M-J :: (12) Ngobrol

70.3K 6.7K 499
                                    

M-J :: (12) Ngobrol 

===============  

M I K A  

"Gue tau siapa yang masuk ke portal secara ilegal," ucap Ana dengan sangat lirih.  

Mata gue melebar, jantung gue mendadak berdetak lebih cepat. Darimana Ana tau? Gue melepas genggaman tangan kami perlahan, lalu gue menengok ke arah Mello. Mello mengangguk mengerti. Dengan tangkas, gue menarik Ana ke mobil.  

Berbagai pikiran memenuhi kepala gue tentang orang itu. Apa dia ada di deket gue? Atau orang yang sama sekali gak gue kenal? Gimana kalo sebenarnya orang itu ada di sekitar gue, tapi berpura-pura gak tau?  

Gak sampai sepuluh menit menyetir, kami sampai di kafe Alaska. Ya, gue gak mungkin ngobrolin hal ini di tempat les musik.  

Gue membuka pintu untuk Ana , cewek itu mengernyit. "Gue bisa buka sendiri kali."   Alis gue naik sebelah. "Waktu pacaran paling demen tuh dibukain pintu."  

Ana gak membalas ucapan gue. Kami masuk beriringan ke dalam kafe Alaska. Kafe yang biasa ditongkrongi mahasiswa kampus. Itulah kenapa Matthew sering ke sini, dia 'kan pikirannya udah dewasa. Ditambah hobinya nulis. Bisa sampe lima jam duduk di salah satu sudut kafe.  

Begitu pintu kafe gue buka, berbagai aroma menggungah selera (ini bahasa geli amat) tercium hidung gue. Kami duduk di salah satu sofa. Pelayan datang tak lama kemudian. Gue memesan caramell machiatto sementara Ana memesan hot capuchinno.  

"Lo udah hot, mesennya yang dingin-dingin aja," komentar gue iseng. Ana langsung mencubit bahu gue, membuat pelayan di depan kami hanya tertawa salah tingkah.   "Keluar deh jurus modusnya," mata Ana memutar, jengkel.  

Gue hanya tersenyum.  

Bukannya gue mau modus atau apa, tapi kadang semuanya terucap begitu aja. Mungkin alamiah. Karena dari dulu gue selalu ... begitulah. Bukan cowok romantis atau apa, tapi cuman cowok yang humornya kelebihan.  

Setelah pelayan pergi, Ana mengeluarkan sesuatu dari tasnya. Sebuah buku usang. Tangannya mulai sibuk membuka-buka lembaran buku. Dengan wajah serius, Ana menatap gue sambil berbicara.   

"Di sini ditulis kalo lo punya kembar. Dan bukan Miles maksudnya. Tapi kembaran asli," ucap Ana. Gue mengangguk. "Soal itu, gue udah tau."  

"Dan," Ana berhenti di salah satu lembar buku. Dia menunjuk sesuatu yang janggal. Seperti lembaran buku yang dilipat. "Gue kira buku ini sampe sini doang. Tapi pas gue teliti. Di tengah-tengah buku ternyata ada lipetan. Pas gue buka," Ana membuka lipatan lembar tadi, membuat luas buku bertambah dua kali lipat. Tepat di tengah lembaran yang tersembunyi, terdapat surat kecil. "Di dalemnya ada surat." Ucap Ana sambil memamerkan surat itu pada gue.  

"Lo jadi tambah cantik kalo serius kayak gitu," ucap gue, lagi-lagi keceplosan.  

Ana menjambak rambutnya frustasi karena gue. Gue tercengir, sementara Ana mencubit kedua pipi gue gemas.  

Gue mengaduh. "Aw! Sakit, Sayaaang."  

Sofa yang kami duduki membuat jarak kami tipis. Hingga Ana bebas mencubit pipi gue semau dia. Duh, ini pipi bisa-bisa melorot ke bawah.  

"Miiikaaa seeeriiiuuus diiikiiit, dooong," ucap Ana dengan wajah memerah.  

Kalo blushing makin manis mukanya. Eh.  

Gue memperhatikan Ana. Seperti biasa, rambut hitam halusnya diikat menjadi kuncir kuda dengan ujung rambut yang bergelombang. Postur tubuhnya yang mungil membuat siapapun ingin memeluknya. Pasti anget kayak bakpau. Duh, jadi laper.  

TRS (3) - Mika on FireOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz