16. Permintaan

249 29 20
                                    

Akhir-akhir ini terhitung seringnya Maira tidak fokus, nyatanya berdampak buruk terhadap nilai ujiannya. Mungkin pada beberapa pelajaran masih bisa berupaya di atas kkm, meskipun tidak begitu memuaskan, tetapi hal ini berbeda dengan pelajaran lain seperti fisika dan matematika.

Maira mengembuskan napas keras-keras dari mulut. Kemudian meletakkan telunjuknya kembali pada kertas pengumuman nilai fisika yang telah ditempel di depan papan tulis, barangkali ia salah lihat. Namun ternyata tetap sama. Nilainya tetap di bawah kkm, mengartikan bahwa ia harus remedial.

Gadis itu kembali duduk di bangkunya dan menumpukan kening pada kedua telapak tangannya dengan siku di atas meja. Sedih, menyesal, kecewa, kesal, marah, bercampur menjadi satu melambangkan perasaan Maira saat ini.

Gadis itu menarik tangannya, lalu beranjak mendekati Pak Erwin di samping papan tulis. "Pak Erwin, maafkan saya karna akhir-akhir ini saya susah konsentrasi. Masalah di rumah buat fokus saya pecah, Pak. Saya ngerti ini nggak bisa dijadikan alasan. Tapi saya bener-bener minta maaf, Pak Erwin."

Pak Erwin tersenyum memaklumi. "Saya bisa mengerti."

Maira mengangguk, walaupun alasan ketidakfokusannya bukan murni hanya karena itu. "Untuk menebus kesalahan saya, saya janji, Pak Erwin, saya bakal ngumpulin remedialnya dalam waktu dekat, entah itu nanti siang atau paling lama besok. Dan kalo Bapak mau, saya bisa ngerjain tugas buat nilai tambahan," tekadnya, membuat Pak Erwin tersenyum dan mengangguk.

"Baiklah, nanti saya beritahu lagi apa yang harus dikerjakan untuk remedial maupun nilai tambahan," kata Pak Erwin.

Bersamaan dengan itu, bel istirahat berbunyi. Membuat murid-murid berhamburan keluar kelas. Mengisi perut mereka yang sudah berontak dari tadi. Atau barangkali untuk melepaskan penat sehabis melihat hasil nilai ujian di papan tulis.

Ketika Maira dan ketiga temannya keluar kelas, Bagas yang sedari tadi menunggu di depan kelas, beringsut dengan cepat mendekati mereka.

"Eh, Maira, kamu kenapa?" tanya Bagas berjalan mundur di depan Maira yang tampak sedang memikirkan sesuatu. Terlihat dari dahinya yang berkerut.

"Pergi aja deh lo, Gendut! Kedatengan lo cuma bisa buat Maira jadi marah," ucap Billy yang berada di samping Cindy.

"Ah, yang bener?" Bagas tersenyum lebar sambil menjawil dagu Billy gemas. "Orang aku pengennya sama kamu kok," katanya kemudian menaikturunkan alisnya sambil mengerling sebelah mata pada Billy.

Billy menepis tangan Bagas. "Ih, apaan sih lo! Jijik banget gue!" Lalu cowok itu mengeluarkan hand sanitizer dari saku almamater dan menuangkan pada tangannya yang digunakan untuk menepis Bagas, juga mengusap dagunya.

"Maira butuh hiburan kayaknya, Gas. Soalnya baru kali ini nilai ujian dia rendah." Cindy di samping Billy dan Maira akhirnya membuka suara.

"Cindy!" protes Maira karena Cindy membicarakan permasalahannya pada cowok yang sangat dibencinya itu. "Lo denger baik-baik, lo sebaiknya pergi dari hadapan gue! Jangan temuin gue apalagi gangguin gue!" lanjutnya pada Bagas, meninggikan volume suaranya agar cowok itu dapat memahami perkataannya.

Tidak ingin memperkeruh keadaan, yang lain hanya terdiam. Juga dengan Bagas yang kini tersenyum tipis, kemudian berlari pergi dari hadapan Maira.

Ketika Maira duduk dengan ketiga temannya di kantin dan telah memesan makanan, Bagas kembali datang dengan membawa beberapa gorengan dalam pelastik kecil, dua bungkus roti, empat bungkus beng beng, sekotak nasi goreng, dan satu botol mineral dalam satu pelastik besar.

Dengan diiring senyuman, ia mengambil bangku ke sisi samping Maira setelah menaruh pelastik bungkusan itu di atas meja. "Kalo aku lagi kesel atau lagi sedih, biasanya aku makan atau kalo nggak dengerin lagu." Ia membuka pelastik dan menyodorkan makanan yang telah dibelinya itu pada Maira. Dalam hati, ia bersorak gembira karena sudah berhasil mengelabui Genta dan Fareed dengan alasan ia tidak mempunyai uang. "Makanya aku ngebeliin banyak makanan ini biar marah kamu bisa cepet reda."

"Tuh anak emang nggak bisa ya dibilangin. Udah tau Maira lagi dalam mood yang buruk, masih aja diganggu," sewot Billy memandang Bagas.

Cindy yang berada di sampingnya menyahuti perkataan Billy. Sambil menopang dagu, ia berkata, "Kenapa gue nggak pernah digituin sama doi ya, kalo gue lagi marah?"

"Ha elah, Cin." Billy mendengkus.

"Abisnya kadang gue iri, Bil. Gue punya doi serasa nggak pacaran kadang," lanjutnya yang hanya membuat Billy memutar bola matanya, malas.

"Lo dicariin, taunya di sini, Gas," suara Genta dari arah belakang Bagas. Matanya beralih menatap makanan. "Oh, jadi buat ini uang itu. Bagi dong!" Kemudian mengambil satu bungkus roti dan melahapnya perlahan. Sedetik kemudian ia tersadar setelah melirik ke arah Maira dan teman-temannya. "Ke lain meja, yuk! Nggak usah di sini," kata Genta sembari menepuk bahu Bagas.

Bagas melepaskan tangan Genta sambil berkata, "Duluan aja."

Fareed menyentuh pundak Genta dan mengisyaratkan untuk segera duduk. Membiarkan Bagas melakukan apa pun yang disukainya. Genta menghela napas, menatap tajam Maira sejenak, lantas beringsut ke meja kantin yang lain.

Sementara Bagas, ia kembali berkata pada Maira, "Maira, kamu nggak mau? Makan aja nih sebelum pesanan kamu dateng." Lalu ia mengedarkan pandangannya pada ketiga teman Maira. "Kalian kalo mau ambil aja. Nggak usah malu-malu karna belum saatnya nunjukin kemaluan," katanya ngawur.

Maira memejamkan matanya rapat-rapat, lantas berdiri dengan menggebrak meja, memandang lekat-lekat Bagas. "Gue udah coba bilang baik-baik sama lo 'kan tadi, nggak usah temuin gue?!" Suara Maira menggelegar. Sampai-sampai semua orang yang berada di kantin, melihat ke arah mereka. Memandang dengan penasaran dan rasa ingin tahu yang menggebu-gebu.

"Lo nggak ngerti juga ya? Udah berulang-ulang gue nunjukin kalo gue itu nggak bakal bisa ngelirik apalagi suka sama lo. Nggak bakal simpati sama perasaan lo. Berulang-ulang ngabaiin lo. Tapi apa? Lo mau rela-relain ngelakuin ini semua, padahal nggak ada arti apa-apa di mata gue!" kata Maira dengan keras sembari melihat Bagas.

"Maira...," panggil Bagas sambil berusaha menyunggingkan senyuman, walau hanya senyum tipis. Sebisa mungkin ia menahan emosi Maira yang kini meledak-ledak. "Aku—"

"Lo tau nggak, lo cuma buang-buang waktu ngelakuin ini semua! Karna gue... nggak akan pernah mandang lo apalagi suka sama lo!" sela Maira, bahkan sebelum sempat Bagas menyelesaikan kalimatnya. "Lo camkan itu baik-baik, biar lo berhenti buang-buang waktu cuma buat ngelakuin hal yang nggak guna kayak gini!" lanjutnya dengan wajah memerah, lantas berlalu meninggalkan Bagas.

Teman-temannya menghela napas dan beranjak dari duduk. Kemudian segera berlari untuk menenangkan Maira. Sebelum itu, Billy sempat mengeluarkan umpatannya pada Bagas. "Ini semua gara-gara lo, Gendut!"

Namun, Talia lebih memilih berkata dengan nada yang lembut dan senyum tipis pada Bagas. "Sabar ya.... Maira emang suka nggak terkontrol kalo lagi emosi, entar juga sadar kok." Kemudian berlalu menyusul kedua temannya, mengejar Maira.

***

[31 Desember 2017] - [30 Juni 2018]

Raksa Cinta #ODOC_TheWWGWhere stories live. Discover now