19

4.7K 220 0
                                    

Vote dan komennya ya jangan lupa

Happy Reading
_________________________________________

Sudah seminggu lamanya laki-laki itu terdampar di pulau tersebut. Rindu rasanya bertemu dan berkumpul dengan keluarga, serta rekan-rekannya.

"Nak, mari makan dulu. Makanannya sudah siap." ucap istri Pak Zied.

"Iya bu, nanti saya akan makan." sahutnya dengan senyum khasnya.

"Jangan nanti-nanti, takutnya nanti malah sakit kalau nunda-nunda makan." tukas istri Pak Zied.

"Iya bu, saya makan sekarang." akhirnya dia menyerah dan ikut makan siang bersama keluarga Pak Zied.

Pak Zied dengan istrinya sudah menikah beberapa tahun silam, mungkin Tuhan belum mempercayakan keluarga tersebut untuk mendapat keturunan. Padahal mereka ingin sekali memiliki anak yang lucu, dan bisa membuat rumah tangganya lengkap.

"Ya sudah, ayo!"

Setibanya di meja makan, sudah ada Pak Zied yang telah duduk di salah satu kursi.

"Makan yang banyak nak, biar kau cepet pulih." ucap Pak Zied sedikit memberi candaan dan membuat mereka bertiga tertawa.

"Sini pak saya ambilkan," Istri Pak Zied mengambil piring dan menuangkan nasi serta lauk pauk untuk sang suami.

Pak Zied mengangguk. "Terima kasih, bu,"

"Kamu akan pulang kapan nak?" tanya Pak Zied kepada di hadapannya.

Laki-laki itu menunduk sedih. "Hm, secepatnya pak. Karena keluarga saya pasti sangat khawatir di sana mendengar berita kecelakaan ini, dan saya pun menghilang." Pak Zied beserta sang istri merasa iba dengannya.

"Kami akan bantu sebisa kami agar kamu bisa bertemu kembali dengan keluargamu, tapi kamu tahu sendiri kami keluarga yang serba pas-pasan. Jadi kami tidak bisa membantu terlalu banyak," lirih Pak Zied.

Pemuda itu menggelengkan kepalanya. "Tidak pak, kalian sudah sangat membantu saya. Dengan diizinkan tinggal di sini dan diberi pakaian serta makanpun sudah sangat mencukupi, saya di sini merasa sangat merepotkan keluarga bapak." sanggah laki-laki itu.

Pak Zied serta sang istri tersenyum. "Kamu tidak merepotkan sama sekali, nak. Malah saya senang sekali, dengan adanya kamu kami dapat merasakan keluarga yang sesungguhnya. Kami dapat merasakan peran sebagai orang tua yang sesungguhnya," Istri Pak Zied memberi pengertian sambil mengelus punggung pemuda itu.

"Kalian bisa menganggap saya sebagai anak ibu dan bapak, dan saya pun senang bisa menjadi anak angkat dari keluarga sebaik ibu dan bapak. Bapak dan ibu bisa memanggil saya dengan nama saja, karena bila saya di panggil dengan nama merasa dekat dengan keluarga saya." ucap pemuda itu membuat Pak Zied dan istrinya tersenyum senang

Pak Zied menghembuskan nafas leganya. "Baiklah, kami akan membiasakan memanggilmu dengan nama saja."

"Iya, kamu juga boleh menganggap kami orang tua mu walaupun keadaan kami yang sangat sederhana." sambung istri Pak Zied.

"Jangan merendah diri seperti itu, bu. Saya merasa sangat senang dengan hadir dalam keluarga kalian." ujar pemuda itu dan kembali membuat Pak Zied dan istrinya kagum dengan pemuda itu yang tidak membanding-bandingkan materi kepada siapa pun.

Di lain sisi, Olin masih saja bersedih dengan kejadian seminggu yang lalu. Peristiwa jatuhnya pesawat itu, membuat dirinya hancur bagaikan tak bernyawa.

Keluarga dan sahabatnya yang melihatpun merasa kasihan dengannya, Olin seperti tidak mempunyai semangat hidup. Dia hanya diam menyendiri dan tidak terlalu banyak berucap, sekalinya mengucapkan kata hanya untuk berkepentingan saja seperti hendak ditawarkan makan oleh Raline, dia hanya menjawab dengan gelengan atau berkata 'tidak'.

Raline sudah menyerah membujuk Olin yang berbeda dari biasanya, dia merasa sangat sakit ketika melihat putrinya seperti itu.

Raline membuka pintu dengan membawa nampan yang berisi makanan serta minuman. "Lin, kamu makan dulu yuk. Nih sudah mommy bawakan makanan kesukaan kamu loh" ucapnya saat mendekati Olin yang duduk di pinggir ranjangnya

Olin menengok sekilas lalu kembali menoleh ke arah jendela, dan itu membuat Raline merasa sesak.

"Ayo dong Lin, kamu jangan seperti ini. Mana Olin yang mommy kenal, Olin yang mommy bukan orang yang cengeng dan pendiam." Raline mengeluarkan segala keluhnya kepada anaknya itu dan menahan tangisnya yang sangat menyesakkan.

"Kalau kamu seperti ini, gak akan bisa mengubah apapun Lin. Kamu harus bangkit, cari dia yang kamu butuhkan agar dia kembali ke sisi kamu." ucap Raline sambil terisak.

Olin hanya mendengarkan sambil menahan tangis, pelupuk matanya sudah dipenuhi oleh bulir air. Bahkan sekali berkedip saja air tersebut bisa meluruh.

Karena tidak dapat menahan bulir air matanya, akhirnya terjatuh juga mulai dari titik-titik sampai deras air mata itu terjatuh. "Maafin Olin mom, Olin gak tau lagi harus apa. Olin merasa sudah tidak ada semangat lagi, sudah seminggu Devan tidak diketemukan dan—" Olin menunduk karena tidak dapat melanjutkan ucapannya.

Raline yang mendengar isak tangis Olin memutuskan untuk mendekati putrinya untuk memberi ketenangan. Ia membawa Olin ke dalam pelukannya, sembari mengelus punggung puterinya. Olin merasa lebih tenang karena diberi kehangatan berupa pelukan seorang ibu pada anaknya.

"Olin takut mom, Devan akan ninggalin Olin selamanya. Pihak maskapai dan kepolisian sudah menutup kasus ini, dan sampai sekarang Devan belum juga diketemukan." ucap Olin menuangkan segala isi hatinya.

"Ssh! Kamu gak boleh ngomong kayak gitu. Mommy yakin Devan selamat, mungkin dia berada di tempat yang aman. Dan bisa saja dia lagi memulihkan dirinya akibat kecelakaan itu,"

Ucapan seorang ibu yang tulus dapat membuat semua para anak merasa tenang, itulah yang tengah dirasakan Olin sekarang. Dia senang mempunyai ibu yang mendukungnya dikala terjatuh seperti sekarang ini.

"Iya, mommy benar. Aku harus berusaha mencari Devan agar cepat diketemukan, aku harus bangkit dan gak boleh terpuruk dalam kesedihan terus-menerus. Terima kasih banyak karena mommy sudah memberikan Olin dukungan untuk semangat kembali, I Love You, Mom." Olin memeluk ibunya dan dibalas Raline dengan pelukan penuh kasih sayang.

"I love you more, sweety." Raline memeluk erat putri bungsunya yang sangat ia sayangi.

Raline melepaskan pelukannya. "Kamu harus makan dulu, biar tambah semangat untuk cari Devan–nya." ucapan Raline membuat Olin tertawa.

Raline tersenyum senang. "My sweety is come back!!!" dan pecahlah tawa mereka bersamaan.

- - -

Olin menghampiri mommynya yang sedang menyiram tanaman di kebun. "Mom, aku kerumah Mama Dyan ya. Ada yang mau aku omongin sebentar," izin Olin.

Raline menoleh dan kemudian mengangguk. "Sure sweety, kamu ke sana harus sama Pak Rahman ya."

Olin mengangguk mematuhi. "Iya mom, aku berangkat ya." Olin mencium tangan Raline.

"Iya kamu hati-hati ya, mom titip salam juga." ucap Raline.

"Iya mom, aku pergi assalamualaikum." pamitnya lagi.

"Waalaikumsalam," jawab Raline.

To Be Continued

Bisa update lagi sekarang hehe, boleh dong vote nya🤗

Cerita ini konfliknya gak terlalu berat kok, kalaupun iya pasti pikiranku bercabang nanti😂

PRINCE PILOT [END]Where stories live. Discover now