Chapter IV.B

27 6 0
                                    

-Dilly Prawira-

"Selamat pagi semuanya," suara tegas Erika terdengar. Cherry yang sedang merapikan setumpuk naskah langsung berdiri dan membalas sapaan Erika begitu juga dengan beberapa editor dan staff lainnya. Di antara semua orang di sini, hanya aku yang tak peduli pada Erika. Aku tengah berkonsentrasi membaca Firasat Ailee milik Sraylira.

"Selamat pagi Dilly." Aku mendongakkan kepala. Erika tersenyum picik, matanya membesar seperti ingin menghisapku ke dalam bola matanya. "Pagi," balasku datar. Erika mengulangi sapaannya dengan nada lebih rendah.

Ah, dia memang pandai berakting.

Saat ini dia pasti sedang naik pitam karena aku mengabaikannya waktu sarapan di rumah, aku juga pergi duluan ke kantor karena aku tak mau kami pergi barengan. Aku tak mau orang-orang menyebarkan gosip antara aku dan Erika. Aku juga tak mau hubungan kakak-adik dengan Erika terekspos, aku bakal tambah digencet oleh Erika soalnya kalau orang-orang tahu kami kakak beradik.

Bayangkan saja apabila orang-orang tahu kami bersaudara. Erika pasti melakukan hal-hal yang dilakukannya di rumah padaku, dilakukannya juga di kantor. Ia akan memanggil, memeluk, menyuruh ini itu, merengek-rengek, dan serentetan penyiksaan lainnya. Aku? Tentu saja tidak ingin itu terjadi. Tidak pernah ingin.

Sebab itulah, aku mengancamnya ketika tahu dia adalah pimpinan redaksi penerbitan tempatku melamar kerja. Aku tak tahu kalau perusahaan yang baru berusia delapan tahun ini adalah miliknya. Aku tak begitu peduli padanya, yang aku tahu Erika adalah desainer, bekerja di sebuah rumah fashion. Tak ada seorang pun anggota keluarga yang tahu kalau dia pimpinan redaksi sebuah perusahaan penerbitan. Dia mengelabui kami selama delapan tahun ini!

Pada awalnya, aku yakin ia pasti menggagalkanku untuk bekerja di sini. Ia tak mau keluarga tahu pekerjaannya meski aku tak ada gambaran apa alasannya merahasiakan pekerjaannya ini. Aku lulus bekerja di sini karena kemampuanku dan faktor kurangnya editor.

Pertama kali aku bertemu Erika sebagai pimpinan redaksi adalah ketika pesta penyambutan anggota baru penerbitan. Aku dan beberapa orang lainnya diundang ke sebuah rumah makan untuk berkenalan. Saat itu, Erika menarik tanganku. Dia menyapaku serta. memberitahuku kalau dia adalah pimpinan redaksi.

Erika tidak tahu kalau aku membaca namanya di diagram organisasi kantor sebelumnya. Aku sudah mengetahuinya. Kemudian aku mengajukan pertanyaan padanya, "Erika, kenapa kau di sini?"

Dengan sebuah senyuman nakal yang menghiasi bibir, Erika menjawab, "Rahasia dong."

"Kau pimpinan redaksi, kan?" sahutku. Erika menatapku serius.

"Aku tak tahu alasanmu. Tapi yang jelas kau menyembunyikan pekerjaanmu pada keluarga kita, iya, kan?"

"Kau lucu sekali Dilly. Pekerjaanku adalah desainer. Di sini aku bekerja lepas sebagai ilustrator," balas Erika.

Aku memberinya senyum mengejek, "Erika, kau tidak pandai berbohong di depanku. Kita ini sudah dua puluh satu tahun hidup bersama."

Erika membalas dengan tawa ringan, "Dua puluh satu tahun hidup bersama? Ah, adikku tersayang, sini kakak peluk." Erika memanyunkan bibir, melebarkan tangan untuk menangkapku.

Kali itu aku beruntung karena bisa segera menghindar.

"Erika! Di sini, selama kita di kantor. Kau dan aku harus menyembunyikan fakta bahwa kita bersaudara! Jangan macam-macam padaku atau aku akan membeberkan pekerjaanmu pada keluarga besar," seruku. Erika diam sejenak. Aku merasa saat ini dia akan membalas ancamanku. Sekilas senyum terpatri di wajahnya.

Dunia Kepenulisan I (The Writing World)Where stories live. Discover now