01

22K 838 42
                                    

Jadi aku mau merevisi cerita ini, banyak banget penulisan yang kurang rapi.

Tapi, tenang aja. Aku TIDAK menghapus ceritanya, hanya MEREVISI saja.

Jadi, kalian yang baru aja ketemu sama ceritanya atau mungkin mengulang membaca, bisa santai bacanya.

Semoga kedepannya cerita Prince Pilot lebih baik lagi. Tolong bantu ingatkan juga kalau masih ada kesalahan atau typo yang muncul.

Karena aku juga manusia, pasti punya kesalahan.

Juga vote dan komennya sebagai dukungan untukku.

TYSM

Olin terbangun dengan tampang yang sudah tidak apik. Seperti mata sembab, hidung memerah, dan wajah membengkak. Sangat menggelikan menurutnya. Ia mengusap kasar wajahnya untuk mengumpulkan kesadaran.

Entahlah, ia merasa tubuhnya sedikit—ah! Lebih tepatnya sangat lelah dari hari-hari sebelumnya. Namun, karena memiliki kewajiban sebagai seorang mahasiswi, ia harus beraktivitas seperti biasa sebagaimana mestinya. Datang ke kampus, bertemu dosen juga kedua sahabat karibnya sejak sekolah menengah pertama, lalu kembali ke rumah atau mengerjakan tugas yang diberi dosen di tempat tertentu. Sesuai mood.

Setelah meregangkan otot ia langsung ke kamar mandi. Memilih berendam karena ingin menjernihkan pikirannya. Ia masuk ke dalam bathtub penuh busa itu lalu memejamkan mata. Tiba-tiba kejadian semalam terlintas dalam pikirannya.

Olin diminta untuk berkumpul di ruang keluarga oleh Mommy dan Daddynya, terlihat juga sang kakak yang sedang asik menonton televisi bersama.

"My Sistaaaa!!!" Olin berlari dan memeluk Celine.

"Sweety, come here." Raline menggeser tubuhnya dan menepuk sisi sofa yang sebelumnya beliau tempati. Olin langsung bergabung dengan mereka dan duduk di antara Raline dan Celine.

"Dad, what happen? Tumben, minta kumpul di ruang keluarga kayak gini?" tanya Olin memecah keheningan. Entah mengapa ia merasa suasana di sekitarnya cukup menegangkan.

"Nope, memangnya salah kalau Dad ingin berkumpul bersama?" tanya Daddy.

"Nggak sih, tapi nggak kayak biasanya aja," ujar Olin heran.

"Iya, jarang-jarang kita seperti ini. Karena kesibukan Kakak dan Daddymu," kata Mommy melirik ke arah Alex dan Celine. Dari tatapannya mengandung kesinisan dan dibuktikan dengan suaranya yang sedikit mendesis.

Olin mengangguk saja. Memang keluarganya termasuk golongan orang sibuk. Walaupun mereka bukanlah keluarga pengusaha besar, tetapi mereka cukup disegani. Malam itu suasana cukup kondusif bahkan sesekali bersenda gurau tentang kejadian konyol yang menimpa mereka. Hingga.

"Dad ingin berbicara denganmu, Lin." Seketika ruangan tersebut hening. Hanya suara televisi yang terdengar kecil.

"Ada apa, Dad?" tanya Olin bingung sambil melihat Celine dan Raline bergantian.

"Jadi, Daddy sudah menjodohkanmu dengan anak dari sahabat Daddy, dan kami sepakat akan menikahkan kalian."

Deg.

Seketika tubuh Olin merasa lemas tidak bertenaga setelah mendengarkan pernyataan Daddynya barusan. Bahkan, dia tidak menyadari setetes air turun dari pelupuk matanya.

"Why?" cicitnya. Pikirannya terasa kosong dan hampa. 

"Because that's a good chance, Sweety!" ucap Dad tenang dan tegas.

"Kenapa Daddy harus menjodohkanku dengan sahabat Daddy? Kenapa nggak Kak Celine saja?" sanggah Olin dengan nada suara naik satu oktaf.

