08

7.9K 373 15
                                    

Vote dan komennya jangan sampai ketinggalan

Selamat membaca

Dyan menyambut Olin dengan hangat. Bahkan dekapannya cukup erat. Sepertinya dia memang sudah menanti kedatangan Olin.

"Halo Olin, seneng banget deh akhirnya kamu datang lagi ke ke sini. Sering-sering main ya, maklum penghuni rumahnya sibuk semua," ucap Dyan sambil memeluk Olin kembali.

"Iya, Tante," sahut Olin dengan senyuman.

"Ya ampun, Ma, kayak setahun gak pernah ketemu aja deh," ujar Devan.

Dyan memutar bola matanya malas. "Biarin aja sih, lagian Mama juga kesepian di rumah. Papa kamu sibuk, terus kamu sering banget flight, Sheila juga sibuk sama tugasnya. Kapan coba temenin Mamanya?" cecar Dyan pada Devan dengan mata melotot.

Olin hanya tersenyum melihat kedua orang itu, ada rasa kasihan melihat Dyan selalu kesepian bila suami dan anak tersayangnya jarang berkumpul.

"Iya-iya deh, aku juga flight buat kebutuhan sehari-hari. Apalagi nanti kebutuhan aku makin bertambah kalau sudah menikah," ucap Devan tengil sambil mengerling pada Olin yang malu-malu.

"Iya bener juga kamu. Nanti kalau kamu sudah menikah dengan Olin pasti Mama tidak kesepian lagi, karena sudah ada yang temani. Apalagi nanti kalau sudah ada cucu-cucu yang menggemaskan," Dyan menangkup wajahnya dengan kedua tangan sambil membayangkan keluarga anaknya di masa depan.

Olin mendengarnya malu, semburat merah di wajahnya makin terlihat. "You are blushing, Sweety," bisik Devan tepat di depan telinga Olin. Olin pun salah tingkah dan memalingkan wajahnya ke arah lain agar tidak terlihat malu. Tidak terbayang semerah apa wajahnya kini.

"Sudah-sudah, Devan, kasian Olin tuh. Diledek terus!" ucap Dyan sambil menepuk bahu Devan yang tertawa.

"Ayo Olin kita masuk, Tante mau ngobrol banyak sama kamu," Dyan menggandeng tangan Olin tanpa menghiraukan putranya itu.

"Anaknya Mama itu aku atau Olin? Masa anaknya gak diajak masuk!" sungut Devan.

"Terserah kamu, mau pergi juga gak apa-apa. Mama maunya sama Olin aja," sahut Dyan tanpa menoleh, sedangkan Devan mencibir pelan.

Devan mengikuti dua perempuan beda generasi itu sampai ke ruang keluarga. Lagi-lagi dia menjadi nyamuk di antara mereka. Bia benar-benar dianggurin.

Hembusan napas terdengar dari hidung Devan. "Gini deh kalo wanita bersatu. Pasti udah asik sendiri."

Olin yang melihat Devan merasa dianggurin jadi kasihan. Dia mengode wanita di sampingnya agar lebih mendekat.

"Tan, itu Devannya kasian. Dari tadi kita anggurin dia loh," ucap Olin berbisik di samping telinga Dyan.

Dyan tertawa pelan. "Iya, kasian juga. Lagi, kadang-kadang tante kesel sama dia," sahut Dyan.

"Emangnya kenapa, Tan?" tanya Olin.

"Ya gitu deh, udah Lin kamu temenin dia aja. Tante mau ke dapur dulu, siapin makan malam." ucap Dyan.

Olin tersenyum. "Boleh aku bantu?"

"Gak perlu, Tante bisa sendiri kok. Kamu temani dia aja," Dyan menunjuk Devan yang asik memakan keripik di atas karpet.

"Ya udah, kalau gitu tante tinggal dulu ya?" sambungnya. Olin pun menganggukan kepala tanda mengiyakan.

Olin mendekati Devan sambil menahan tawanya. Wajah merungut Devan sangat tidak cocok dengan wajahnya.

"Gak kecepetan tuh ngobrolnya?" sindir Devan kesal membuat Olin tertawa.

PRINCE PILOT [END]Where stories live. Discover now