Janji 14 - Kita Cuma Teman

34.5K 3.9K 203
                                    

Jarum jam menunjukkan pukul 16.45, Nirma yakin sekali Jendra pasti sudah meninggalkan rumahnya. Mana mungkin Jendra dengan tingkat kesabaran sependek bulu hidung itu, mau repot-repot menunggunya?

Dan di sinilah Nirma sekarang, di sebuah kedai gelato yang tak jauh dari sekolahnya. Salahkan Agil yang ngotot tak mau pergi sebelum Nirma bersedia pulang dengannya. Sembari menunggu Agil yang tengah memesan gelato, Nirma kembali teringat percakapannya dengan cowok itu beberapa saat yang lalu.

"Oke, gue maafin kalau ... "

Ucapan Agil yang menggantung, membuat Nirma kembali bertanya, "Kalau apa?"

"Kalau lo mau gue anterin pulang."

Tentu saja Nirma memutar bola matanya kesal. "Lo tuh kayak Abang ojek pengkolan tahu enggak? Ngotot banget. Lagian, ini udah jam empat, udah jelas gue telat. Gue males pulang, kalau akhirnya sampai rumah masih harus diomelin tutor gue."

"Makanya, gue anter aja. Entar gue yang jelasin ke tutor lo, kalau lo terlambat pulang karena ngerjain tugas bareng gue." Agil mulai melancarkan bujukannya dengan alasan yang menurutnya masuk akal.

"Gil, lo tuh kenapa sih?" tanya Nirma dengan raut wajah jengkel maksimal. "Lo pulang aja gih, gue bisa pulang sendiri."

Dengan muka menyebalkan, Agil melipat tangan di depan dadanya. "Ya udah, enggak jadi gue maafin."

"Dih, terserah. Gue juga enggak butuh-butuh banget maaf dari lo," ujar Nirma tak mau kalah.

Cowok itu terdiam sejenak, sebelum akhirnya mengeluarkan teori ngawurnya lagi. "Lo tahu enggak, orang yang hidup dalam rasa bersalah itu, tidurnya enggak pernah nyenyak, makannya enggak pernah nikmat, dan jodohnya enggak mau mendekat."

Seorang wanita setengah baya yang tengah menunggu bus di sebelah Nirma, tersenyum geli dan ikut berkomentar, "Udah, Mbak, terima aja ajakan pacarnya, biar enggak usah nunggu bus kelamaan."

Nirma dan Agil langsung memandang wanita itu dan tersenyum canggung. "Cewek ini teman saya kok, Bu."

Agil lalu mengambil ponselnya dan menulis sesuatu, lalu memberikannya pada Nirma.

Ayo pergi sebelum kita dikira lagi syuting FTV.

Berdecak sebal, Nirma akhirnya menerima helm dari Agil dan mengukuti cowok itu ke motornya. "Gil, gue enggak mau pulang dulu. Entar turunin gue di kedai gelato dekat perempatan depan itu ya."

"Oke, Neng," ujar Agil sesaat sebelum menyalakan mesin motornya.

Namun, alih-alih pergi setelah menurunkan Nirma di tempat tujuan, cowok itu malah mengekorinya masuk ke dalam kedai itu.

"Lo tahu enggak? Orang yang kebanyakan bengong tuh, gampang ketempelan setan." Agil kembali membawa dua cone berisi matcha gelato untuk Nirma dan coffee gelato untuk dirinya sendiri.

"Setannya di depan gue."

Alih-alih marah, Agil malah menyunggingkan senyumnya. "Ternyata lo seru juga ya. Gue kira lo cuma mau pergi sama Alya aja. Kalian berdua tuh udah kayak kembar siam, ke mana-mana bareng. Udah kayak pawang sama ularnya, kayak si Buta dari Goa Hantu sama ..."

"Sialan lo, Gil," sela Nirma dengan senyuman terkulum. "Gue juga ngerasa aneh, ada yang tiba-tiba ngintilin gue. Padahal kan, sebelumnya kita jarang ngobrol."

"Bukan jarang ngobrol. Lo yang selalu menutup akses buat orang lain ngobrol sama lo. Lo selalu nolak kalau diajak gabung sama kelompok yang enggak ada si Alya."

