Janji 5 - Kebohongan Setahun yang Lalu

49.3K 5K 472
                                    

Giri tersenyum samar mencerap raut khawatir Jendra. Dengan melihat kemampuan Jendra, sebenarnya pemuda itu sangat mendukung jika anak didiknya menjadi calon atlet yang akan dikirim ke POPDA. Namun, taekwondo bukan hanya sekadar beladiri, tapi juga cara mengatur strategi dan melatih kesabaran. Sedangkan Giri tahu sendiri, Jendra mudah sekali terpancing emosinya.

"Saya pengin kamu mengatur emosi kamu yang mudah meledak itu dulu." Giri melirik sekilas ke arah Jendra yang tampak keberatan. "Tenang aja, masih kamu masih punya cukup waktu kok."

Dengan berat hati Jendra mengangguk mengiyakan permintaan saboemnim-nya. "Apa Kak Giri marah karena truth or dare minggu lalu?"

Giri terkekeh pelan, tapi terasa sekali seperti dipaksakan. "Enggak. Bukannya kamu bilang cowok selalu nepatin janji, kan? Lagi pula, adik saya sudah menjelaskan kesalahpahaman kemarin. Aneh sih," ucap Giri seraya melirik ke arah Nirma sekilas, "tapi kayaknya memang salah paham. Saya juga minta maaf ke kamu."

Jendra tersenyum lebar karena menganggap masalah dengan pelatihnya sudah selesai. Namun, senyuman itu langsung lenyap ketika Giri kembali menukas, "Bukan berarti saya akan langsung merekomendasikan kamu ke Pak Abi. Seperti yang saya bilang tadi, saya pengin kamu mengatur emosi kamu itu."

Menghela napas lelah, Jendra berujar, "Saya harus gimana, Kak?"

Giri menoleh ke arah Nirma yang sedari tadi hanya mendengarkan mereka bicara, seraya menikmati matcha affogato pesanannya.

Giri menoleh ke arah Nirma yang sedari tadi hanya mendengarkan mereka bicara, seraya menikmati matcha affogato pesanannya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

VeggieCravings.com

Menyadari Giri dan Jendra kini sama-sama melirik ke arahnya, jantung Nirma tiba-tiba saja bekerja lebih keras dan berdetak secara tak manusiawi.

Ini kenapa pada ngelihatin gue? Jangan-jangan syaratnya Mas Giri ada kaitannya sama gue. Please, Ya Tuhan. Semoga Mas Giri minta Kak Jendra buat jadi pac.... No, Nir! No! Lo enggak boleh janji yang aneh-aneh lagi! Lo udah bikin gebetan lo sengsara gara-gara janji aneh yang lo itu!

Tanpa Nirma sadari, ia menggeleng-gelengkan kepalanya sendiri menolak pemikiran yang sempat terlintas di otaknya.

"Lo kenapa sih?" Pertanyaan Giri membuat gadis itu berhenti menggelengkan kepalanya, lalu tersenyum malu. Sementara itu, Jendra menatap pelaku utama yang membuatnya sengsara itu dengan pandangan mencemooh.

"Jadi gini, kalau enggak salah, kamu pernah gabung di English Club kan, waktu kelas sepuluh?" Jendra mengangguk menjawab pertanyaan Giri, walau belum tahu ke mana arah pembicaraan pelatihnya tersebut. "Saya pikir, kamu bisa bantu adik saya di pelajaran bahasa Inggris."

Mata Jendra hampir keluar dari kelopaknya, sementara Nirma tersedak hingga terbatuk, mendengar permintaan kakaknya.

Demi boxer merah gambar Luffy! Ini serius? Mas Giri malah ngedeketin gue sama Kak Jendra? Ini kalau gue jingkrak-jingkrak, Kak Jendra bakal ilfeel enggak sih?

"Kak Giri tahu sendiri, saya paling enggak bisa ngajarin orang." Mendengar jawaban Jendra, semangat Nirma langsung drop seketika.

"Makanya itu. Berhubung adik saya ini agak... yah... enggak bego-bego amat sih, cuma pas-pasan banget di pelajaran bahasa Inggris, ngajarin dia bisa melatih kesabaran kamu loh."

Nirma tampak sekali ingin mencakar mulut kakaknya agar bisa sedikit lebih beradab dalam berucap.

Mulut lo, Mas! Minta ditampol pakai gagang sapu ya? Atau disumpal pakai boxer?

