EMPAT

1.8K 303 29
                                    

.

.

.

.

.

Yoongi berjalan tanpa semangat memasuki ceruk sekolah. Kejadian beberapa hari terakhir benar-benar membuatnya malas untuk bersekolah. Tadinya ia ingin bolos dan terus menemani ibunya di rumah sakit, tapi tahu-tahu ibunya bangun dan menanyakan sedang apa ia di rumah sakit dan bukannya di sekolah. Mau tidak mau Yoongi berangkat juga.

Yoongi menghela napas, menyesali kehidupan SMA-nya yang tampak tak pernah bisa normal, baik di Amerika maupun di Seoul. Dua-duanya sama-sama menyebalkan. Mendadak sebuah benda panjang berwarna merah mengkilat muncul tepat di depan mata Yoongi dan terdengar bunyi 'tang' keras dari tembok di sebelahnya.

Yoongi mundur beberapa langkah karena kaget, lalu akhirnya tahu apa yang nyaris saja menghantam kepalanya. Benda itu adalah sebuah tongkat baseball , yang di pegang oleh Jimin dan sedang di tancapkannya ke tembok. Rupanya tadi Jimin sedang berusaha menahan Yoongi, tapi dengan cara sama sekali tidak manusiawi. Yoongi menatap Jimin tidak percaya, sementara Jimin sendiri sudah tersenyum manis.

"Kaget??" tanyanya santai, nyaris tak terdengar bersalah karena hampir membunuh Yoongi dengan tongkatnya. Yoongi tak menjawab, hanya melirik tongkat itu takut. Jimin menangkap pandangan Yoongi lalu terkekeh. "Takut dengan tongkat ini ??" Jimin melempar tongkat itu sembarangan, lalu mendekati Yoongi dan mendorongnya ke tembok. Ia lantas menempelkan telapak tangan di samping kepala Yoongi. Yoongi segera menunduk, tak berani menatap wajah Jimin yang hanya berjarak kurang dari sepuluh senti darinya. Yoongi bisa mendengar detak jantungnya sendiri, yang berdegup berkali-kali lipat dari normal. Selama beberapa saat, Jimin tidak berkata apapun. Ia hanya menikmati Yoongi yang sedang salah tingkah, dan harum lembut rambutnya.

"Kenapa kau, gugup?" tanya Jimin, berhasil membuat Yoongi mendongak sebal. Tapi tidak bertahan lama, karena Yoongi segera menunduk lagi begitu mendapati wajah Jimin yang sangat dekat.

"Mau... apa kau?" tanya Yoongi terbata, membuat Jimin terkekeh. "hanya ingin menyapa, tidak boleh?" jawab Jimin, sambil mengangguk pada Yoongi yang muncul dari sudut koridor. "haish, pagi-pagi udah hot aja nih," goda Hoseok sambil lalu, tak ingin mencampuri urusan Jimin lebih jauh. Hoseok menatap Yoongi kesal. Bukannya menolong anak laki-laki itu malah melengos begitu saja.

Jimin melihat raut wajah Yoongi, lalu tersenyum lagi. Yoongi bersumpah senyuman mematikan milik Preman besar Park itu tidak ada gunanya untuk kebaikan umat manusia.

"jadi, begini caramu menyapa seseorang?" Yoongi berusaha untuk tidak memperdulikan senyum mematikan itu. "pantas kau selalu telat ke kelas,"

"tidak semua orang, hanya orang-orang tertentu saja" kata Jimin kalem, lalu mendekatkan bibirnya ke telinga Yoongi. "Cuma orang yang sedang ingin kujadikan milikku saja yang ku sapa," Yoongi tahu wajahnya sudah merah padam karena ucapan Jimin, tapi ia tidak ingin terlena. Yoongi sadar betul Jimin hanya sedang menggodanya.

Jimin menatap mata Yoongi dalam-dalam, lalu terkekeh dan mulai mundur. Ia memungut tongkatnya, lantas melangkah pergi sambil melambaikan tangan pada Yoongi. Yoongi menatap punggung Jimin yang semakin lama semakin jauh, lalu saat akhirnya ia tidak terlihat lagi, Yoongi jatuh terjongkok ia memegang pipinya yang masih terasa panas. Baru kali ini Yoongi di goda oleh seseorang. Tapi bukannya seorang anak perermpuan atau laki-laki normal dan baik hati pengalaman pertamanya justru dengan seorang anak laki-laki preman dan menakutkan. Bagus, keluh Yoongi dalam hati.

Apa kehidupan SMA-nya masih bisa lebih buruk ?

.

.

OUR STORY [MinYoon-KookV] ✅Où les histoires vivent. Découvrez maintenant