Janji 8 - Belajar Menerima Kenyataan

39.6K 4.6K 284
                                    

Jendra mengetuk-ngetukan jarinya dengan kesal tatkala menunggu Nirma mengerjakan salah satu soal yang ia berikan. Sudah hampir tiga puluh menit dan gadis ini baru menyelesaikan empat soal. Sekilas, Jendra melirik jawaban gadis itu, dan memang dari empat soal, hanya satu yang salah. Namun, Nirma butuh waktu yang lama hanya untuk menyelesaikan satu soal.

"Eh, lo baca teks-nya semua?" tanya Jendra tak sabar. "Kan udah gue bilang, baca soalnya dulu, baru cari keyword-nya di teks. Masa gue harus ngulangin lagi?"

"Tapi, ini teks-nya susah dipahami, Kak." Nirma menatap Jendra dengan wajah memelas. Sayang, sepertinya jurus mata sendu ala girlband Korea, tak mempan untuk menghadapi tutornya itu.

"Makanya, kalau punya kuping, tolong sekrupnya dibenerin. Kalau lo baca teks-nya dulu, waktu lo habis cuma buat baca teks!" geram Jendra dengan wajah berangnya. "Ini kan, yang ditanyain 'the main idea of the text'. Biasanya, ada di awal paragraf, kalau enggak ya di akhir paragraf. Jarang ada di tengah-tengah. Jadi, lo seharusnya ... Heh! Lo dengerin gue enggak sih?"

Nirma tersentak saat kedapatan memperhatikan wajah Jendra yang tengah berusaha mengulangi penjelasannya. Alih-alih benar-benar memperhatikan, Nirma malah senyum-senyum tidak jelas. Entah apa yang ada di pikiran gadis itu. Padahal, Nirma tahu sendiri, Jendra paling malas menjelaskan, apalagi harus diulang-ulang. Sayang, aksinya keburu ketahuan si objek yang diperhatikan. Tentu saja Jendra geram.

"Udah! Itu kerjain dulu," pungkas Jendra tak memperpanjang amarahnya.

Nirma mendesah lelah mendengar perintah Jendra. Memang, Nirma tahu Jendra tak menyukainya, bahkan cenderung membencinya. Namun, melihat pemuda itu tersenyum padanya dan menanyakan kabarnya saat datang tadi, membuat Nirma melambung. Berharap hubungan mereka bisa jauh lebih baik dan Jendra mulai tertarik padanya.

Lo belajar dandan sama Mimi Peri? Ketebalan, kayak ditabokin orang sekampung.

Sayang, kalimat Jendra langsung membuat Nirma drop seketika. Nirma saja yang terlalu percaya diri. Jendra tersenyum bukan karena tertarik padanya, tapi mencemooh dandanannya yang terlampau menor.

Bayangan tentang kisah cinta antara tutor dan murid yang sering ia baca di komik atau platform cerita online, menguap entah ke mana. Dengan cepat, Nirma mempersilakan Jendra duduk, sedangkan ia sendiri segera ke kamar mandi untuk mencuci muka.

Jendra berdeham beberapa kali, membuat Nirma tersadar dari lamunannya, dan menolah ke arah pemuda itu. "Gue udah hampir satu jam di sini, dan enggak lo bikinin minum? Lo pikir gue enggak capek ngajarin lo? Mana lo lemotnya minta ampun lagi."

Nirma terdiam, berusaha menahan diri, menelan semua hinaan Jendra. Memang ia merasa bersalah karena menyebabkan Jendra hampir dicoret namanya dari kandidat atlet POPDA provinsi, tapi ia juga tak tahan Jendra terus-terusan menghinanya.

Kenapa Kak Jendra enggak kayak bayangan gue selama ini?

"Kenapa lo ngelihat gue kayak gitu?" tanya Jendra, membuat Nirma tergagap dan memaksakan diri tersenyum.

"Bentar, Kak." Nirma berdiri dari duduknya, dan beranjak ke dapur.

Sembari menyiapkan minuman dan camilan untuk Jendra, potongan-potongan memori saat Jendra bersikap kasar padanya, berputar di pikirannya seperti adegan film. Mulai saat Jendra mengentakkan tangannya hinga Nirma jatuh di kubangan air, saat Jendra membela diri di hadapan Giri dan melotot padanya supaya ikut menjelaskan, sampai pemuda itu menghina dandanannya. Tanpa dikomando, air mata Nirma meleleh membasahi pipinya. Jendra yang selama ini memenuhi hati dan pikirannya, ternyata malah membuatnya menitikkan air mata.

Sadar karena terlalu lama di dapur, Nirma segera mencuci muka untuk menyamarkan mata sembabnya. Ia membawa nampan berisi secangkir jahe hangat serta sepiring kecil matcha pudding dan menghidangkannya untuk Jendra.

JANJI [Completed]Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora