Sudah satu minggu sejak gue meminta Tisa untuk dateng ke Mama, dan hari ini ialah waktu pengadilannya alias gue bawa Tisa ke Bogor. Gue sengaja nggak tidur di Bogor semalem karena males banget kudu bulak-balik Bogor-Jakarta-Bogor. Dan nggak mungkin juga kan gue ngebiarin si Tisa dateng ke Bogor sendirian, walaupun sebenernya mau aja gue. Tapi, demi diakui anak sama nyokap sendiri, mending berkorban tidur di office lagi deh.
Jam sudah menunjukkan pukul delapan pagi dan gue masih leyeh-leyeh selimutan di sofa bed. Semalem gue udah whatsap Tisa sih nanti gue jemput jam sembilan-an, jadi ini mungkin gue gegoleran dulu sampai jam setengah sembilan baru mandi. Baru niat yang terucap, iphone gue berdering. Aya!
"Halo." Jawab gue dengan suara berat.
"Kamu hari ini beneran nggak bisa nemenin aku spa ya Yang? Kita udah lama loh nggak ketemu?" Yang palelu peyang, seenak jidat banget manggil Yang!
"Aku mau ada meeting Ya. Lain kali ya." jawab gue malas.
"Kamu kok gini sih sekarang? Udah nggak mau lagi sama aku? Udah bosen sama aku? Ngomong dong maunya apa?" cerocos Aya panjang.
Mau gue, lu gausah ganggu tidur gue bisa Ya?
"Udahlah Ya, drama banget. Lagian emang dulu aku bilang mau sama kamu? Kita begini kan karena sama-sama senang aja kan?" Oke fix gue bakalan dikatain kejam sama seluruh penduduk wanita di Indonesia.
"Ih kok kamu gitu sih? Aku sayang sama kamu Abi, tolong dong ngertiin aku yang mau kamu deket aku terus. Aku kan pacar kamu." Jawabnya lirih.
Duh capek gue ngeladenin bocah kayak begini. Udah ah putusin aja dari pada ganggu tidur gue.
"Pacar? Kapan kita pacarannya?" tanya gue.
"Kamu gausah jahil ya pagi-pagi Bi. Aku gak mempan kamu jahilin!" Bentak Aya.
"Udahlah capek gue ladenin elu. Dari dulu juga kita deket kan karena temen, sama-sama enak ngobrol. Emang gue ada memberikan spesifikasi kalau lu itu pacar gue? Nggak kan?" cecar gue kejam. Udahlah biarin gue mau selesai aja.
"Abi, kamu berubah ya! Kita putus!" Aya langsung menutup panggilan dari gue.
See? Gak perlu gue putusin aja minta putus sendiri. Wanita ini aneh bin ajaib.
Makasih loh Aya, gue akhirnya gak bisa gegoleran lagi. Memutuskan mandi dan bersiap menjemput Tisa a.k.a nenek sihir dirumahnya, yang ntah dimana itu alamatnya.
Sembilan kurang lima menit, gue sudah siap dengan wajah ganteng gini. Okey dude, let's get a shoot today! Akting gitu loh maksudnya, aktor dan aktrisnya, gue sama Tisa.
***
Setelah berputar-putar mengitari Jakarta Barat karena gue nyasar mulu, nggak ngeh ini apa yang dibilang si Mbak google maps, akhirnya sampailah gue di depan sebuah rumah minimalis tapi rindang banget ini. Banyak pepohonan yang ditanam dan bunga-bungaan yang menambah suasana segar rumah ini. Jadi nggak berasa lagi di Jakarta udaranya enak gini.
Gue melangkah keluar dari mobil. Iyalah, gue memutuskan masuk ke rumahnya karena nggak sopan banget main bawa anaknya si empunya rumah tanpa izin terlebih dahulu. Gini-gini manner gue masih setinggi langit coy!
Tak berapa lama setelah memencet bel yang berada didekat pintu pagar, seorang wanita paruh baya yang gue kenal sebagai Ibunya Tisa ini datang menghampiri. Wajahnya sumringah banget menyambut gue. Pede banget lu Bi!
"Ya ampun, Abi. Bunda nggak nyangka bakalan kesini lagi. Yuk masuk." Ajaknya setelah membukakan gerbang untuk gue.
"Tisanya ada Bu?" tanya gue sopan.
YOU ARE READING
Eensklaps | PUBLISH ULANG VERSI WATTPAD
General FictionKebetulan itu hanya membumbungkan harapan. Jika sudah di puncaknya, manusia menilai alam semesta berkonspirasi untuk mempertemukan sebuah kenyataan. Dan gue, tak menganggap kebetulan adalah sesuatu yang harus gue puja-puja. -Balerin Nastisha (Tisa...