"Dad sudah mengaturnya dan kamu tidak bisa membantahnya." putusnya final dan langsung melenggang pergi meninggalkan mereka semua.

"Benar yang dikatakan Daddy, Sayang. Daddy tidak akan memilihkanmu pasangan yang tidak baik," ucap Raline lembut dan pengertian.

"It's okay, Mom. I'm fine," ucap Olin tegar, tepatnya berusaha tegar.

"Dek, kamu tenang aja ya. Pasti itu pilihan terbaik yang sudah dipilih oleh daddy. Dan daddy tidak mungkin salah dalam memilih apalagi ini soal pasangan hidupmu nanti," ucap Celine sambil mengelus lembut punggung Olin yang bergetar.

"Ya sudah, lebih baik kamu sekarang langsung pergi tidur karena sudah malam." 

Olin mematuhi dan pamit sebelum pergi. "Good night, Mom, Kak!"

"Night too, Sweety," jawab Raline dan Celine bersama.

Dengan langkah gontai, Olin memasuki kamarnya. Dengan pikiran kacau ia mengunci pintu rapat-rapat karena tidak ingin diganggu malam ini.

"Kenapa daddy jadi kayak gitu sih!" batin Olin lagi sambil memukul bantal dan guling. Entah berapa lama ia menangis sampai bayangan gelap membawanya menuju mimpi.

Olin menyudahi berendamnya setelah merasa tubuhnya cukup rileks. Ia berkemas dan sedikit berias. Cukup natural, bahkan tidak begitu terlihat riasannya jika tidak jeli melihatnya. Diraihnya sebuah clutch bag dengan merek terkenal dan dipakainya stocking berwarna kulit.

"Morning!"

"Morning too, Sweety!" ucap Raline dan Celine bersamaan.

Olin mempunyai kakak bernama Celine Jane Maurer. Celine acap kali menjadi satu-satunya tempat Olin berkeluh-kesah karena bila Olin bercerita ke mommynya masih terasa sedikit mengganjal. Jika Olin sudah mengadu pada Celine, hilang sudah kegelisahan yang ada pada dirinya.

"Where's Daddy, Mom?"

"Ada meeting penting pagi ini," jawab Raline sambil menyiapkan makanan.

Olin mengangguk paham. Alex ini memang orang yang cukup sibuk. Namun, sesibuk-sibuknya di kantor beliau tidak pernah lupa akan keluarga di rumah. 

"Kamu ada kuliah jam berapa, Dek?" tanya Celine.

"Jam 9 nanti, Kak."

"Skripsi kamu kapan, Dek? Kok nggak lulus-lulus sih kuliahnya?" tanya Celine menggoda Olin.

"Sebentar lagi Kak, ini juga aku lagi serius biar bisa cepat skripsi." Olin sudah paham akan Kakaknya yang gemar menggoda. Bahkan dia sudah kebal dengan segala macam godaan Celine.

"Iya bagus tuh, kamu juga jangan terlalu banyak main. Seriusin belajar biar sukses kayak Kakak kamu, tuh lihat lagi makan saja sempat-sempatnya kerja," sindirnya pada si sulung.

"Iya nih, nggak tahu waktu deh kalau sudah urusan kerjaan," timpal Olin balik menggoda.

"Iya deh iya, sudah nih," ucap Celine sembari menaruh smartphonenya ke dalam tas dengan bibir sedikit mengerucut. Seketika Olin dan Raline tertawa dibuatnya. Menggemaskan, seperti bocah yang masih bersekolah.

Celine memang salah satu orang sukses di Indonesia, sudah membuka butik besar yang berpusat di Jakarta serta cabangnya hampir di seluruh penjuru negeri.

Ah, aku sangat bangga padanya. Semoga aku bisa sama sepertinya sukses berkarir. Olin membatin.

Mereka sarapan dengan keheningan. Selepas itu, Olin dan Celine langsung berpamitan kepada Raline. Yah, begitulah keseharian mereka sehari-hari di pagi hari. Hanya saja hari ini kurang satu orang yang berperan sebagai kepala keluarga itu.

To Be Continued

Wohoo

Sukses terus!

PRINCE PILOT [END]Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum