Lembar 6

946 79 2
                                    

Kamu seperti oase yang kutemukan di tengah gurun pasir. Begitu berharga.

♡♡♡

Jatuh cinta.

Seperti mengarungi samudera yang luas, lalu menemukan sebuah pulau yang teramat indah.

Tapi pulau indah itu bisa mematikan,

Jika kau berani merusaknya.

Begitulah cinta.

Ia menuntutmu untuk menjaganya, namun terkadang malah ia sendiri yang menyakitimu.

Tidak tahu diri.

Orang bilang, "jangan pernah menyalahkan cinta di atas semuanya. Karena kesalahan itu sendiri mutlak salah manusia."

Mungkin hal itu benar, tapi kurasa, bukankah cinta itu sendiri yang membuat manusia terkadang mabuk kepayang?

Menepikan ego, membuang rasa malu, bukankah ada begitu banyak hal yang dilakukan atas nama cinta?

Jadi, di manakah kebenaran itu?

***

"Eh, kalian kenal Arga?" Tanyaku suatu saat pada jam istirahat.

"Hah Arga? Siapa tuh?" Sahut Nadia sambil mengerutkan kening.

"Arga, kah? Aku kenal dia. Kenapa emang, Nai?" Ucap Amel sambil memakan kripik kentangnya.

"Do'i baru ya?" Manda menatapku jahil.

Aku menggeleng malu, berusaha menutupi gugup yang kurasa sebisa mungkin. "Bukan siapa-siapa."

"Trus ngapain nanya?"

"Cuma nanya aja, kayak pernah denger namanya di mana gitu." Sahutku kalem. Padahal sih, gugup banget takut ketahuan bohong.

"Arga itu yang mana, sih?" Tanya Nadia penasaran.

"Iya, yang mana sih, Mel?" Ikut Manda dengan tatapan penasaran.

Duh, kayaknya keputusanku salah deh menanyakan Arga pada mereka.

Mereka jadi benar-benar penasaran, kan.

"Itu loh Nad, yang biasa sama Rama. Yang anu itu lohh.. ah, apasih susah jelasinnya haha..."

"Bukannya Rama banyak temen ya?" Manda ikut menimbrung sedangkan aku mengambil sembarang buku di atas meja lalu fokus membaca --ralat, pura-pura membaca-- sambil mencuri dengar percakapan mereka.

"Yang biasanya pulang bareng Rama itu loh."

Aku mengerutkan kening. Pulang bareng Rama, ya?

Baiklah, aku akan melihatnya nanti.

Aku tidak tahu, sungguh, entah kenapa seseorang bernama Arga itu menggelitik alam bawah sadarku.

"Memang ciri-cirinya gimana?" Tanyaku tak tahan untuk sekedar menjadi pendengar.

"Yang gimana, ya? Intinya dia itu agak ganteng. Banyak loh cewek angkatan kita yang naksir sama dia, bahkan sampe kakak kelas pun ada."

"Ohh, yang ganteng itu?! Anak kelas sebelah, kan?" Tebak Nadia.

Amel mengangguk sebagai jawaban.

Duh.

Seketika aku merasa berdosa karena pernah berburuk sangka sama dia.

Ngapain juga dia ngechat aku kalo nyatanya banyak cewek yang naksir sama dia.

Tapi, apa alasannya ngechat aku waktu itu, ya?

Aneh, aku bahkan gak tau yang mana orangnya.

Atau jangan-jangan...

Aku ada bikin salah sama dia tanpa ku sengaja?

♡♡♡


Adiksi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang