M-J :: (7) Rasa

87.9K 7.3K 1.7K
                                    

a.n

haii! siang semua

akhirnya UN udah selesai, sekarang gue digantungin sebulan sama UN.

thankies buat semua yang udah read-vote-comment (rvc), moodboster banget. dulu gue pesimis ini cerita bakal gagal, alhamdullilah sampe sekarang belum stuck, makasih semua♡

enjoy reading!

============

M-J :: (7) Rasa

============

M I K A

Gue mengucek mata, menguap, lalu merenggangkan badan. Berguling sebentar di sofa, akhirnya gue mendongak. Duh, si Faren lagi tidur juga ternyata di sebrang gue. Mana deket-deket lagi. Macem homo aja ini anak. Gue mendorong kepala Faren yang jaraknya deket banget, lalu berguling menjauh.

Aduh, malah jatoh.

Gue mengusap pantat yang sakit karena jatuh. Merangkak, gue berusaha mengambil buku sejarah Eddenick untuk dibaca lagi. Tadi ketiduran jadinya baru baca sebagian.

Sebagian kecil maksudnya.

Mungkin gen Bokap, gue gak bisa baca cepet. Gue harus ngebayangin dulu baru ngerti. Baca soal di UN tahun lalu aja lima menitan. Udah tiga jam baca sejarah Eddenick, tapi baru di halaman tiga puluh. Sedih.

Untungnya lagi, buku Eddenick pake bahasa Indonesia, bukan bahasa aneh-aneh.

"Mik," panggil Faren tiba-tiba dengan suara serak khas tidur.

Gue menengok ke arah Faren. Cowok itu mengucek matanya, lalu terduduk di sofa. "Ngapain lu baca buku kebalik?"

Tatapan gue beralih dari Faren ke buku sejarah Eddenick. Oiya, kebalik. Gue nyengir kocak sembari membetulkan letak buku di tangan gue. Faren berdiri sambil menggaruk rambutnya, dia menuju dapur sebentar, lalu membawakan dua gelas.

Begitu dua gelas ia taruh di meja, Faren bertanya. "Perasaan lo ke Ana gimana, Mik?"

"Hah?" gue melongo, ini anak kalo nanya kadang tiba-tiba.

"Ya, katanya perbedaan love sama lust cuman dipisahin garis tipis. Dan gue mau nanya, perasaan lo ke Ana gimana?" tanya Faren, matanya bersinar serius.

Rasa panas menjalar punggung gue. Biasanya ini karena gue marah besar. Gue menghembuskan nafas berkali-kali, berusaha meredakan rasa marah. Gak guna juga marah gak jelas. Apalagi sama Faren. Dia cuman nanya doang.

"Coba kita cek," gue mengetukkan jari ke dagu. "Ana adalah orang pertama dan terakhir yang gue pikirin di waktu gue bangun dan mau tidur. Gue mengesampingkan kebutuhan gue, dan lebih mementingkan kebutuhan dia. Gue gak peduli dia selalu bilang gemukan lah, jelekan lah, bagi gue dia cantik bagaimanapun adanya. Gue selalu tau apa kebiasaan dia. Gue nenangin dia waktu dia PMS, bawain dia cokelat dan film-film yang ngebuat perasaannya membaik. Gue gak pernah chat ngalor-ngidul nebar janji nebar sayang tapi tiap Minggu gue selalu naro mawar di depan rumah dia. Gue selalu tau kapan dia marah, dan jika dia marah, gue minta maaf sampe dia mau maafin. Gue bela-belain manjat ke balkonnya cuman buat ngucapin selamat ulang tahun tepat jam 12 malem, gak peduli banyak setan yang ngikutin gue waktu itu. Jadi," gue tersenyum sarkastik. "Udah pasti gue cuman nafsu doang ke dia."

Faren mengerjapkan mata. Sekali. Dua kali. Yang ketiga gue gaplok pipinya pelan sambil berucap "apa sih". Faren tersenyum malu, dia gak berani ngeliat gue sewaktu bilang. "Gue berarti salah ngira."

"Ngira ape emang?" tanya gue.

Faren menyodorkan gelas berisi air mineral pada gue seraya menjawab. "Gue kira perasaan lo ke Ana gak sedalem itu."

TRS (3) - Mika on FireWhere stories live. Discover now