Bab 9- School Day

5.1K 173 2
                                    

Aku terbangun dari tidur saat jam alami di tubuhku berbunyi dan mataku tanpa diminta menoleh ke sisi sebelahku. Kosong. Aku tidak menemukan Bram di sana.
Ah ya! Aku ingat.

Dari seminggu lalu semenjak berpisah di bandara, Bram sama sekali belum pulang sampai sekarang. Aku mengendikkan bahuku tidak ingin tahu kemana dia, kemudian aku berjalan ke kamar mandi. Bersiap-siap untuk membersihkan diri dan shalat lalu kesekolah.

"Ini hari pertamaku sekolah. Semangat, Alen!" batinku menyemangati meski terselip lubang besar hampa yang mepupuskan harapanku untuk memulai kembali apa yang jadi tujuanku ke kota ini.

"Sudah siap, Kaip?" tanya Briel yang tiba-tiba muncul entah dari mana.

Aku tersentak kaget. "Dasar bocah, ngagetin aja!" dengusku.

"Ck! Sok bocah lo! Baru saja gue manggil lo Kaip, udah manggil gue begitu." sungut Briel. "Yaudah, yuk berangkat." tambahnya.
Aku mengangguk dan mengekori langkahnya menuju mobil pribadinya.

"Tadi gue nggak liat Bang Bram. Kemana dia?" tanya Briel menjalankan mobilnya.

"Tauk!"

Briel menoleh, "Lah, lo istrinya."

Aku mendelik kesal, "Dia dari minggu lalu nggak pulang dan aku nggak tahu dia di mana." jelasku.

Briel mengangguk-angguk dengan mata yang masih fokus ke jalan. "Lea gimana kabarnya? Tadi gue juga nggak lihat dia." tanya Briel lagi.

Aku terdiam. Dia juga ada di rumah ini? Bahkan aku baru ingat dengan bocah kecil itu. Ternyata sekarang aku tinggal seatap dengannya. Sudah seminggu lebih aku tinggal bersamanya, selama itu juga aku tidak pernah menanggapinya. Aku selalu menolaknya dengan berbagai alasan saat dia mengajakku untuk bermain bersama. Selalu menghindar jika bertemu dengannya. Terkadang aku juga kasihan dengannya karena sikapku, tapi bagaimana lagi. Aku benar-benar belum bisa menerimanya sebagai a.n.a.k.

"Hm, mungkin tadi dia masih tidur."

"Mungkin?"

Aku menghela napas dan menoleh,"Iya Briel!"

Briel melirikku dan tersenyum aneh."Itu jawaban yang paling jelek untuk seorang ibu," tukasnya.

Maksud dia apa coba? Aku bukan ibunya!
"Oke, tadi aku nggak liat dia ke kamarnya. Soalnya tadi aku sibuk beres-beres untuk keperluan sekolahku. Plis! Ngertiin aku juga dong, Iel!" kataku kesal.

"Gue masih bingung." balas Briel.

Aku membuang pandang ke jendela. Briel memang benar-benar tidak mengerti dengan apa yang aku rasakan.

"Aku ngerasa nyaman sama kamu, Briel. Entah karena kamu yang welcome denganku atau karena kita seumuran." Dari sudut mataku, aku melihat Briel menoleh, aku menghirup napas dalam. "Bukan... bukan aku suka sama kamu." Aku menoleh, "Tapi... jujur, kamu tahu apa yang terjadi padaku. Aku menikahi Abangmu cuma karena ke jadian itu. Aku tidak mencintainya sama sekali, Briel. Dan anak itu... sampai detik ini aku belum bisa menerimanya. Bukan aku nggak mau, tapi aku nggak bisa! Aku sudah berusaha Briel, aku udah berusaha! Tapi tetap saja." kataku yang mulau terisak.

Briel menghentikan laju mobilnya, kemudian membawaku ke dalam pelukannya. "Gue tahu itu. Tapi gue yakin, cepat atau lambat lo bisa menerima mereka. Menerima Abang dan keponakan gue. Sudah, jangan menangis lagi." kata Briel menyeka air mataku.

My Husband a Widower (Completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang