17

4.7K 250 0
                                    

3K readers, sedangkan votenya kebanting jauh?

Sedih hayati:(

Olin

Setelah kejadian tersebut, aku lebih ingin menenangkan diri di dalam kamar. Ada sesuatu yang bergemuruh di dalam dada, seperti suatu tanda tapi sulit untuk memecahkan teka-tekinya.

Tok-tok-tok

Lamunanku buyar ketika mendengar suara ketukan itu. "Masuk."

"Lin, sudah diobati belum jari kamu?" tanya mom terlihat cemas.

Olin tersenyum. "Udah mom, paling perih sedikit doang."

Mom tersenyum manis. "Beneran udah gak apa-apa?" tanya kembali mom memastikan.

Aku menangguk mantap. "iya mom, aku gak apa-apa kok"

"Ya sudah, makanya lain kali hati-hati biar gak sampai terluka kayak begitu." titah mom seperti biasa, akan keluar sifat yang tidak aku inginkan dari diri mom. Tapi, kadangkala aku merasa senang dengan sifat yang satu ini.

"Iya mom, tadi aku ceroboh aja makanya kena pecahannya deh." Aku tersenyum sembari meringis

Mom menghembuskan nafasnya. "Ya udah, kamu istirahat aja biar cepet sembuh. Gak usah terlalu banyak melakukan sesuatu!"

"Mom please gak usah lebay, aku cuma kena pecahan gini aja kok kayak abis sakit patah tulang." gerutuku sambil mengerucutkan bibir.

"Kan mommy gak mau terjadi sesuatu lagi sama kamu, sudah sekarang kamu jangan banyak bantah okay." perintahnya tegas.

Aku mengalah, karena dalam perdebatan seperti apapun aku tidak akan memenangkannya dari mom. "Iya-iya, terserah kata mommy aja."

Mom tersenyum. "Kalau gitu mommy mau ke belakang dulu."

"Okay, mom."

Setelah mommy menghilang dari balik pintu, aku langsung merebahkan tubuh di kasur. Aku merasa ada sesuatu yang terjadi tapi entahlah itu apa, yang pasti sepertinya ada hubungan erat denganku.

Sebaiknya aku menghubungi Raina saja, mungkin ia akan memberikan sedikit petunjuk dalam perasaan ini.

"Assalamualaikum, halo Rai."

"Waalaikumsalam Lin, kenapa nelpon? Tumben."

"Hm gini, lo bisa gak ke rumah gue. Ajak si Eriska juga, perasaan gue lagi gak enak nih."

Lama tak ada jawaban akhirnya aku kembali bersuara. "Halo Rai, lo masih disana 'kan?"

"Eh iya Lin, ini gue lagi mindahin buku ke atas lemari. Ya udah, nanti gue telepon Eriska deh terus ke rumah lo."

Aku tersenyum riang. "Bener ya Rai."

"Iya Lin, kapan sih gue boong sama lo." Aku terkekeh mendengarnya.

"Hehe, iya ya. Ya udah deh, gue tutup ya?"

"Iya Lin, gue abis ini langsung hubungin Eriska."

"Okay, bye."

"Bye."

Sambil menunggu mereka, aku memilih untuk membuat minuman untuk mengurangi rasa cemas ini.

PRINCE PILOT [END]Where stories live. Discover now