SEBELAS

1.4K 266 28
                                    

.

.

.

.

.

Jimin membuka mata perlahan, tapi segera memejamkan mata lagi. Cahaya matahari yang menyilaukan membuat matanya terasa perih. Jimin mengucek mata, lalu mencoba duduk dan melihat sekeliling. Ruangan kelasnya masih lengang. Jimin bangkit, lantas menggerakkan pinggang yang terasa kaku. Lehernya juga terasa sakit. Tidurnya semalam sangat tidak nyenyak.

Selain lantai kelasnya keras dan dingin, nyamuk yang berkeliaran juga tidak tanggung-tanggung. Jimin menggaruk tangan dan pipinya yang penuh bentol. Jimin terasuk ke bangkunya, lalu duduk. Ia lantas menatap ke depan, kea rah papan tulis yang dipenuhi coret-coretan anak buahnya.

Kebanyakan coretan itu tentang makian terhadap guru, tapi ada juga yang menjadikan papan itu ajang untuk menitip salam. Jimin menguap, lalu tanpa sengaja melirik meja di sebelahnya.

Meja Yoongi.

Jimin tersenyum sendiri, mengingat kejadian semalam. Ia tak pernah menyangka masih ada hal yang bisa membuatnya tersenyum setelah mimpi buruknya selama tiga tahun menjadi nyata.

Jimin menghela napas, sekarang teringat pada sosok ayahnya yang muncul di pintu rumah setelah tiga tahun di penjara. Jimin berpikir ia masih punya waktu dua tahun, tapi ternyata ia salah.

Ayahnya sekarang sudah kembali. Itu yang menolak Jimin untuk pulang. Tanpa ia sadari, ia meraba punggungnya yang mendadak terasa sakit. Bukan karena tidur di lantai yang keras, tapi karena luka di masa lalu. Luka yang sampai kapan pun tak akan bisa sembuh.

"Hei," Jimin mendongak, lalu melongo saat melihat siapa yang barusan berbicara. Yoongi muncul dari pintu kelas, lantas masuk dengan ceria sambil menenteng sebuah tas berwarna biru. Ia meletakkan tas itu di atas meja Jimin, membuka isinya dan menyodorkannya pada Jimin.

Jimin hanya menatap bingung kotak bekal di tangan Yoongi. "aku tahu kau pasti masih di sini." kata Yoongi sambil tersenyum. "Makanya aku datang pagi-pagi. Ini, sarapan dulu."

Jimin menatap Yoongi yang masih tersenyum, lalu kembali menatap kotak bekal bergambar kumamon itu dan menerimanya. Yoongi segera duduk di depannya. "Punya mu...?"

"Oh, aku? Aku sudah makan," jawab Yoongi cepat, membuat Jimin mengangguk-angguk. Jimin lantas membuka tutup kotak bekal itu, membuat Yoongi segera meringis.

"aku tidak bisa masak. mian." Jimin menatap nasi putih beserta beberapa sosis goreng di bentuk gurita dan telur dadar yang ada di dalam kotak bekal itu, tapi tak lantas melahapnya. Ia menatap Yoongi lekat-lekat, lalu dengan sekali gerakan cepat, ia meraih kepala Yoongi dan mengecup dahinya. Yoongi melongo parah sementara Jimin segera asyik mengunyah sosis.

Beberapa saat kemudian, Yoongi sadar dan memegang pipinya sendiri yang sudah terasa panas. Jimin melihatnya dari sudut mata, tapi pura-pura tidak peduli walaupun setengah mati ingin tertawa. "Semua orang juga tahu kalau yang di masak bentuknya begini," komentar Jimin setelah selesai makan, membuat Yoongi mendelik.

Jimin tertawa, lalu menepuk kepala Yoongi. "Terima kasih," gumam Jimin tak jelas sambil bangkit dan mengelus-elus perutnya yang kenyang. "Apa?" tanya Yoongi pura-pura tak mendengar, tak ingin melepaskan Jimin kali ini. Jimin berdecak kemudian mendekati Yoongi yang segera menunduk. "Apa perlu ku katakan dengan cara lain?" tanya Jimin membuat Yoongi cepat-cepat menggeleng takut.

Jimin mengangguk-angguk dengan ekspresi jahil, lalu meregangkan otot-ototnya. Yoongi menatap kemeja Jimin yang kotor. "Jimin, kemejamu kotor sekali. kau tidak punya baju ganti?" tanya Yoongi, membuat Jimin mengintip punggung kemejanya yang memang sudah cokelat terkena debu lantai.

OUR STORY [MinYoon-KookV] ✅Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu