Chapter VI.A

25 6 0
                                    

Aku memandangi layar laptop. Serentetan huruf tersebar dalam fokusan mataku. Ok, ini saatnya membaca ulang sambil revisi!

Bunda mengetuk pintu sambil membawa segelas air putih dan obat. Beliau menatapku hangat, "Mulai menulis lagi? Sudah sehatkah?" Aku mengangguk cepat, "Menulis kan fleksibel. Sehat, sakit, berdiri, duduk, terbaring. Menulis itu bebas," tukasku tegas. Bunda mendekat ke arahku. Meletakkan air putih dan obat di samping tempat tidur, "Minumlah obat biar cepat sembuh."

Setelah memastikan aku meminum obat, Bunda segera berlalu. Dan kini aku kembali berduaan dengan laptop lagi.

Aku kembali fokus pada naskah Firasat Ailee. Komentar-komentar Dilly kutelusuri satu per satu. Dia begitu detail. Dia menandai semua kesalahan penulisanku dengan fasilitas track changes di microsoft word. Ia juga memberi saran dan kritik. Ah~ aku merasa terbakar! Ada orang yang membaca, mengkritik sekaligus mendukungku! Ini adalah pertama kalinya dalam perjalanan penulisanku selama tujuh tahun ini!

Aku harus segera menyelesaikan naskah. Selesai hingga tak ada yang perlu direvisi. Dan yang terpenting, selesai tepat waktu.

****

Hari-H.

< Selesaikah? Ini hari revisi diserahkan padaku. Oh ya, kau sudah sembuh, kan?>

Aku membaca pesan Dilly. Pesan yang kutunggu sejak pagi tadi.

< Sudah. >

Apa aku terlalu to the point?

< Sipp!. Aku akan datang ke rumahmu sore nanti. Kau di rumah saja beristirahat. >

< Tidak! Jangan! Rumahku sepi. Aku akan menemuimu. Kafe A jam empat. >

Aku menatap layar handphone, semoga Dilly menerima tawaranku. Bunda ada jam mengajar sampai malam, Yasha juga nge-band siang nanti sampai malam, dan Ayah juga kerja sampai malam. Bisa gawat kalau Dilly datang.

Apa kata dunia?

Ah bukan! Apa kata Tuhan?

Tuhan bilang itu dosa! Tuhan bilang yang ketiga adalah setan!

< Oke. Jam empat kafe A. See U J. >

"Kakak, ada tamu kehormatan tuh." Yasha mengetuk pintu kamarku. Tamu kehormatan? Siapa?

Dilly??!!.

Bukankah aku sudah melarangnya ke sini? Tunggu! Ini baru jam satu! Aku membuka pintu kamar dengan was-was, "Dilly, ya?" tanyaku. Yasha menggelengkan kepala sambil menunjuk sesosok makhluk yang selevel menyebalkannya dengan Dilly. Tak lain tak bukan, Anis.

Gawat!.

"Taa daa!"Anis memberikan sebuah senyuman yang lebar. Apa dia tadi mendengar kata-kataku yang menyebut Dilly?

"Nah, Kak Anis. Kak Mela telah menyambut Anda. Jadi Yasha permisi dulu. Kak, aku nge-band dulu ya." Yasha berlalu. Anis melambai-lambaikan tangan mengantar kepergian Yasha. Sedetik kemudian Anis menatapku penuh curiga, kilatan petir tampak dalam bola matanya yang hitam. Ah~ Aku jadi bergidik.

"Oke, siapa itu Dilly?" tanyanya.

Aku berusaha menghindar, "D-dilly-Dilly-Dilly itu... siapa, ya?" Apa aku harus memberi tahu soal Dilly? Aduh, apa yang harus aku katakan sekarang?

Dunia Kepenulisan I (The Writing World)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang