DELAPAN BELAS

1.3K 285 41
                                    

.

.

.

.

.

Jimin menarik kerah seorang pemuda yang wajahnya sudah berlumuran darah dengan satu tangan. Satu tangannya lagi menggenggam tongkat baseball erat-erat.

"Di mana dia?" tanya Jimin lambat-lambat dengan suara rendah. "Apa kau mau mati?"

"Di... gudang... belakang... sek...olah," jawab pemuda itu susah payah, hampir tersedak giginya yang tanggal. Jimin menghempaskannya ke tembok, lalu melewati beberapa tubuh lain yang lebih dulu terkapar di tanah. Jimin berjalan tegap menuju belakang sekolah Kyung Haego, musuh bebuyutan sekolahnya. Jimin pernah menolak segala ajakan mulai hanya sekedar tanding futsal, tawuran, hingga bisnis narkoba. Dan ajakan terakhir inilah yang menjadi alasan Jimin berada di sini sekarang. Jimin tahu kalau Namjoon, ketua geng sekolah inilah yang dulu berhasil mempengaruhi Woojin memakai narkoba. Dan sekarang, Namjoon berhasil memengaruhi Jihoon tanpa sepengetahuan Jimin.

Harusnya Jimin membuat perhitungan ini sejak dulu, sebelum Jihoon menjadi korbannya. Jimin menatap halaman luas di belakang sekolah itu dan memicing kearah sebuah gedung reyot di kejauhan.

Jimin memanggul tongkat baseball-nya, lalu mulai melangkah dengan sebuah determinasi, ia akan menghancurkan semuanya hingga tak bersisa. Jimin menatap sebuah pintu seng, lalu menendangnya hingga pintu itu melayang ke ujung ruangan. Ruangan itu penuh asap mengepul hingga Jimin tak dapat melihat ke dalam.

"HEH! SIAPA KAU!" seru seseorang.

Jimin mundur beberapa langkah dan membiarkan semut itu keluar dari sarangnya. Satu per satu anggota geng itu keluar, dan satu per satu pula menganga saat menyadari siapa yang ada di depan markas mereka. Jimin hanya balas menatap mereka sengit, sampai seseorang yang dikenalnya muncul dari dalam gudang itu. Mata Jimin melebar saat melihat Woojin, begitu pula sebaliknya. Woojin malah dengan segera berlindung di balik tubuh tinggi Namjoon, sang ketua geng.

"Wah, wah, liat siapa ini!" seru Namjoon saat melihat Jimin, tapi Jimin tidak memperdulikannya. Ia hanya peduli pada Woojin dan apa yang sedang dilakukannya di sini.

"sedang apa kau disini?" tanya Jimin geram, membuat Namjoon mengernyit. Tapi detik berikutnya, ia sadar Jimin sedang mengajak bicara Woojin.

"Dia sudah menjadi pengikutku," Namjoon menjawab dengan senyum licik. "Semenjak kau membuangnya." Jimin menatap Woojin tanpa berkedip. Woojin sendiri masih berlindung di balik Namjoon, tak berani menatap balik Jimin.

"Tidak ada tempat bagi seorang pengkhianat seperti dia," kata Jimin dingin, tapi lantas teringat sesuatu. "Kau... yang menawari Jihoon?" Woojin tersentak, lalu segera menggeleng. Tapi terlambat. Jimin sudah melihat semuanya.

"Jadi benar kau yang memberi Jihoon obat itu," Jimin merapatkan geraham. "kau yang buat dia OD."

Woojin sekarang menatap Jimin bingung. "OD? Jihoon?"

"Jangan pura-pura bodoh!" sambar Jimin, tapi Woojin masih tampak bingung. Jimin lalu mendengus. "kau bahkan belum tau si Jihoon mati??"

"Hah??" seru Woojin, tidak tampak dibuat-buat. Namjoon pun ikut bingung untuk beberapa saat.

"Jihoon mati??"

"Dia mati OD di kamarnya. Berkat obat yang kau berikan," kata Jimin, genggamannya pada tongkat baseball mengencang. Woojin tak bereaksi, seolah tak memercayai pendengarannya. Detik berikutnya, dia menatap Jimin, lalu segera jatuh berlutut dan merangkak ke arahnya.

"Ampun, Bos, ampun! Aku.. aku tidak bermaksud!" rengeknya membuat Jimin mendecih.

"Bos?" gumam Jimin jijik. "Siapa yang kau maksud? Dia?" Jimin menunjuk Namjoon dengan tongkat baseball-nya. Namjoon hanya memicing, sementara Woojin malah semakin terpuruk di tanah.

OUR STORY [MinYoon-KookV] ✅Where stories live. Discover now