Bab 20- Melepaskanmu

9.7K 351 204
                                    

Rabu pagi aku memboloskan diri dari sekolah dan bersama Mama Vega, kami menyibukan diri di halaman belakang. Mama yang tengah menanam bunga sementara aku menyirami tanaman namun tiba-tiba Kak Salma menghampiri kami. Aku yang pertama kali menyadari kehadirannya menoleh dan membalas senyum hangat dan tulus yang tidak pernah berubah itu.

"Sini Kakak bantu Len," ujarnya sembari mengambil alih slang yang aku pegang.

"Tapi Kak,"

"Mending kamu siapin pakaian Bram ya, sebentar lagi dia akan pergi ke kantor."

Aku mengernyitkan dahi."Loh, kenapa aku Kak? Kan Kakak...,"

Lagi, Kak Salma menyela ucapanku.
"Kamu kan juga istrinya. Sudah, sana." Kak Salma mendorong pelan lenganku.

Aku mengangguk kemudian mengikuti apa yang disuruh Kak Salma. Dalam hati aku merasa sangat senang karena beberapa hari belakangan ini aku tidak pernah lagi mengurus Kak Bram. Bram ingin Kak Salma yang mengurus semua keperlukannya bahkan semenjak kedatangan istri pertamanya itu aku dan Bram tidak sekamar lagi. Aku merasa kehadiranku saat ini tidak lagi dibutuhkannya. Ah, bukan dari awal memang tidak dibutuhkan.

"Kamu ngapain di sini?"

Aku tersentak mendengar suara dingin yang tidak lagi aku dengar beberapa hari belakangan ini. Aku merindukan suara itu. Aku yang tengah memegang pakaiannya berbalik memunggungi lemari yang terbuka, memandangnya yang tengah menatapku menusuk, tak suka.

"NGAPAIN KAMU DI SINI?!" bentaknya sambil mencengkram kuat lenganku. Aku terdiam mematung, menatapnya takut.

"Budeg? Hah? Ngapain kamu di kamar saya?"

Suara yang aku rindukan itu membuat mataku berair. Jika tidak dalam kondisi seperti ini, jika saja di hari-hari biasa aku akan membalasnya dengan dengusan kesal, namun kali ini aku menangis menanggapinya. Kata-katanya, penekanannya, suaranya menusuk hatiku lebih parah.

"A…,”

"Bram?"

Suara lembut itu mengalihkan perhatian kami. Dia melepaskan cengkeramnya dan menghampiri Kak Salma yang membuatku spontan meliriknya.

"Sayang, ngapain kamu biarkan perempuan itu yang menyiapkan pakaianku?"

"Aku yang nyuruh."

"Kamu pasti bohongkan?" ujarnya lembut seraya mengelus rambut Kak Salma kemudian dia menoleh padaku sekilas, "Pasti dia yang maksa kamu agar bisa dekat-dekat denganku? Agar aku tergoda dan ngelupain kamu? Dasar cewek penggoda!" ujarnya sembari sesekali melirik tajam ke arahku.

Aku yang mendengar ucapannya seketika itu juga mendongak, menyeka ujung mataku yang berair. Padahal aku berusaha untuk tidak akan menangis, tapi entah kenapa mataku basah dengan sendirinya dan memilih pergi meninggalkan mereka.

Aku tidak menghiraukan panggilan Kak Salma. Aku terus berlari ke luar dari ruangan itu. Aku berdiri di sebelah dinding kanan kamar, membiarkan diriku merosot ke lantai. Terlalu tepat tancapan pedang Bram di hati yang membuatnya bergetar sakit. Berdarah.

Apa aku terlihat sebagai wanita penggoda bahkan di depan suamiku sendiri? Bahkan sekalipun aku menggodanya apa salah?
Aku menangis sejadi-jadinya membiarkan rasa sakit itu menguap keluar melalui air mata. Sesekali aku memukul-mukul dada yang semakin terasa sesak. Apa sebegitu bencinya Bram padaku?

My Husband a Widower (Completed) Where stories live. Discover now