Handsome Lord & The Scar Lady - Part 14

17.1K 1.7K 98
                                    

"Papa, benarkah pria itu teman baikmu?" tanya Lavinia ke arah gundukan tanah tersebut di pagi-pagi subuh. "Aku rasanya tak dapat mempercayainya, orang sepertimu memiliki teman."

Tentu saja tak ada jawaban dari tempat itu, yang merupakan tempat manusia tertidur untuk selamanya.

"Dia melamarku, Papa. Dia berkata bahwa kau yang memintanya untuk menikahiku." Lavinia melihat kembali tulisan di makam tersebut.

Mr. Joseph L Laven.

"Entah kenapa, aku tidak terlalu bisa mempercayai kata-katanya, Papa. Dia berkata bahwa kau memintanya untuk menjagaku, memintanya untuk melindungiku, memintanya untuk bersamaku. Aku tak percaya kau berbicara seperti itu. Kau yang kukenal, bukanlah papa yang seperti itu. Kau selama ini selalu menjauhiku, selalu menghindariku, dan kau selalu membuang wajahmu saat menatap wajahku." Lavinia mengingat kembali masa-masa tersebut. 

"Dan kata-katanya membuatku benar-benar ragu, Papa. Lord itu berkata bahwa kau menyayangi dan mencintaiku. Benarkah itu, Papa?"

Lavinia kembali diam melihat gundukan tanah tersebut di hadapannya. "Aku rasanya akan senang sekali bila itu benar. Tak bisakah kau bergerak dan bangun dari dalam sana? Lalu berkata padaku bahwa kau menyayangiku, Papa. Katakan hal itu kemudian peluk aku, sama seperti waktu aku kecil."

Lavinia menekuk lututnya, merendahkan diri, lalu menaruh setangkai bunga mawar berwarna hitam di gundukan tanah yang berisi ayahnya yang terbaring.

Gadis itu lalu menatap bunga yang ditaruhnya. "Apa kau ingat ini, Papa? Kau dulu membawa bibit bunga ini dari negara lain, mengirimkannya saat ulang tahunku. Aku senang sekali waktu itu. Kau sudah lama tak pernah memberiku hadiah.

"Aku tak pernah menyangka, kau akan memberiku bibit mawar ini. Atau karena kau melihat mawar ini, baru kau teringat padaku? Kuingat, dulu ... kau selalu berkata bahwa mama sangat mencintai mawar. Kau bilang mama sangat suka mawar berwarna merah segar. Kau dulu selalu memberinya mawar saat dia masih ada. Kau sangat mencintainya." Lavinia lalu tersenyum.

"Apakah akan ada yang memberiku bunga? Seperti dirimu yang memberikannya ke mama." 

Lavinia kembali menatap mawar hitam tersebut dan mengingat kembali saat dia menanamnya. Lavinia sempat menyerah karena bunga itu tak pernah tumbuh di perkarangan tamannya. Karena saking kesalnya, dia membuang sisa bibit dekat tembok belakang rumahnya.

Lavinia pun kemudian melupakan bibit itu untuk beberapa bulan. Lalu saat dia sedang bosan dan menjelajah rumahnya di pagi-pagi subuh seperti ini, Lavinia mencoba mengelilingi tembok rumahnya. Dan gadis itu terkejut mendapatkan sebuah pemandangan.

Sebuah tanaman menghalangi jalannya. Di sana lah dia melihat mawar-mawar itu tumbuh. Lavinia sedikit bingung, kenapa mawar tersebut bisa tumbuh di sana? Padahal bagian belakang rumahnya itu tidak pernah terkena sinar matahari, banyak pohon-pohon besar yang menutupi penerangan matahari--tempat tersebut sedikit lembab dan juga dingin.

Lavinia juga terkejut saat melihat warna mawar tersebut. Dia tak pernah melihat mawar berwarna hitam--dia juga sebenarnya tak pernah melihat mawar berwarna lainnya, Lavinia hanya mengetahui itu semua dari dalam buku. Lavinia melihat tanaman mawar tersebut merambat liar karena beberapa akar menempel pada pohon-pohon lain.

Lavinia lalu kembali berdiri setelah meletakkan mawar hitam. Dia kembali berbicara, "Apa kau tahu, Papa? Britanie sudah mulai berbicara kepadaku."

Lavinia kembali tersenyum mengingat kejadian itu. "Setelah sekian lama, akhirnya dia mencariku dan bicara padaku. Aku senang sekali, Papa."

"Dulu, kaulah yang memisahkannya denganku. Kau mengirimnya ke tempat lain. Padahal kau tahu, aku selalu bermain dengannya. Aku hanya ingin bermain dengannya,Papa. Aku tak ingin bermain dengan anak lainnya karena mereka jahat. Mereka selalu mengejekku dan menghinaku, selalu mengatakan kalau aku adalah anak perempuan yang paling jelek yang pernah mereka temui. Mereka bilang, aku lebih cocok menjadi makhluk jahat yang tinggal di kastil mengerikan dibanding menjadi seorang putri di negeri dongeng. Anak-anak itu selalu mengatakan bahwa akulah orang jahatnya dan Bri-lah yang lebih cocok menjadi tuan putri."

Handsome Lord & The Scar Lady [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang