SEMBILAN

1.5K 288 28
                                    

.

.

.

.

.

"Proposal ini terpaksa saya tolak,"

Jungkook mengangkat kepala, lalau mengangguk pelan. Heechul menyodorkan kembali map yang sebelumnya diberikan Jungkook. Jungkook menerimanya, lalu berbalik, bermaksud keluar dari ruangan yang berhawa sejuk itu. sebelum mencapai pintu, Jungkook menoleh dan menatap Heechul yang sekarang asyik bermain game di laptopnya.

"Boleh saya tahu alasannya?" tanya Jungkook, membuat Heechul mendongak dan menatapnya heran.

"Ya, karena membuang-buang dana," katanya kemudian. Jungkook mengedarkan pemandangan ke sekeliling ruangan itu.

"Lalu renovasi ruangan ini tidak termasuk membuang dana?" Heechul menegakkan punggung. Jungkook tidak pernah banyak bertanya sebelumnya.

"Maksud kamu apa?"

"Saya hanya minta izin untuk membuat ekskul agar murid-murid bisa menyalurkan bakat dan minat mereka. Itu jauh lebih baik daripada membiarkan mereka berkeliaran di jalan," kata Jungkook, berusaha untuk mengontrol emosinya. "Bapak bisa membeli segala kemewahan ini dengan dana sekolah, tapi tidak bisa untuk membeli bola dan net?"

"Jaga mulutmu," kata Heechul tajam. "Saya tidak membeli semua ini dengan uang sekolah,"

"Oh ya? Lantas dengan uang apa?" tanya Jungkook lagi. "Uang sumbangan dari Yoongi?" Heechul merapatkan geraham, berusaha untuk merapatkan geraham. Siswa di depannya ini adalah suatu berkah untuknya, karena ia sangat pintar dan datang dari keluarga terhormat. Bisa dibilang, selama dua tahun terakhir, sekolah ini bertahan karenanya. Heechul tak ingin kehilangan itu, tapi di saat yang sama, ia juga punya harga diri.

"Saya paham kamu punya keinginan mulia untuk menyelamatkan murid-murid yang lain. Kamu ingin mengubah sekolah ini. Tapi, Nak, ada yang harus kamu pahami," Heechul mencondongkan tubuh ke depan. "Kamu tidak bisa menyelamatkan orang yang tidak ingin diselamatkan,"

"Apa maksud anda?" tanya Jungkook lambat-lambat.

"Jungkook, anak-anak ini adalah mereka yang tersesat. Mereka tidak peduli apapun yang berbau sekolah. Mereka datang kesini hanya untuk berkumpul dengan sesamanya, jauh dari keluarga. Mencari jati diri dengan berkelahi, atau mencari uang dengan melacur. Apa katamu tadi, bakat? Minat? Percayalah, tidak ada satu pun dari mereka yang peduli dengan hal-hal seperti itu" kata Heechul, membuat Jungkook mengepalkan tangan. "Kalau kamu tidak percaya, coba kamu tanyakan sendiri pada mereka. Kamu akan terkejut kamu tahu kalau saya benar,"

Jungkook merasa darah di kepalanya mendidih mendengar penjelasan Heechul. "Tersesat, kata Bapak? Lantas apa bapak tidak mencoba mengembalikan mereka ke jalan yang benar?" tanya Jungkook geram. Tapi Heechul masih terkekeh. "Saya ada di sekolah ini lebih dari sepuluh tahun, Jungkook. Percayalah, saya sudah hampir melakukan segalanya. Dan hal yang paling baik dalam mendidik anak-anak itu adalah dengan membiarkan mereka," kata Heechul lagi, membuat Jungkook muak.

"Sekolah ini bukan tempat belajar untuk mereka. Sekolah ini hanya wadah untuk eksistensi mereka,"

"Bagaimana," kata Jungkook lambat-lambat. "Bagaimana Bapak bisa bicara seperti ini?"

"Saya hanya melihat kenyataan," Heechul tersenyum, membuat kertas di tangan Jungkook kusut. Heechul melihat itu. "Walaupun begitu, kamu bukan bagian dari mereka. Kamu bisa melihat mana yang benar. Kamu tahu semua yang saya bilang itu benar,"

"Mungkin yang Bapak bilang itu benar, tapi bukan berarti tidak ada jalan keluar," kata Jungkook lagi. "Bapak hanya tidak mau berusaha untuk mengerti mereka,"

OUR STORY [MinYoon-KookV] ✅Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum