M-J :: (23) Akhir

73.8K 6.2K 103
                                    

M-J :: (23) Akhir

==============

M I K A

Gue terbangun. Di tempat baru.

Gue sarapan. Di tempat baru.

Gue pergi ke sekolah. Di tempat baru.

Dan di tempat baru itu, tidak ada sosok Nyokap.

"Mika, grab some milk," Fandy, atau bisa dibilang Ayah baru gue, dan ya, dia blasteran Australia dan dia lebih senang dipanggil 'Dad'.

"Just give me a sec, Dad," gue menjawab malas, mengambil botol susu yang berada di depan pintu dan melemparnya pada Fandy.

Fandy mengernyit. "What's wrong?"

"Mika lebih seneng pake bahasa Indonesia, Dad," Revon turun dari lantai dua sambil membawa sepatunya, dia menekankan kata 'Dad'.

Manggut-manggut, akhirnya Fandy berdiri dari sofa nyamannya dan merangkul gue. "Ya, Papa coba biasakan. Kau sama seperti Ayana, Indonesia asli."

"Dad," gue memperingatkan Fandy seraya membuang muka. Gue gak suka tiap kali Fandy membawa topik itu. Seolah Nyokap gue ... masih ada di sini. Masih hidup bersama gue.

Senyum Fandy terukir.

"Mungkin tidak enak harus hidup di lingkungan baru, juga tidak enak melalui ini tanpa Ibumu," Fandy memberi jeda, "Tapi, Ibumu hidup di dirimu, di sini," jari telunjuknya mengarah pada dada gue.

Gue terdiam, begitupun Revon dan Mello.

"Alright, guys. Time to school, don't be late," melihat mata gue menatap Fandy jengkel, pria itu tertawa lagi. "Oke, bahasa Indonesia."

Saat kami berjalan menuju garasi, Mello mengaitkan jemarinya di tangan gue. "Kak," panggilnya.

Gue menengok. "Apa?"

Mello membasahi bibirnya sebelum bertanya. "Kita bakal baik-baik aja 'kan sama Papa Fandy?"

Gue tersenyum.

"Dia sayang kita, cara nunjukkinnya aja yang agak beda, Mell."

Mendengar ucapan itu, Mello mengangguk yakin.

Sekolah jadi tampak sepi karena anak kelas 12 sudah lulus. Mereka sedang libur sekolah, begitupun Ana. Sementara anak kelas 11 dan 10 masih ke sekolah untuk mengembalikan buku pinjaman ke perpustakaan.

Saat gue membuka loker, seseorang menjepit leher gue dari belakang.

Siapa lagi kalau bukan Juna.

"Hey-hoo," sapa Juna, "udah liat hasil UKK?"

"Leher, woi, leher!" Juna melepas leher gue begitu gue menjerit.

Cowok itu tertawa lepas. "Gak nyelo."

"Gue belom liat hasil UKK," gue menutup loker setelah mengambil buku yang mau gue kembalikan ke perpustakaan. "Btw, Julian gitu-gitu kemana?"

Bibir Juna terkatup, menampakkan garis tipis. Dia melakukan itu jika sedang tegang. Tapi pertanyaan gue tadi memang rumit?

Juna menyisir rambutnya dengan jari sebelum bicara. "Denger, um. Oke," dia menghela napas. "Mereka pergi."

"Pergi maksud lo? Alvaro hacep lagi?" gue bertanya, panik. "Katanya udah tobat dia!"

"Bukan-bukan. Dan Alvaro lagi fase 'tobat'. Tapi, sebenernya gue di sini buat nahan lo," ucap Juna, cowok ini memang tidak mampu berbohong.

"Nahan gimana? Emang ada apa?" gue semakin memojokkan Juna.

Juna mengumpat. "Kenapa harus gue yang di sekolah? Seth aja padahal."

"Juna," gue memanggil namanya, siap untuk meledak apapun yang akan dia katakan.

Meringis, Juna akhirnya berbicara. "Sebenernya mereka pergi ke stasiun, mereka, um. Mereka ngelepas Kak Ana yang pergi ke Yogya."

Bulan ini, hati gue hancur berkali-kali.

===M i K a===

A N A

"Ini minumnya," Julian menyorongkan minuman kaleng padaku sebelum duduk di bangku besi yang memanjang bersama Seth dan Alvaro.

Aku membuka tutup kaleng itu, tanganku mati rasa karena memegang permukaan kaleng yang dingin. Begitu meminumnya, Seth bersuara.

"Na, bener lo gak mau kasih tau Mika?" tanya Seth.

Ketiga cowok ini nyaris menanyakan hal itu sebanyak sepuluh kali dalam satu menit. Aku menggeram.

"Enggak. Gak usah, maksud gue. Mending gini aja. Lebih gampang," aku berbohong.

Aku berharap Mika tiba-tiba datang mengejarku dan memintaku untuk tinggal dan aku menyanggupinya dan aku tersadar itu hal terbodoh yang pernah aku pikirkan.

Pada kenyataannya, semua berbeda dari novel roman yang sering membuatku menangis terharu.

Alvaro memainkan kunci mobilnya, tampak serius. "Gue yakin mulut Juna bakal ember, mungkin mereka bakal ke sini sebentar lagi."

"Menurut lo begitu?" tanya Seth, dia manggut-manggut. "Gue juga yakin."

Terdengar pengumuman dari speaker stasiun. Itu untukku. Aku berdiri dan mengambil koper. Julian ikut berdiri, dia masih memandangku seolah aku gila atau apa.

"Bener gak usah ngasih tau?" tanya Julian.

Aku mengedikkan bahu, menatapnya. "Dadah! Cie yang tahun depan jadi senior," kuganti topik seraya memeluk Julian. Meski Julian masih tidak yakin, dia tetap memelukku.

Berbagai momen di benakku muncul. Tentang Ayah dan Ibu. Mika. Teman-temanku yang berbeda tempat kuliah denganku. Dan berbagai hal kecil yang akan segera kutinggalkan.

Aku melangkah masuk ke gerbong kereta, duduk di salah satu bangku setelah menaruk koper di bagasi atas.

Ayah bilang tadi malam, dia akan meneleponku saat jam tujuh. Akhir-akhir ini dia sibuk, bahkan sampai tidak bisa mengantarku pergi.

Perkiraan Alvaro salah, Mika tidak muncul.

===M i K a===

This is more than the typical kinda thing

Felt the jones in my bones when you were touching me

Didn't wanna take it slow

In a daze, going crazy, I can barely think

You're replaying in my brain, find it hard to sleep

Waiting for my phone to blow

See, I've been waiting all day

For you to call me baby

So let's get up, let's get on it

Don't you leave me brokenhearted tonight

Honest baby, I'll do anything you want to

So can we finish what we started

Don't you leave me brokenhearted tonight

(Brokenhearted - Karmin)

===M i K a===

TRS (3) - Mika on FireWhere stories live. Discover now