Jendra sendiri tampak berpikir keras, berusaha mencari pilihan lain, dibanding mengajari gadis dengan permintaan aneh itu. "Enggak ada opsi lain, Kak? Mending saya bantuin di dojang dari pada ngajarin adik Kak Giri."

"Udah banyak yang bantu di dojang. Lagian, entar kalau ada yang enggak bisa langsung kamu gaplok kan, bahaya."

Jendra masih berusaha memengaruhi Giri agar mengurungkan keputusannya. "Kak Giri enggak takut kalau adik Kakak kenapa-kenapa?"

Giri malah tertawa keras mendengar pertanyaan Jendra. "Takut kalau tiba-tiba emosi kamu kumat terus gaplok dia? Enggak apa-apa sih, kali otaknya yang geser bisa balik lagi."

"Mas Giri apaan sih!" seru Nirma tak terima seraya memukuli lengan kokoh Giri. Bisa-bisanya Giri menjatuhkan harga dirinya di depan pangeran hati.

"Tuh, tuh, Jen. Lihat sendiri, kan gimana adik saya," celetuk Giri setelah pukulan Nirma berhenti. "Makanya saya enggak khawatir. Saya malah lebih khawatir sama kamu. Jangan-jangan kamu bakal gantung diri saking begonya dia nangkap materi."

"Mas Giri!" pekik Nirma jengkel, sedangkan Jendra menatap mereka berdua ngeri.

Giri kembali terkekeh geli. "Bercanda, Jen. Saya percaya kamu kok. Paling kamu cuma ngomong pedes sama dia, enggak mungkin juga sampai mukul. Lagian, biar Nirma sadar diri sama kemampuannya."

"Sampai kapan, Kak, saya harus ngajarin adik Kak Giri?"

Giri tampak memikirkan dan menimbang-nimbang sesuatu. "Mungkin sampai skor TOEFL PBT-nya 550 kali ya?"

"HAH?!?" laung Jendra dan Nirma serentak. Jendra yang lebih paham dari pada Nirma saja kaget, apalagi Nirma yang kemampuan bahasa Inggris-nya di bawah rata-rata.

Giri tersenyum melihat ekspresi keterkejutan dua makhluk di hadapannya. "Bukannya waktu kelas sepuluh, kamu bilang skor TOEFL kamu 550? Sampai sering bolos latihan taekwondo buat belajar."

Jendra tersenyum canggung karena Giri ingat bualannya setahun yang lalu. Saat itu memang Jendra sering bolos latihan karena keteteran membagi waktu antara English Club dan taekwondo.

Memang saat itu Jendra sempat ikut TOEFL yang diadakan English Club sekolah, bekerja sama dengan sebuah lembaga kursus bahasa Inggris, tapi nilai Jendra hanya 450.

Memang bukan nilai yang buruk bagi pemula seperti dirinya, tapi karena terlalu malu sering bolos latihan, Jendra membual mendapatkan skor 550, agar para pelatih bisa sedikit bangga padanya. Jendra menganggap pelatih akan iba dan tidak memarahinya karena sering bolos latihan, jika skor yang ia dapatkan memuaskan.

Sayangnya, kebohongan yang dulu ia ucapkan, ternyata masih membawa dampak hingga setahun kemudian.

Memang saat itu ia tidak dimarahi, tapi Jendra diminta memilih salah satu antara English Club atau taekwondo. Akhirnya dengan sangat terpaksa, Jendra melepaskan keanggotaan English Club, demi taekwondo. Ia berpikir, toh masih bisa belajar bahasa Inggris dari internet atau materi di sekolah. Dan ia tak pernah menyesali keputusannya, karena sekarang ia hampir bisa berlaga di tingkat provinsi.

Hampir.

Sebelum akhirnya Nirma datang dan mengacaukan semuanya. Jendra berjanji tidak akan melepaskan kesempatannya itu, walaupun harus sedikit bersabar dengan mengajari adik pelatihnya.

"Oke, Kak."

***

Kesialan beruntun yang Nirma alami, berbuah manis loh hahaha~

By the way, terima kasih sudah membaca Janji ^^

Tetap dukung Janji dengan cara vote, komentar, dan share cerita ini ya ^^

Ada hadiah paket buku menarik selama setahun loh untuk pembaca yang beruntung ^^

Cheers,
matchaholic

JANJI [Completed]Where stories live. Discover now