DELAPAN

1.5K 284 41
                                    

.

.

.

Jimin mengayun-ayunkan tongkat baseball dengan mata menerawang sementara teman-teman di belakangnya saling lirik resah. Dari tadi pagi mood bosnya satu itu sedang tidak baik. Di perjalanan ke sekolah saja, sudah beberapa pohon dan tiang litrik yang jadi pukulan tongkatnya. "dimana si Jihoon?" tanya Bogum mewakili pemikiran bosnya. "Dari tadi belum balik-balik juga,"

"Tau tuh, sudah setengah jam mungkin dia belum juga kembali," timpal Hoseok sambil melirik Jimin yang tak bereaksi. Hoseok lantas menyikut Jongdae. Jongdae mendecak sebal, lalu bangkit dan duduk di samping Jimin.  

"ada apa?" tanya Jongdae, membuat Jimin menatapnya dingin.

"Kau tau hukumku bukan?" jawab Jimin. Jongdae menatapnya lalu mengangguk. Jimin kembali menatap kosong lapangan upacara. Jongdae menghela nafas, lalu menggeleng pelan pada teman-teman di belakangnya. Ia lantas kembali menatap bosnya.

Jongdae sudah hampir mengikutinya selama hampir tiga tahun, tapi ia tidak tahu apa-apa tentang Jimin kecuali apa yang terlihat. Jimin menyenangkan kalau sedang senang. Jimin mengerikan kalau sedang marah. Sesimpel itu. tapi ia hampir tidak pernah melihat Jimin berpikir dan terlihat murung seperti sekarang ini, kecuali mungkin saat pertama kali ia masuk sekolah.

Jongdae ingat benar hari pertamanya bersekolah dan bertemu Jimin. Ia adalah seorang anak laki-laki kurus dan tampak kesepian, seperti hampir semua anak di sekolah ini. Yang membedakan Jimin dan yang lainnya adalah, pancaran matanya penuh kebencian. Ia tidak pernah bicara pada siapapun. Tidak menjawab, apalagi memulai pembicaraan. Ia selalu menyendiri dan menolak bergaul. Sampai suatu ketika seorang kakak kelas yang merupakan ketua geng saat itu, menantangnya karena menganggap ia membangkang.

Dan yang terjadi adalah, Jimin mengirim anak itu ke rumah sakit dengan keluhan patah tangan, rahang, dan beberapa gigi. Semenjak itu, semua anak di sekolah ini, baik laki-laki ataupun perempuan, senior ataupun junior, patuh padanya. Lebih hebatnya lagi semua gurupun mengakui kehebatannya dan segan untuk mencari gara-gara.

Suatu saat, geng sekolah ini benar-benar menyerbu So Il High School. Mereka menantang di depan sekolah, sehingga anak-anak So Il High School tak bisa pulang karena takut. Geng pun tercerai berai karena tak ada ketua. Jimin yang tidak ambil pusing, tetap berjalan tenang keluar sekolah. Saat ia hendak di serang, satu per satu anak geng termasuk Jongdae, muncul untuk melindunginya. Tanpa harus banyak bergerak, Jimin selamat dari serbuan itu.

Semenjak kejadian itu, Jimin menerima jabatan sebagai ketua geng tetap dengan dua hukum yang absolut : pertama tidak ada yang boleh mencampuri urusannya dan kedua, tidak ada yang boleh berkhianat darinya. Semua yang melanggar akan mendapat hukumannya. Jongdae tidak tahu dari mana asal kekuatan Jimin, tetapi Jimin sangat terkenal di seantero Seoul. Ia tidak takut apa pun. Ia bisa menang dari siapapun. Jimin bahkan sering menolak ajakan geng-geng yang lebih besar untuk jadi angota kehormatan. Padahal untuk geng-geng besar yang sangat terkenal, mengajak anak SMA sama saja seperti membuang harga diri jauh-jauh. Jongdae tahu benar, mereka memperebutkan Jimin agar selain mendapat tambahan kekuatan, mereka jadi tidak khwatir ada musuh kuat di luar sana. Jongdae sangat mengerti posisi ini, yang malah sangat tidak disadari oleh pemiliknya sendiri. Jimin lebih sering menghabiskan waktu untuk nongkrong disini, di bawah pohon rindang di sudut halaman sekolah, daripada di luar sana. Intinya, Jongdae sadar kalau Jimin menghindari kemungkinan untuk di tantang sekolah lain. Dan Jongdae tahu itu bukan sifat seorang ketua geng.

"Nah !! Ini dia !!" sahut Hoseok menyadarkan Jongdae.

"apa saja yang kau lakukan, lama sekali!!" Seorang lelaki bertubuh tambun berlari kesusahan kearah mereka sambil membawa beberapa plastic minuman. Ia lalu membagikannya dengan napas terengah.

OUR STORY [MinYoon-KookV] ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang