Chapter VIII.A

31 6 0
                                    

-Sraylira Melati-

"Sraylira Melati?" Wanita berwajah cantik itu memanggilku. Dengan cepat aku menganggukkan kepala. Dia memintaku duduk di sebuah kursi di hadapannya. Ia memandangku dari bawah ke atas beberapa kali. Dia seperti penyidik dibandingkan pewawancara. Kulirik badge yang terselip di pakaian terusan serba merahnya. ERIKA.

"Mengapa kamu tertarik menjadi asisten editor?" tanyanya sambil tersenyum ramah. Dari balik senyumnya yang lebar terlihat gigi gingsul yang membuatnya semakin manis, hidungnya lurus dan mancung, matanya lembut dan bersahabat, diperkuat dengan bola mata bewarna biru. Tampaknya Nona Erika adalah orang yang menyenangkan.

"Karena passion saya ada dalam dunia penulisan," jawabku singkat. Nona Erika berdiri dan berjalan ke arahku. Tubuh proporsionalnya benar-benar sangat enak dilihat. Dia benar-benar anggun dan berkharisma. "Apakah kamu pernah punya pengalaman?"

"Belum ada. Saya hanya berpengalaman dalam menulis dan merevisi tulisan sendiri saja."

Nona Erika mengangguk-angguk kecil. "Aku memiliki selembar kertas berisi cuplikan naskah. Tugasmu adalah menemukan kesalahan dan memperbaikinya. Kemudian ada selembar lagi yang kosong, di kertas kosong silahkan ceritakan mengenai dirimu entah itu mimpimu atau apa pun yang berhubungan denganmu." Nona Erika menyerahkan dua lembar kertas dan sebuah pena padaku.

Seperti seorang anak sekolah yang menerima kertas ujian, aku segera menyambar kertas-kertas itu dan menulis jawaban. Nona Erika yang bertugas mengawasi ujianku diam membisu di kursi kebesarannya. Ruangan tempatku berada saat ini adalah ruang pimpinan redaksi. Nona Erika juga CEO perusahaan penerbitan ini.

Beberapa hari lalu, Anis menunjukkan padaku lowongan sebagai asisten editor. Karena aku sedang bebas habis skripsi, aku melamar kerja di sini. Meski aku belum menjadi penulis, aku berpikir menjadi asisten editor bisa mendekatkanku pada mimpi. Meski hanya berjalan satu langkah pun tak apa. Aku ingin membuat sebuah perubahan yang baik dalam mengasah kemampuanku menyunting.

Dan aku baru ingat kalau perusahaan ini adalah perusahaan tempat Dilly bekerja sebagai editor. Syukurlah aku tak melihatnya di sini.

Beberapa pelamar yang juga mengincar posisi asisten editor telah diseleksi sebelumku. Aku adalah pelamar terakhir karena itu saat ini rasanya agak angker karena hanya berduaan dengan pimpinan redaksi.

Setelah selesai Nona Erika mengamati kertas jawabanku dan mengangguk-angguk. "Jika kau diterima, kau akan menjadi rivalku. Jika tidak, kami yang rugi karena kemampuanmu," keluh Nona Erika. Aku menatap Nona Erika dengan penuh tanda tanya.

Apa itu rival?.

"Okelah. Silahkan kamu tunggu keputusan selanjutnya. Terima kasih telah melamar."

****

Beberapa pasang mata menatapku penuh selidik sementara pada Nona Erika yang berjalan di depanku bak seorang ratu yang dihormati para rakyatnya ditatap dengan penuh hormat. Ah, ini hari pertamaku bekerja sebagai asisten editor. Berjalan di samping kananku seorang anak kecil berusia dua belas tahun, namanya Blueray. Dia hanya mengatakan namanya ketika aku mengajaknya berkenalan. Aku tak tahu mengapa Blueray di sini. Apa mungkin dia anak Nona Erika?

"Baiklah semuanya. Hari ini kita kedatangan teman baru." Nona Erika melirikku dan Blueray. "Sraylira Melati dan Blueray. Mereka akan menjadi asisten editor mulai hari ini." Aku membelalakkan mataku pada Blueray. Anak ini menjadi asisten editor? Anak kecil? Bagaimana bisa? Bukankah di persyaratan, ada syarat pendidikan minimal Strata I?

Dunia Kepenulisan I (The Writing World)Où les histoires vivent. Découvrez maintenant