, wajahnya itu selalu menunjukkan ketenangan tanpa ekspresi berlebih. Dia nampak berfikir keras dalam ruangan yang sunyi itu. Sesekali matanya teralih mencuri pandang, kearah balkon. Dimana, matanya dapat melihat secara nyata pemandangan langit yang luas membentang.

"ini sudah sangat lama, tidak baik jika aku harus terus menerus menghindar," lirihnya dengan membuang nafas. Matanya menutup perlahan, menghayati setiap hembusan angin malam yang terasa dingin menusuk.

"mungkinkah!!!" fikirnya meraba-raba akan kedatangan para kaumnya yang secara tidak langsung mendekati akan keberadaan dirinya. Akan tetapi, hal itu tidak disadari oleh bangsawan lain, karena mereka hidup dengan cara hanya cukup mengetahui tanpa meributkan apapun.

"yaa, keputusanku sudah bulat," ujarnya dengan yakin.

****

Dari balik dinding kastil itu seorang wanita terlihat sedang gundah. Mata semerah ruby itu menatap tajam tiap sudut ruangan yang kerjayang cukup luas itu, dengan deret buku-buku yang tertata rapi pada sebuah rak, dan meja kerja dengan pena dari bulu, dan juga tinta hitam disampingnya. Bibirnya berdecak sesaat, memperlihatkan kekesalan dan juga rasa penasarannya.

"aku harus menemukan penghianat itu. Seira tidak mungkin berbohong, dan kenapa dia bisa sampai salah," fikirnya begitu keras dengan rentetan peristiwa-peristiwa yang terjadi, apa yang dilaporkan seira dan apa yang dilaporkan gechutel terjadi ketimpangan yang mengharuskan dirinya mengambil jalan tengah.

"apa gechutel menghianatiku. Semuanya akan jelas, jika seira kembali. Aku tidak akan pernah lupa dengan penghinaan dan juga penghiatan terhadap kaum bangsawan. Terutama ayahku," pekiknya disela malam gelap, menatap malam yang kian larut dari balik jendela kamarnya. Dendam dari ratusan silam dan juga penyesalan telah bercampur.

NoblesseWhere stories live. Discover now