(17) Tisa: To the Point, Please!

20.7K 2.5K 126
                                    

Gila-gila!

Hari ini gue bisa balik cepet. Mbak Bianca tadi ngomong kalau anak FaStyle bisa pulang jam 4 sore hari ini. Berasa menang undian rumah 1 Milyar!

Ya walaupun embel-embelnya 'cuma hari ini'. Karena besok kita harus lembur untuk meeting konsep ulang tahun FaStyle. Nggak apa-apa, intinya pulang cepet.

Hari ini Abi pulang ke Jakarta. Entah kenapa kok gue bahagia banget ya?
Setelah satu minggu nggak ketemu sama sekali, ditambah perjalanan bisnisnya tiga hari ke Malaysia, gue nggak ketemu Abi. Itu sejak nikahannya Ana-Adit loh. Setelah adegan gue nangis bombay di kamar hotel yang............... Ah sudahlah kalian tahu kan?

"Tis, langsung balik?" tanya Mbak Bianca yang melihat gue sedang beres-beres meja.

"Iya, Mbak. Kenapa? Masih ada yang harus gue kerjain?" tanya gue sambil memasukkan ponsel ke sling bag.

"Eh, nggak kok. Hati-hati ya. Besok lembur loh, catet!" Mbak Bianca mengingatkan.

Ini sebenernya nggak perlu diingetin juga gue bakalan inget. Bukan cuma gue sih, seisi lantai 17 tower Nat TV ini pasti inget. Gimana nggak inget? Mbak Bianca ngumumin pake mikrofon kenceng-kenceng.

"Lo nggak perlu ngingetin gue, Mbak. Terpatri di memori gue! Sangat." Seringai gue sambil tersenyum memamerkan gigi.

Mbak Bianca geleng-geleng, "Yang tempo hari jemput lo itu pacar?" Mbak Bianca bikin jantung gue lepas.

"Huh? Yang mana, Mbak?" Ini jantung stabil dikit bisa nggak sih? Mau mati nih gue ditanyain.

"Cowok yang gede tinggi itu. Yang rada putih. Badannya oke itu. Yang bawa Range Rover." Edun! Ini produser gue anggota akun lambe turah apa? Sampe hapal merk mobilnya segala.

"Eh? Temen Mbak itu." Beneran kan? Temen gue. Catet! Temen!

"Temen kok jemputnya tiap hari? Eh tapi kayaknya habis nikahan Ana dia jarang jemput lagi ya? Berantem?" gini nih produser gue. Kepo bener urusan gue. Heran.

"Udah ah, Mbak. Itu temen gue kok. Namanya Abi. Iparnya Ana. Temen ngobrol." Jawab gue yakin. Yakin nggak ya?

"Hmmmm, kalian sahabatan seleranya sekeluarga ya? Hebat!" Mbak Bianca mengacungkan dua jempol tangannya.

Apasih hebatnya? Heran.

"Udah Mbak. Nggak usah ikut-ikutan Ina deh hobi gosip. Kalau gue nikah juga bakalan ngasih undangan untuk Mbak Bianca dan partner." Sengaja gue tekenin di 'partner'-nya. Mbak Bianca janda kembang di sini. Dan sampai sekarang masih available.

"Anjrit lo!" gue keluar ruangan sambil tertawa lebar mendengar Mbak Bianca memaki-maki gue.

Gue segera menuju basement, tempat gue memarkirkan mobil.

Sebelum gue memencet tombol unlock mobil, ponsel gue berdering.

Abi Calling.......

"Halo." Jawab gue ramah. Sumringah banget lu Tis! Najong.

"Dimana?" ini manusia bukan bales sapaan gue, nanya dimana kayak mau nagih utang.

"Di kantor, mau balik. Lo udah di Jakarta?"

"Lagi mau boarding." Jawabnya lagi. Ketus amat, Mas? Balas dendam?

"Ini pake nomor indo? Mahal Abi." Gue kaget dia masih calling gue pake nomor Indonesia dan dia di Malaysia.

"Maaf ya Mbak Tisa, saya nelfon Anda via whatsapp." Membuta gue terperangah. Bego lu, Tis.

Gue manggut-manggut. Padahal Abi juga nggak bisa lihat gue kan yak?

Eensklaps | PUBLISH ULANG VERSI WATTPADTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang