Bab 17- Pencarian Salma

5.4K 182 7
                                    

Untung saja hari ini libur. Setidaknya aku bisa mengistirahatkan mataku yang semalaman susah untuk di pejamkan. Cahaya matahari sudah tampak di sela-sela gorden kamar dan decitan pintu terbuka pelan terdengar di telingaku, tapi mataku masih enggan untuk di buka. Mata sembab dan bengkak membuatku ingin selalu brsembunyi di balik selimut tebal. Briel menghela napas kemudian menyibakkan selimutku.

"Gue sebenarnya nggak mau ngeganggu tidur lo yang terhitung 4 jam itu. Tapi karena pacar lo di bawah, gue terpaksa ngebangunin lo."

Aku tersentak mendengarnya kemudian terduduk. Menahan nyeri dipunggung. Bagaimana mungkin aku lupa dengan janjiku? Kemaren Kalvin mengajakku untuk pergi seharian bersamanya dan sekarang aku masih seperti ini.

"Iel."

Briel berdehem. Aku menoleh padanya.
"Kamu tahu apa yang terjadi. Aku lagi nggak mau keluar. Tolong bilangin ke dia, aku nggak bisa pergi dengannya hari ini."

"Yaudah, lo tidur lagi gih. Kasihan gue liat mata lo.” Briel melangkah ke arah pintu dan menutupnya kembali.

Aku kembali merebahkan badan dan memohon maaf telah ingkar janji pada Kalvin. Sepertinya aku juga harus memikirkan hubungan ini agar Kalvin tidak terseret jauh ke dalam kehidupan pahitku ini.

***

Briel menatap sesaat pemuda yang tengah duduk memainkan ponsel di ruang tamu dan mendekatinya. Kalvin yang menyadari kehadiran Briel memilih memasukan benda itu ke dalam saku celana sambil melirik Briel yang duduk berseberangan dengannya.

"Alennya mana Bro?" tanya Kalvin yang tidak melihat siapa-siapa di belakang Briel.
Kalvin baru tahu beberapa hari lalu tentang hubungan apa yang dimiliki Alen dan Briel. Tentunya hubungan yang juga di ketahui Manda—sebagai sepupu Salma.

"Dia sakit."

"Sakit? Gue boleh ketemu dia?"

"Dia lagi nggak mau ketemu siapapun dan lo di suruh pulang."

Kalvin menghela napas. "Ya udah. Bilangin cepat sembuh ke dia."

Briel mengangguk samar. Kalvin bangun dari duduknya dan pergi. Briel mengendik dan memilih menemui Lea yang kini berada di gazebo belakang.

***

Tepat pukul 7 pagi waktu Singapura, Bram sudah berada di restoran hotel. Pesawat yang ditumpanginya landing tengah malam di Changi Airport. Setelah beberapa detik lalu selesai makan, dia beranjak dari duduknya. Tangannya terangkat ke telinga, menghubungi seseorang di tempat lain.

"Di mana?" tanyanya singkat.

Setelah mendengar alamat rumah yang disebutkan orang di seberang sana, Bram langsung mematikan panggilan dan memasukkan kembali ponsel ke dalam saku celana. Sejurus kemudian, dia melompat masuk ke sebuah mobil yang semenjak tadi berdiri menunggunya di lobi hotel.

Mobil itu melesat setelah Bram mengatakan alamat tujuannya. Butuh waktu dua jam dari hotel untuk sampai ke tepi wilayah Singapura. Kampung Lorong Buangkok. Mobil itu berhenti di sebuah gang kecil. Perlahan kaki kiri Bram menginjak tanah dan sedetik berikutnya di susul kaki kanannya.

Bram keluar memutar kepalanya kebelakang kemudian membuka kaca matanya, lalu memilih melangkah memasuki gang sempit yang ramai itu. Anak-anak yang berlarian dan suara kebisingan pasar yang berada di sebelah kanan membuatnya cepat-cepat ingin keluar dari area tersebut.

My Husband a Widower (Completed) Where stories live. Discover now