Bab 10- Masa Lalu Bram

4.8K 191 4
                                    

Seperti yang aku katakan tadi, aku akan menanyakannya pada Briel tentang masa lalu Bram. Dua menit yang lalu bel pulang di bunyikan dengan langkah cepat yang ku miliki, aku bergegas keluar dari kelas menghiraukan panggilan dari suara cempreng Manda.

Aku berjalan menuju parkiran. Di sana aku melihat Briel baru saja masuk ke mobilnya. Aku berlari kecil menghampiri mobil itu dan masuk secepat kilat, membuat sang empu mobil terkejut, menatapku tajam.

"Bikin gue kaget aja lo, Kaip! Lo pikir gue bakalan ninggalin lo, heh? Bisa di gorok gue sama nyokap kalau iya. Gue ingetin lo ya Kaip, kalau lo berangkat ama gue, ujung-ujungnya pulang sama gue juga kali. Jadi, jangan bikin gue kaget lagi dengan lo masuk tiba-tiba ke mobil gue ngerti!" cerocos Briel kesal.

Aku menoleh dan menyeringai ke arahnya. "Peace Iel!" ujarku membentuk huruf 'V', meniru gayanya."Kok kamu cerewet sih ke aku? Tapi ke anak-anak kamu malah cuek, dingin, kaku. Kenapa? Aku sempat heran loh tadi."

"Ngapain di bahas itu sih?" sungutnya menjalankan mobilnya meninggalkan gedung tinggi itu.

Aku menatap Briel ragu-ragu sambil menggigit bibir dalamku. Rasa penasaran dan tidak ingin tahu ku terhadap Bram kembali membuat ragu. Di satu sisi aku tidak ingin  mengetahui apapun yang menyangkut tentang Bram—mengingat hal lalu, namun di sis lain aku penasaraan akan sosok Salma.

"Kalau ada yang ingin lo bicarain, silakan Kaip!" katanya tanpa menoleh ke arahku.
Aku memperbaiki duduk, menghadap padanya. "Hm… itu... soal... soal, "

"Soal apa, Kaip?”

Aku menghela napas. "Salma." kataku singkat, padat, tepat yang membuat Briel melakukan rem mendadak hingga jidatku membentur dashboard di depanku.

"Aduh," rintisku kesakitan.

"Eh, Kaip apanya yang sakit? Sorry, gue beneran nggak sengaja tadi," kata Briel khwatir.

Aku menatapnya. "Kening aku."

"Sorry banget."

Aku hanya menjawabnya dengan deheman.
"Kenapa kamu sekaget itu, Iel?" tanyaku setelah rasa sakit di dahiku mulai menghilang.

"Heh?" Briel menoleh, "Ah, nggak apa-apa Kaip." Dia mengaruk kepalanya yang tidak gatal atau memang gatal.

Aku menatap Briel penuh tanya, empu yang duduk di belakang kemudi itu seakan mengerti arti tatapanku yang membuatnya menepikan mobilnya memasuki sebuah halaman parkiran toko ice cream.

"Ikut gue Kaip!" katanya turun dan aku mengangguk kemudian menyusulnya ke luar.

Kami berdua memasuki toko itu dan mengambil duduk di bagian pojok dekat jendela. Jadi pemandangan yang ada di luar dapatku lihat. Setelah memesan ice cream, keheningan kembali menyelimuti kami. Aku memilih membuang pandangan ke arah jendela sedangkan Briel menatapku gusar.

Terdengar helaan napas berat Briel sebelum bertanya, "Apa yang ingin Kaip ketahui tentang Salma?"

Aku menoleh. "Semuanya! Masa lalunya Bram." sahutku.

Hening kembali mengisi kebisuan di antara kami—Antara ingin menceritakan atau tidak—Sampai akhirnya Briel memutuskan untuk membuka suara sebelumnya berdehem dua kali.

My Husband a Widower (Completed) Where stories live. Discover now