It is Beautiful : 3

4.5K 408 108
                                    

"Shhh."

Sepertinya Ades tahu kalau aku ingin menjerit karena terkejut melihatnya ada di sini. Dia melekatkan jari telunjuknya di depan bibirnya seraya memegang bahu kiriku. Dan sepertinya dia memegang bahuku bermaksud tidak membiarkanku pergi dari kamarnya.

Aku tidak bisa berlama-lama di sini. Untuk apa aku berada di kamar laki-laki? Lagipula aku tidak tahu kalau ini adalah kamar Ades. Kalau saja aku duluan mengetahui ruangan apa dan milik siapa yang asal aku masuki ini, sudah pasti aku tidak akan sudi untuk masuk selangkah pun.

"A-aku tidak tahu kalau ini adalah kamarmu! Maaf, aku harus pergi dari sini," kataku.

Ades semakin erat memegang pundakku. Lalu meluncur ke lengan kiriku. Dia melangkah mendekat, namun aku berjalan mundur darinya agar tidak dekat-dekat denganku. Aku takut dia akan melakukan sesuatu yang aneh-aneh padaku.

"Jangan pergi!" kata Ades menolak diriku pergi dari kamarnya.

"Kau tidak bisa memaksaku, Ades! Tidak mungkin aku berlama-lama di kamarmu! Jangan paksa aku!" pekikku seraya berusaha melepaskan tanganku dari jeratan tangannya. Dia benar-benar keras kepala.

"Memangnya kenapa kalau kau tidak sengaja berkunjung dan berlama-lama di kamarku? Tidak apa-apa, kan? Kita hanya saling mengobrol dan berbagi cerita. Tidak ada selain itu."

Tidak ada selain itu? Aku tidak bisa mempercayainya begitu saja. Bisa saja dia mencium tanganku lagi. Mengulangi kejadian menggelikan yang sudah terjadi bukanlah sesuatu yang bagus untuk diputar kembali. Ades tidak akan memberiku kesempatan untuk keluar dari kamarnya. Tidak adakah cara agar aku bisa terbebas dari pangeran yang satu ini?

"Lalu, dengan hanya bicara seperti itu, aku bisa langsung percaya padamu? Mengobrol dan berbagi cerita? Kau yakin?" tanyaku seraya masih berusaha melepaskan diri.

"Hmm ... sebenarnya tidak hanya mengobrol dan berbagi cerita. Aku ingin malam ini kau tidur bersamaku di sini, di tempat tidurku! Kasurku cukup luas untuk dua orang, kok!" jawab Ades sambil mempersilakanku untuk melihat kasurnya yang memang lebih dari cukup untuk dua orang.

Tidur bersamanya?! Sekasur?! Memangnya aku mau? Aku tidak akan bisa tidur kalau berakhir tidur bersamanya! Sudah kuduga dia punya maksud lain. Tapi, aku punya ide.

"Kau tidak akan bisa tidur kalau kau tidur bersamaku," kataku membuat Ades menatapku bertanya.

"Kenapa?" tanya Ades.

"Ya ... kebiasaanku kalau tidur, aku tidak memakai busana apa-apa. Bisa dibilang, telanjang," jawabku dengan santai. Apa itu benar? Tentu saja tidak! Ini bagian dari rencana. Aku akan membuat Ades mengusirku dari kamarnya.

Ades menatapku bengong. Ada apa dengannya? Apa dia sedang melamun? Aku melambai-lambaikan tanganku di depan matanya untuk membuatnya berhenti memandangku linglung seperti itu.

"Hei! Ades! Kenapa kau mendadak diam? Sadarlah!" pekikku di depannya dan mengguncang-guncang lengannya.

"Oh?" Ades kembali sadar. Dia melihatku dengan ekspresi yang kaku. "Aku ... barusan berkhayal."

"Benarkah? Sempat-sempatnya kau berkhayal. Apa yang kau khayalkan?"

Wajah Ades mulai bersemu merah. Dia mengalihkan pandangannya ke bawah.

"Emm ... itu ... tanpa busana ..."

"Apa? Bicaralah yang jelas!"

Wajahnya semakin merah. Perasaan suhu kamar ini cukup dingin dan sejuk. Aku tidak merasa kepanasan. Ada apa sebenarnya?

"Ti-tidak apa-apa. Kau tidak perlu tahu."

"Hm, baiklah. Jadi, kau masih mau membiarkanku tidur di kamarmu?"

It is BeautifulWhere stories live. Discover now