Epilog

61.3K 4.7K 670
                                    

Nirma melepas kacamata hitam dan menyeret koper berukuran sedang, keluar dari terminal kedatangan. Seraya terus berjalan, ia merapatkan blazer hitam yang dikenakannya. Dihirupnya napas dalam-dalam, seakan ingin memenuhi seluruh bagian dari paru-parunya dengan udara dari kota yang sudah ia tinggalkan selama lebih dari dua tahun.

Kepalanya menoleh ke sana ke mari mencari sosok yang mengatakan akan menjemputnya. Mendecak pelan, Nirma mengaktifkan ponsel yang sedari tadi ia matikan. Sama sekali tak ada pesan dari orang yang dimaksud.

"Kebiasaan," gerutunya pelan, sembari mencari tempat duduk untuk menunggu.

Ia menghubungi orang yang dimaksud, tapi tidak ada jawaban. Bahkan panggilan yang terakhir, sengaja ditolak oleh penerima.

"Nasib punya cowok kebanyakan kegiatan," gumamnya pelan entah pada siapa.

Untuk membunuh waktu, Nirma mengambil foto selfie dengan latar terminal kedatangan. Tak lupa ia memosting foto tersebut di Instastory-nya dengan lokasi Seokarno-Hatta International Airport. Tak menunggu lama, sebuah panggilan masuk. Nama yang sangat familier muncul di layarnya. Segera saja menerima panggilan itu.

"Ha−"

"Nirma! Gue kangen!" Belum sampai Nirma menyelesaikan sapaannya, suara di seberang sudah menyela. "Sekarang di mana? Gue pengin ketemu sama lo."

"Ya ampun, Al! Lo ngomongnya kayak kita enggak pernah teleponan aja," gerutu Nirma pada sahabatnya itu.

"Lo di mana?" Alya mengulang pertanyaannya, karena Nirma belum menjawab. "Jadi, tinggal di rumah gue dulu?"

"Masih di bandara, belum dijemput. Enggak tahu, dia emang telat atau malah lupa." Nirma beberapa kali berdecak sebal sebelum akhirnya melanjutkan. "Kalau gue nebeng seminggu, Nyokap lo keberatan enggak sih? Soalnya yang kontrak di rumah gue yang lama, baru keluar minggu depan, sekalian pas Papa ngirim barang-barang gue juga. Apa gue nyari hotel aja ya?"

"Sok kaya lo!" sembur Alya ceplas-ceplos seperti biasanya. "Nyokap gue bakal seneng lah punya pembantu baru kalau lo nginep di tempat gue."

Nirma terkikik geli mendengar celetukan Alya. "Mulut lo, Al. Katanya jurusan Ilmu Komunikasi, tapi cara lo berkomunikasi sama orang lain tuh patut dipertanyakan."

"Yah, kan belum mulai kuliah. Lo sendiri bikin gue jantungan gara-gara lolos di Sastra Inggris. Padahal, dulu langganan remedi."

"For your information, gue cuma remedi dua kali. Dan selama di Banjarmasin, gue les privat Bahasa Inggris. Enggak ada yang enggak mungkin kalau lo mau usaha." Nirma kini tersenyum geli mendengar Alya mengumpat pelan.

"Jangan-jangan lo jatuh cinta sama tutor lo itu ya?" Alya berdecak berlebihan dan melanjutkan.

Kini giliran Nirma yang mengumpat pelan. "Tutor gue di sana cewek kali."

Mereka berdua kemudian membahas tentang tes ujian masuk universitas dan juga perjuangan UNBK (Ujian Nasional Berbasis Komputer) dan USBN (Ujian Sekolah Berstandar Nasional) yang harus mereka lalui. Beberapa kali hati Nirma menghangat mendengar cerita Alya tentang guru-guru mereka. Seperti Miss Kinara yang ternyata berpacaran dengan om-nya Davin, Pak Salman yang baru saja pulang haji, atau Bu Risma yang baru saja melahirkan putra ke tiganya.

"Oh iya, kapan hari gitu, gue lihat di postingan Instagram-nya Agil, dia nge-tag lo di salah satu foto pantai. Lo pergi sama dia?" Nirma mengalihkan topik, penuh nada ingin tahu. "Gitu ya sekarang, mentang-mentang gue jauh, enggak dikabarin kalau udah jadian."

"Enggak! Gue pergi sama anak-anak sekelas kok. Dia enggak punya akun anak lain kali. Jadi, cuma gue yang di-tag." Sanggahan Alya membuat Nirma mencibir tak percaya. "Asal lo tahu, gue masih nunggu Abang lo pulang. Gue siap jadi kakak ipar lo. Secara, Abang lo itu husband material banget. Udah ganteng, pinter, calon dosen muda pula."

JANJI [Completed]Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon