14

5.7K 232 1
                                    

Olin

Selama bepergian dengan Devan, aku mulai merasa nyaman dengannya. Dan dia selalu membuatku bahagia, walau kadang sifat menyebalkannya muncul... Huft.

Sekarang aku diajak oleh Devan menuju ke suatu tempat, rasanya tulang-tulang ku ingin terlepas dari tubuh. Tapi, karena rasa penasaran akhirnya aku mau ikut dengan Devan.

Sekali kali fullday-nya bener-bener bahagia, hahaha. ucapku geli dalam hati sambil cekikikan.

Senang karena sebelumnya aku diberi bunga, walaupun aku tidak terlalu suka bunga tapi, aku menyukai harumnya yang sangat memabukkan.

Apalagi harum seseorang yang mengasih bunga ini.

lagi-lagi aku terkikik dalam hati, tapi setelah itu menggelengkan kepala ku.

"Ih, apa sih Lin mikir kayak gitu udah gila nih kayaknya. No! Perasaan lo belum pasti untuk dia, jadi jangan berfikir yang gak–gak." tukas ku lalu menggeleng keras hingga Devan menyadarinya.

"Lin kamu kenapa geleng–geleng gitu? Kepala kamu pusing atau ada yang sakit?" cemas Devan, membuat hatiku menghangat.

Aku tersenyum dan menggelengkan kepala.

"Gak kok, aku gak apa–apa. Kamu gak usah khawatir,"

"Beneran nih gak apa–apa? Kalau kamu ada yang sakit bilang sama aku, kita langsung ke rumah sakit. Aku takut terjadi apa–apa sama kamu." rentetan pertanyaan yang diajukannya membuatku senang, bahkan tertawa kecil melihat mimik wajah Devan.

"Kok kamu malah ketawa Lin?" Devan bingung.

Lagi–lagi aku hanya tertawa, bahkan sekarang tambah keras setelah melihat wajahnya yang khawatir bercampur dengan rasa takut itu.

"Lin, kamu ga papa kan? Kok aku merinding ya?" ucapnya takut-takut melihatku.

Aku langsung menghentikan tawaku lalu melotot ke arahnya.

"Kamu kira aku gila gitu?" kesal ku.

"Aku gak bilang gitu loh" ujarnya.

"Halah, pake segala ngelak" tukas ku.

Dia terkikik. "Gak kok, beneran deh."

"Semua cowok emang sama aja," ucapku enteng.

"Semua cowo itu beda Lin, kalau semuanya sama nanti kamu bingung mana Devan yang asli dan mana yang palsu. Terus kalau Devan yang palsu deketin perempuan yang lain kamu cemburu padahal itu bukan Dev—" sebelum ucapannya diselesaikan, aku memotongnya.

"Bawel banget sih kamu, jangan–jangan kamu suka kumpul–kumpul sama perempuan terus ya. Bisa cerewet gitu," ujar ku.

"Iya, aku emang sering kumpul–kumpul sama perempuan." ujarnya enteng, seketika aku membelalakkan mata.

"APA?!" teriakku.

"Kenapa?" tanyanya polos dan malah menambah kekesalanku.

"Jadi kamu sering kumpul–kumpul sama perempuan–perempuan gitu, IYA?!" jeritku dan Devan malah terkekeh.

"Iya, kenapa?" Tanya nya lagi.

"Ih kamu ya," kesal ku.

"Aku kenapa?"

"Tau, bete, sebel, kesel, males ngomong sama kamu lagi." putusku.

"Emang aku ngapain sampai buat kamu sebel gitu?" tanyanya lagi dan aku memalingkan wajah ke arah jendela.

PRINCE PILOT [END]حيث تعيش القصص. اكتشف الآن