M-J :: (10) Pukulan

74.7K 6.7K 219
                                    

a.n

haii! sekarang ga semalem kemaren yeay

2.8k votes, aaaa ganyangka. makasih semuaa:D

btw gue sebenernya ga bermaksud ngegantungin eh tapi jatohnya gantung HAHA yasudahlah...

happy readinggg!

klimaks di chapter belasan kayaknya wkwwkw (muka licik)

================

M-J :: (10) Pukulan

================

Gue gak pernah nyangka.

Dasar sialan.

Dengan langkah berderap, gue menuju rumah Faren. Cowok brengsek itu pasti ada di rumahnya. Gak butuh waktu lama bagi gue untuk sampai ke sana. Berusaha tenang, gue menghembuskan napas berkali-kali.

Gue mengetuk pintu rumah Faren.

Kenapa Faren ngejebak gue dan Ana? Kenapa dia bohongin kami? Dia bilang, dia cuma mau ngambil buku di tempat persembunyian? Kenapa gue dan Ana malah dibawa ke tempat portal dan dipaksa turun? Kenapa dia bawa gue dan Ana ke dunia nyata lagi?

"Eh, Nak Mika," Ibu Faren membuka pintu utama rumahnya. Gue tersenyum simpul. "Farennya ada, Tan?"

"Oh, iya. Dia lagi di kamarnya. Kamu masuk aja ke dalem," jawab Ibu Faren ramah. Sebelum gue masuk lebih dalam ke rumahnya, seseorang menggamit lengan gue. "Tante, Farennya ada?" tanya suara itu dengan terengah.

Gue menengok ke sumber suara. Udah gue duga, Ana.

Ibu Faren tampak bingung, tapi dia menjawab juga. "Oh, ada. Dia lagi di atas. Kalian berdua masuk aja."

Kami berdua masuk ke dalam rumah. Ibu Faren mengantar kami sampai ke kamar Faren, lalu wanita setengah baya itu pergi ke dapur. Gue menatap Ana sekilas sebelum membuka pintu kamar Faren.

Pemandangan pertama yang gue lihat, Faren tengah terduduk di tepi kasur sambil memegang kepalanya.

Amarah gue mencapai ubun-ubun kala Faren mendongak, menatap kami, lalu membuang muka.

Gue berderap ke arah Faren dan memukul rahang bawahnya. Cowok itu gak menghentikan gue, Ana juga hanya terdiam. Gue memukul Faren sampai puas. Tapi seolah Faren tau hal ini, dia pasrah nerimanya.

Apa sih, ini cowok bikin enek.

"Kenapa lo malah ngejebak kita?" tanya gue dengan suara tinggi.

Faren mengelap darah yang keluar dari ujung bibirnya. "Kita gak seharusnya bantuin mereka."

"Lo yang pertama kali mau ikut bantuin mereka, Ren!" gue mencengkram kerah kemeja Faren sambil menatapnya dalam. "Kenapa lo malah bawa kita ke sini lagi?"

"Gue cuman mau kita aman," jawab Faren, lagi-lagi jawabannya gak bisa gue terima. Gue meninju Faren berkali-kali, sementara Ana menutup pintu dan duduk di kursi belajar. Cewek itu menatap gue yang menghabisi Faren.

"Udah, Mik," sela Ana begitu Faren tampak tepar. Kobam 'kan lo, sialan. "Udah, Mik. Udah!"

Tangan gue berhenti di udara, hanya berjarak sekian senti dari hidung Faren.

Faren tidur telentang membentuk bintang besar. Sementara gue di sebelahnya. Kami berdua melihat langit-langit sambil mengatur deru napas yang tidak teratur. Berbagai perasaan bercampur aduk di diri gue. Sedih, marah, kesal, gak terima, muak, capek. Mungkin ini puncaknya, di saat gue gak bisa nerima semua hal yang terjadi. Gue melampiaskannya pada Faren.

TRS (3) - Mika on FireWhere stories live. Discover now