DUA

2.4K 337 36
                                    

.

.

.

Yoongi berderap tak tentu arah di sebuah koridor, lalu menoleh ke belakang. Tak ada siapapun. Yoongi menghela nafas lega karena tidak diikuti gerombolan anak laki-laki tadi. Ia menyeka keringat dingin yang mengalir dari dari sambil berjanji dalam hati untuk tidak sok berani seperti tadi. Ia lantas mengedarkan pandangannya, berusaha mencari pintu yang tampak seperti ruang kepala sekolah. Tapi yang ia temukan hanyalah kelas-kelas kosong, Yoongi mengernyitkan dahi. Mungkinkah, sekolah ini masuk siang ? Yoongi baru saja akan berbalik ketika matanya menatap sebuah papan bertuliskan 'Ruang Kepala Sekolah' pada pintu yang berjarak beberapa meter di depannya. Yoongi bergegas menghampiri pintu itu, lalu mengetuknya.

"Ya, masuk," terdengar sebuah suara dari dalam. Yoongi menarik nafas dalam-dalam, menghela semuanya lalu membuka pintu itu. Detik berikutnya ia mengangga menatap 'Ruang Sang Kepala Sekolah'. Kalau saja bangunan sekolah ini tidak nampak seperti Sekolah pedalaman yang biasa di tayangkan di national geografik Channel. Maka Yoongi tidak akan terlalu kaget dengan karpet Persia dan pendingin ruangan yang terpasang di ruangan ini. Yoongi masih melongo saat Heechul, sang Kepala Sekolah, mendongakkan kepala dari laptop dan menatapnya.

Heechul mengernyitkan dahi saat menatap anak laki-laki yang terpaku di pintu itu, lalu tiba-tiba bertepuk tangan. "oh!! Kamu pasti Yoongi !!" serunya menyadarkan Yoongi. Yoongi mengangguk pelan, membuat Heechul segera bangkit dan berlari ke arahnya dengan penuh semangat. Ia meraih tangan Yoongi dan menjabat tangannya.

"Saya sudah menunggu kamu, Nak!"

"Ah... Oke," Kata Yoongi tak yakin, sambil menarik tangannya. Heechul tampaknya tak peduli ia sudah kembali ke kursinya yang nampak empuk dan nyaman. "Saya pikir kamu tak jadi sekolah disini," kata Heechul, terdengar ramah berlebihan. Ia lalu menunjuk kursi di depannya.

"Silahkan,"

"Ehm... itu juga yang ingin saya bicarakan," Yoongi duduk di kursi yang sama sekali tidak empuk.

"Kemarin saya menjenguk ibu saya dulu, makanya saya baru bisa kesini hari ini,"

"oh, tidak apa-apa tidak masalah," Heechul tersenyum lebar. "Saya sangat bersyukur ada anak pindahan di saat-saat sulit seperti ini,"

"Mm... soal itu..."

"Saya sampai terharu waktu kamu mendaftar di sini," potong Heechul, matanya sudah berkaca-kaca. "Seperti yang kamu tahu, sekolah swasta seperti kami tidak punya banyak murid. Belum lagi dengan predikat sekolah yang... kamu tahulah,"

"Sebenernya, saya ngak tahu apa-apa," kata Yoongi membuat mata Heechul mengerjap sesaat. Tapi detik berikutnya, pria itu kembali tersenyum. "Ah, itu tidak masalah, nanti kamu juga terbiasa," katanya dengan nada yang Yoongi tak suka. Yoongi membenarkan posisi duduknya, ia harus mengatakan yang sebenarnya.

"Begini. Hari ini saya kesini..."

"Tidak apa-apa, Nak Yoongi, tidak apa-apa. Kamu tidak ketinggalan banyak kok. Masih bisa dikejar," potong Heechul lagi, membuat Yoongi makin kesal. "Atau nanti saya panggilkan guru, supaya mengajar kamu secara privat. Bagaimanapun, kamu murid yang eksklusif, karena sudah membayar tiga puluh juta won untuk uang masuk..."

"Saya tidak mau guru privat, saya hanya mau ngambil ija..." Yoongi berhenti berbicara, karena baru menyadari sesuatu. "Tiga puluh juta won ??,"

"Iya, karena itulah, saya bersyukur kamu masuk ke sini. Saya pikir, seorang malaikat sudah diturunkan untuk membantu kami," Heechul sekarang sudah menyapukan air mata dengan sapu tangan. Sementara Yoongi menghempaskan punggung ke sandaran kursi dengan mata kosong.

OUR STORY [MinYoon-KookV] ✅Where stories live. Discover now