Chapter X.B

29 6 0
                                    

-Dilly Prawira-

Seorang gadis berkulit putih memasuki ruang redaksi. Parasnya cantik, seperti perpaduan kecantikan asia timur tengah dan eropa. Rambut gadis itu cokelat bergelombang. Pakaian yang ia pakai sangat modis, hentakkan langkahnya yang anggun menambah nilai menarik bagiku sebagai laki-laki normal meski, tak ada perempuan yang membuatku tertarik dan penasaran dibandingkan Sraylira.

Beberapa pasang mata langsung menangkap kehadiran gadis itu. Sang gadis berhenti berjalan ketika membaca nama Erika –pimpinan redaksi- di pintu kaca yang ada tak jauh dari ruang editor –dimana gadis itu berada-.

Erika mengintip dari balik tirai ruangan, tak lama dari itu ia membukakan pintu dan menyambut sang gadis. Setengah berteriak dia memanggilnya, "Shera!! Sudah lama nggak ketemu!!" Mereka berdua berpelukan dan saling berbagi cium pipi. Lalu kehebohan terjadi karena ternyata gadis itu bermulut besar sama dengan Erika. Dua wanita rempong bertemu dan itu saat-saat menyebalkan karena merusak daya konsentrasiku.

"Perhatian semuanya, kita kedatangan tamu istimewa hari ini," seru Erika.

"Halo semua! Saya Shera, seorang penulis skenario film, FTV sampai sinetron di sebuah production house. Salam kenal" Shera melambaikan tangan dengan semangat dan senyum yang merekah di bibir merah.

Cherry menoleh padaku, "Apa ada novel yang akan diadaptasi ke layar kaca atau layar lebar, ya?"

Aku menggelengkan kepala dengan cepat, "Aku mendapat firasat buruk tentang ini."

"Ini potensi besar jika Ketika Dua Angsa Bermain yang diadaptasi." Cherry menatap Shera dengan takjub dan penuh pengharapan.

****

Erika dan Shera terlihat sedang membicarakan sesuatu yang serius ketika aku memasuki ruang Erika. Harum melati dari pewangi ruangan menyeruak dan memenuhi hidungku. Barusan saja aku mendapat telepon panggilan dari Erika yang menyuruhku masuk ruangannya. Jika tidak karena dia atasanku di sini, aku tak mau bertemu Erika.

"Yo Dilly! Silahkan duduk." Erika berdiri dari sofa dan mempersilahkanku duduk di sampingnya. Shera yang berada di hadapannya menatapku, kemudian ia menyodorkan tangan kanannya, "Shera."

"Dilly," balasku cepat tanpa membalas uluran tangannya.

Shera menahan kesal dan kembali duduk, dengan tak sabaran ia mengambil segelas kopi susu yang dihidangkan di meja. Mungkin aku sudah melukai harga dirinya beberapa detik yang lalu. Tapi, aku memang seperti itu kecuali jika berhadapan dengan Sraylira.

"Dilly, ini adalah seorang editor. Karya-karya tulisnya juga keren meski sekarang ia sedang vakum dalam menulis dan hanya fokus menjadi editor," jelas Erika. Kemudian, untuk apa aku dipanggil kemari? Jangan bilang Erika berencana menjodohkanku pada temannya ini. Dari penampilannya, aku tahu dia branded, dan dari cara bicaranya, dia orangnya heboh seperti Erika. Mana mau aku dengan yang seperti Erika. Satu Erika saja sudah merepotkan.

"Shera sedang membutuhkan ghost writer. Dia punya konsep cerita tapi tak memiliki waktu untuk menulis. Jadi, apa kau tertarik untuk jadi ghost writer?" Erika melirik padaku dengan tatapan memaksa, 'kau harus jadi ghost writer'.

Meski barusan aku merasa seperti melihat lirikan hantu, aku berusaha untuk tetap tenang dan mengambil napas pendek. "Ceritanya seperti apa?"

Shera mengerlingkan matanya yang sendu, "Cerita romansa. Mengenai seorang gadis yang tak memiliki teman karena dianggap seperti hantu, penampilannya menyeramkan dan dia tak pernah tersenyum, lalu ia bertemu seorang laki-laki yang baik hati. Kemudian mereka jatuh cinta lalu...."

Dunia Kepenulisan I (The Writing World)Where stories live. Discover now