part 19

4.1K 278 65
                                    

Malam itu.

Hujan deras menerjang tanpa aba. Seakan alam pun tak rela melepas kepergian Adrian yang sangat tidak disangka. Baik Akasia maupun Allegro keduanya hanya bergeming menatap pusara yang masih merah itu.

Sungguh, pemakaman yang seperti ini sangatlah tidak pantas. Bagi seseorang semacam Adrian yang begitu murni.

Dengan kedua tangannya sendiri, Allegro menahan pedihnya hati ketika menggali tanah untuk anak kesayangannya itu.

"Tuan..." Akasia bergumam.

Allegro yang berdiri disebelah gadis itu menoleh. Menatap sisi wajah cantik gadis muda yang kini tengah mengandung anaknya.

"Apa yang harus kulakukan jika kau juga mati?" ucapnya.

Allegro membuka mulutnya cepat, tapi ia pun segera menelan kembali perkataannya.

"Bagaimana jika aku yang mati?" kata gadis itu lagi.

Allegro mengusap kasar wajahnya yang basah. "Kau.. aku... dan anak kita tidak akan mati. Itu sumpahku."

Air mata Akasia mengalir. "Setidaknya..." Akasia menggigit kuat-kuat bibirnya. "Setidaknya, selamatkan anak kita."  Akasia menggenggam lengan Allegro. "Beri nama anak ini Alcander Cirrillo." ujarnya menggebu.

Akasia benar-benar takut. Ia takut tidak akan sempat bahkan hanya untuk memberi nama untuk anaknya sendiri.

Allegro mengernyit. "Alcander Cirrillo, kenapa?"

Akasia berusaha tersenyum. "Aku ingin dia menjadi seorang anak yang kuat, anak yang memiliki sifat mulia seperti sang ayah."

Pedih.

Tidak. Demi apapun tidak akan kubiarkan kalian berdua mati, hati Allegro seakan menjerit.

Ia meraih tubuh Akasia ke dalam pelukannya. Mendekapnya erat, seraya mengacungkan pistol yang Ada digenggamannya kepada sosok yang berdiri dibelakang gadis itu.

"Bagaimana jika kita mati bertiga? Ah, berempat maksudku." Valent menyeringai, "Dengan calon keturunanmu itu." Katanya lagi.

Tubuh Akasia bergetar hebat. Bagaimana mungkin. Sejak kapan orang itu Ada dibelakangnya.

Allegro mendekatkan bibirnya pada telinga Akasia. "Sst" bisiknya singkat, seolah tahu apa yang dipikirkan gadis itu.

Akasia menurut.

"Valent, hm. Aku tidak sependapat," jawab Allegro. "Bagaimana jika-"

"AKH!!" Akasia menjerit. Tubuhnya meluruh seketika.

Darah mengalir begitu cepat dari balik gaun yang dikenakannya.

"Kau!" Tenggorokan Allegro tercekat. Diraihnya tubuh gadis itu ke balik tubuhnya. Menutupinya untuk sekian kali sebagai tameng.

Akasia meringis, kaki kanannya tertembus peluru yang dilepaskan bedebah itu.

Sementara valent terus terbahak. Begitu kencang hingga memekakan telinga. Seperti orang gila.

Sayang.

Tawanya Tak berlangsung lama. Hanya beberapa detik, sampai ia menyadari. Lubang yang menganga tepat dijantungnya.

Tubuh Valent ambruk begitu saja. Dengan bola mata yang nyaris keluar.

Inilah akhirnya.

Darah dibalas darah.

•••












You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Aug 09, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Mr. AllegroWhere stories live. Discover now