"Buat apa kalau gue gabung kalau cuma dijadiin bahan ledekan doang?" seloroh Nirma dengan wajah datarnya.

Agil menggeleng dan berdecak beberapa kali. "Jangan cuma karena perlakuan beberapa orang, terus lo menyamaratakan lainnya dong." Karena Nirma masih belum berkomentar, Agil kembali melanjutkan ucapannya, "Gue sebenarnya pengin ngajak ngobrol lo dari lama, tapi lo kayak gimana ya ... menjauh dari teman-teman yang lain. Jadi, pas kemarin lo muji gue, ya gue pikir lo udah berubah. Dan, kayaknya tebakan gue benar. Lo aja tadi bawa makan buat teman-teman sekelas, kan?"

"Gue ... gue ngerasa kalau kadang gue aneh kok, Gil. Dan karena keanehan gue itu, gue jadi dijauhin. Jadi, yah ... gue berusaha berubah lebih baik, soalnya keanehan gue udah makan korban."

"Hah? Maksud lo?" tanya Agil dengan alis menukik tajam.

"Pokoknya, gue ... mau berusaha memperbaiki sikap-sikap gue yang kadang sering di luar nalar. Dan tadi, gue sedikit terharu lihat teman-teman mau makan bikinan gue. Terima kasih ya, lo yang udah buka jalannya. Gue awalnya bingung mau nawarinnya kayak gimana. Enggak mungkin juga semuanya dimakan Alya sama gue."

"Gitu dong, biar di kelas tuh kesannya enggak kayak berkubu-kubu. Enggak kompak. Gue sebagai wakil ketua kelas kan, merasa prihatin."

Nirma tertawa geli, mendengar Agil seperti politisi yang menyuarakan kedamaian. "Lo tahu enggak. Gue sempat geer waktu lo tiba-tiba milih gue, apalagi kita kan lagi santer digosipin. Gue sempat mikir, lo ngedeketin gue pasti ada maunya. Entah itu buat taruhan atau –"

"Lo bilang apa? Taruhan?" sela Agil tak terima. "Lo kebanyakan nonton FTV nih. Pantes kayaknya lo defensif banget waktu gue mau anter lo pulang."

"Sorry. Kan gue awalnya enggak tahu kalau ternyata niat lo baik." Nirma menyunggingkan senyuman yang entah kenapa kali ini membuat hati Agil merasa tak nyaman. "Tapi, benar kan, Gil, lo enggak ada maksud lain? Kita cuma teman, kan?"

"Hah?" Agil tergagap seketika. "Iya, perlu gue umumin ke anak-anak sekelas sekalian biar mereka enggak gosipin kita lagi? Atau gue umumin sekalian lewat Radio Linus?"

"Lebay lo!" seru Nirma gemas, lalu dengan segera merapikan tasnya. "Pulang yuk, udah setengah enam nih. Gue belum masak buat makan malam."

"Lo udah kayak emak-emak ngurus rumah tangga aja," celetuk Agil yang hanya ditanggapi Nirma dengan senyuman. "Boleh kali pas kerja kelompok, lo bikinin kita camilan. Yah ... anggap aja pengganti gue bayari lo gelato ini."

Langkah kaki Nirma terhenti seketika. "Gimana sih lo? Tadi bilang lo yang traktir."

"Gue berubah pikiran habis ngerasain sushi buatan lo." Agil menyunggingkan senyuman lebar tanpa dosa. "Sekarang ini enggak ada yang gratis. Pipis aja bayar."

Nirma berdecak kesal dan mendahului Agil ke tempat parkir. Agil yang berada beberapa langkah di belakang gadis itu, tersenyum lembut menatap punggung Nirma yang semakin menjauh.

***

Umumin, Gil. Kalian cuma teman. Awas aja kalau sampai sabotase status pertemanan ini.

By the way, terima kasih sudah membaca Janji ^^

Tetap dukung Janji dengan cara vote, komentar, dan share cerita ini ya ^^

Ada hadiah paket buku menarik selama setahun loh untuk pembaca yang beruntung ^^

Oh iya, lagi musim sakit, Gengs -_- Jaga kesehatan ya, biar bisa tetap haha-hihi baca Janji ^^

Cheers,

JANJI [Completed]Where stories live. Discover now