24

5K 238 10
                                    

Sebelum membaca luangkan untuk memencet tanda bintang

Happy Reading
_____________________________________

"Selamat siang, Pak," Dyan menghampiri Pak Zied yang sedang membereskan peralatan pancing.

Pak Zied membalikan badannya, menghadap ke orang yang menyapa. "Selamat siang."

"Nah Pak, ini keluarga saya." ucap Devan mengenalkan semua keluarganya. Mereka semua berjabat tangan dan saling memperkenalkan diri.

"Kalau gitu mari masuk dahulu, maaf rumahnya sederhana sekali," ujar Pak Zied tak enak hati.

"Oh tidak apa-apa Pak, justru saya berterima kasih sekali dengan kedermawanan Pak Zied terhadap putra kami ini," sergah Kevin.

Pak Zied tersenyum dan kembali mempersilakan mereka masuk ke dalam.

"Bu, ini ada keluarga dari Nak Devan datang!" seru Pak Zied sembari mencari keberadaan istrinya.

Tak lama kemudian istri Pak Zied datang menghampiri keluarga Devan. "Wah ada yang datang ke sini rupanya, silakan duduk semua."

"Bu, ini keluarganya Nak Devan. Mereka datang ke sini untuk menjemput Nak Devan," kata Pak Zied.

"Oh begitu rupanya, saya senang sekali Nak Devan sudah bisa bertemu dengan keluarganya kembali," kata istri Pak Zied tersenyum hangat.

"Baiklah saya tinggal ke belakang dahulu, mengambil minum untuk kalian," pamitnya pada semua orang.

"Tidak usah repot-repot, Bu. Kami datang ke mari beramai-ramai seperti ini sepertinya sudah sangat merepotkan," ujar Dyan tak enak hati.

Istri Pak Zied tersenyum. "Tidak apa-apa, ya sudah saya tinggal sebentar ya."

Akhirnya mereka—Dyan, Kevin dan Olin menganggukkan kepala saja.

Devanpun pamit kepada semuanya untuk menyusul, dan membantu istrinya Pak Zied.

"Kalian pasti langsung dari Indonesia ya?" tanya Pak Zied memulai perbincangan.

"Iya, Pak, kami semua datang langsung dari Jakarta setelah mendapat kabar bahwa Devan berada di sini," jawab Kevin senang namun tetap dengan ketenangannya.

Pak Zied tersenyum dan menganggukkan kepalanya. "Pasti sangat melelahkan sekali menempuh ke tempat ini ya, lebih baik kalian istirahat saja terlebih dahulu."

"Terima kasih banyak Pak Zied, boleh saja asal tidak merepotkan sekeluarga," tukas Dyan bergurau. Pak Zied tertawa hangat.

"Oh dengan senang hati, saya tidak sama sekali merasa di repotkan. Malah saya senang dapat berbincang-bincang seperti ini."

"Bapak bisa aja," sahut Olin.

Olin terlihat mencari sesuatu dengan menclingak-clingukan kepalanya. "Oh iya, ngomong-ngomong anak Bapak dan Ibu ada di mana? Saya belum melihatnya sama sekali."

Pak Zied tersenyum. "Saya tidak memiliki anak, Nak Olin."

Olin, Kevin, dan Dyan tersentak mendengar pernyataan yang diucapkan oleh Pak Zied.

"Maaf Pak. Bukan maksud sa—"

"Tidak apa-apa, Nak. Lagi pula kalian belum mengetahuinya. Maka dari itu, adanya Nak Devan membuat saya dan istri senang. Merasa seperti memiliki anak, dan kami sangat menyayangi Nak Devan seperti anak kandung kami sendiri," ujar Pak Zied sendu tapi, ia berusaha untuk tetap tersenyum

"Nah, ini diminum dulu semuanya," Istri Pak Zied datang membuat mereka semua mengalihkan pandangan kepada titik fokus.

"Aduh repot-repot sekali, Bu. Terima kasih banyak," Dyan bangkit dan membantu menaruh gelas yang terdapat dalam nampan.

PRINCE PILOT [END]Onde histórias criam vida. Descubra agora