Chapter IX.A

32 7 0
                                    

-Sraylira Melati-

Gadis itu berwajah bulat sepertiku, matanya sendu seperti menyimpan berjuta kesedihan dan misteri. Rambutnya hitam panjang dengan bando merah di atas kepala. Pakaiannya sangat cantik seperti seorang putri, sebuah dress merah marun bercampur putih berenda-renda dipadu dengan sepatu tinggi bewarna merah. Pipinya memakai blush on tipis untuk memberikan kesan segar dan merona meski kulitnya sendiri sudah putih bersinar. Ekspresinya sangat tenang dan santun, dari sejak memasuki hall sampai berdiri di atas panggung. Meski dia pelit senyum, gadis itu tetap mempesona. Benar-benar membuat mata tak ingin berpaling darinya. Pancaran dari dalamnya membuatnya begitu indah.

"Selamat datang para peserta Meet and Greet Putri Misteri." Seorang laki-laki mendekat ke arah gadis pelit senyum yang dijuluki Putri Misteri itu. Sang putri baru saja tiba di atas panggung dan dipersilahkan untuk duduk di kursi singgasananya. Sang Putri, yang memiliki nama asli Tery Victorika berjalan tegap sembari menempatkan tubuh di singgasana.

Ini pertama kali aku melihat langsung Tery, seorang penulis lokal yang aku kagumi. Saat ini Tery menggenggam sebuah mic, matanya memandangi para fans dan pers yang duduk di bawah panggung. Tak lama kemudian ia berkata, "Perkenalkan. Saya Tery. Hari ini saya akan mengabarkan bahwa naskah novel saya selanjutnya akan segera beredar akhir tahun nanti. Judulnya Ketika Dua Angsa Bermain, sebuah novel misteri detektif."

"Bisa kami tahu garis besar Ketika Dua Angsa Bermain dan apa perbedaannya dari karya-karya Anda sebelumnya?" tanya seorang wartawan. Tery diam sejenak, kemudian dengan penuh percaya diri dia menjawab pertanyaan, "Latar ceritanya berbeda dari karya-karya sebelumnya. Pada Ketika Dua Angsa Bermain, saya mengambil latar zaman kolonial Belanda di Indonesia dan saya memasukkan unsur politik dan sosial pada saat itu."

"Bagaimana Anda mendapatkan ide seperti itu?" Kali ini, wartawan dari sebuah majalah wanita yang bertanya.

"Saya membaca sebuah novel ringan, berjudul Gosick yang mengambil latar belakang sebelum perang dunia I. Saat itu terlintas di pikiran saya, saya juga ingin mengambil latar belakang zaman dahulu."

Aku terperanjat beberapa detik ketika mendengar 'Gosick' disebutkan. Itu anime favoritku dan Dilly! Ya, para penggemar misteri dan detektif tak akan melewatkan Gosick. Dia bilang novel, novelnya sendiri belum ada yang versi bahasa Indonesia & bahasa Inggris, jangan-jangan dia membaca versi asli? Versi Jepang!?.

****

Yang paling menyebalkan di dunia ini bagi seorang calon penulis sepertiku adalah writer's block alias masa buntu yang membuat jari-jari tangan ini enggan merangkai kata-kata pada layar monitor. Dan di saat itulah, aku memutuskan untuk pergi ke dunia luar, keluar dari sarang gadis perawan (kamar pribadi).

Sejauh mata memandang, perpustakaan yang sudah dirombak habis ini hanya berisi para maniak internet dan game. Padahal beberapa tahun lalu perpustakaan ini hanya diisi oleh orang-orang tua yang membaca buku tebal-tebal. Zaman benar-benar sudah berubah, perpustakaan kota pun berubah.

Bangunan yang disebut perpustakaan kota saat ini adalah sebuah gedung raksasa yang canggih dan menarik. Rak-rak tinggi berisi jutaan buku menggunakan dinding sebagai sandarannya. Terdapat barisan komputer yang terhubung dengan internet. Kemudian ada ruang baca yang kursi-kursinya empuk hingga para pembaca bisa tertidur jika lelah membaca, ada juga ruang untuk berdiskusi, kemudian ada ruang ensiklopedia yang menurutku lebih seperti laboratorium yang dipadu dengan museum serta sebuah kantin di sebelah pintu masuk.

Perpustakaan kali ini tidak hanya ditargetkan untuk kutu buku tapi juga maniak internet dan game. Semua gratis karena biaya perawatan dan operasional perpustakaan ditanggung oleh pemerintah. Meski gratis, tak ada desak-desakan atau pelayanan yang tak ramah. Semuanya diatur dengan sedemikian rupa hingga semua pengunjung kebagian tempat untuk membaca dan menggunakan internet. Dan sepertinya, pemerintah masih gencar meningkatkan fungsi perpustakaan dengan membangun lantai baru yang akan difungsikan sebagai kelas-kelas pelatihan untuk masyarakat. Rencananya akan dibuka kelas menulis novel, menggambar komik, ilustrator, dan melukis. Perpustakaan benar-benar merubah image-nya. Tidak lagi terasa kaku dan membosankan.

Dunia Kepenulisan I (The Writing World)Where stories live. Discover now