Bab 19- Pulangnya Salma

4.8K 211 21
                                    

Seminggu telah berlalu. Selama itu aku selalu menangis dan mengurung diri di kamar setelah pulang sekolah. Ya, aku memang pergi sekolah, tapi yakinlah saat di sekolah aku tidak pernah fokus terhadap pelajaran-pelajaran yang diajarkan.

Seminggu juga aku tidak melihat Bram. Kabar terakhir yang aku dapatkan dari Briel, Bram sudah bertemu dengan Salma dan mereka akan pulang hari ini. Tak urung pula, keributan kecil terdengar di telingaku saat ini. Di bawah semuanya di persiapkan. Keluarga Kak Salma maupun Kak Bram tengah mengadakan acara penyambutan kedatangan mereka.

Tiba-tiba aku merasa mual. Aku beranjak dari tidurku dan berlari menuju wastafel sambil membekap mulut kemudian memuntahkan semuanya. Memang sudah beberapa hari ini aku merasa tidak enak badan dan muntah-muntah terus. Anehnya yang aku muntahkan hanya berupa cairan saja.

Penciumanku kini sangat sensitif. Isi perutku akan langsung bergejolak ketika mencium bau makanan yang aku sukai dan sebaliknya aku akan langsung menginginkan makanan yang sebelumnya tidak aku sukai.

Setelah mengeluarkan semuanya, aku berjongkok karena kakiku sudah sangat lemas untuk menopang tubuhku sendiri. Setelah merasa cukup membaik, aku langsung berjalan ke lemari kecil di sebelah tempat tidur lalu mengeluarkan kotak berukuran kecil dari sana.

Dalam hati aku terus berdoa semoga ketakutanku tidak terjadi dan keanehan yang terjadi pada diriku belakangan ini hanya kebetulan saja. Dengan gemetar dan perasaan cemas aku mengambil benda pipih itu, seketika tangisku pecah saat aku melihat dua garis merah pada alat tersebut.
Dua hari yang lalu setelah pulang sekolah, aku pergi ke apotik untuk membeli testpack.

Menghiraukan tatapan mengejek dari penjaganya-mungkin karena aku masih memakai seragam sekolah-tapi aku tidak memikirkan itu, aku hanya ingin memastikan semuanya.

Dan sekarang ketakutanku benar-benar terjadi. Perlahan aku mengusap perutku yang masih rata, masih dengan isakan kecil yang keluar dari bibirku. Menunduk dan tersenyum untuk mengucapkan selamat datang pada janin yang ada di rahimku.

Perasaanku bercampur aduk. Satu sisi aku sangat bahagia karena sekarang dalam tubuhku ada kehidupan lain yang bergantung padaku. Namun di sisi lain, aku ketakutan. Aku takut Bram akan menceraikanku? Karena dia dan Salma telah bertemu. Terlebih Bram sendiri bahkan belum mengetahui apapun tentang ini.

Aku keluar dari kamar mandi dan pergi ke tempat tidur. Aku menghela napas sembari mengedarkan pandangan ke arah pintu kamar. Terdengar ketukan pintu yang diiringi suara Briel. Aku menyeka airmataku kemudian beranjak dari kasur lalu berjalan ke meja rias sekadar membedaki wajahku yang terlihat sembab.

"Lama banget sih," dengus Briel seraya masuk melewatiku. Dia duduk di sofa menatap lurus ke arahku. "Ngapain lo berdiri di situ, sini." ujarnya menepuk sofa di sebelahnya. Aku menghela napas pelan, sudah terbiasa menanggapi sifat Briel yang sesukanya.

"Apa sih?" tanyaku sembari duduk di sebelahnya.

"Apa sih?" beo Briel mencibir, "Pacar lo noh, ngeneror gue mulu." dengus Briel.

Aku mengerjit, "Maksud lo apa, deh?"

Briel mendelik, "Lo masih nanya maksudnya apa? Gini ya, gue bilangin. Kalau lo udah nggak suka dia. Ya, lo putusin tu anak biar nggak ngeganggu gue setiap kali ketemu. Bosan gue ditanyain mulu. Emang gue emak lo apa yang selalu tau lo kenapa, lo di mana, lo dengan siapa. 'Lena kenapa sih Iel, gue lihat akhir-akhir ini dia sering ngelamun, pergi sekolah matanya selalu sembab. Dia ada masalah ya? Iel kasih tau gue kek. Gue pacarnya malah nggak tau apa-apa, kayak orang bego gue jadinya.' Nah, dalam hati gue malah bilang, emang lo bego! Maunya aja dikadalin sama cewek kampung kayak lo."

My Husband a Widower (Completed) Where stories live. Discover now