CHAPTER 03; IKLAS

8.4K 865 27
                                    

"Hari ini aku tidak merasakan apa-apa, Tiara. Kamu tahu? itu ungkapan ketika perasaanku yang bercampur aduk sama kuatnya, ketika aku memutuskan untuk marah pada diriku sendiri."

  Someone 

***

"Alah, cewek mana yang bisa nolak pesona Rama? Kaga ada." Bima menepuk pundak Rama dua kali, ia menyombongkan temannya itu.

"Gue yang bakal bikin dia ngemis," ucap Rama penuh tekat.

"Jangan ngeremehin cewek ini, Ma." Dipa menatap Rama serius sambil mengusap punggung cowok itu pelan.

***

Gusti Rama mendapatkannya, perhatian yang ia inginkan selama ini. Kali ini, perhatian itu lebih besar, mengarah dengan bisik-bisik tetangga sebagai penyedapnya. Sedikit banyaknya ia mengetahui setiap ia beraksi semua perhatian sudah pasti tertuju kepadanya. Namun, kali ini sangat memalukan--super memalukan. Ia ditolak seorang gadis yang dipintanya dengan cara terampuh sekalipun dan kali ini bukan pujian ia sandang, tetapi bisik menyebalkan soal kegagalannya.

Tetapi, bukan Gusti Rama sang player ternama panggilannya jika tidak anti hirau soal rasa malu. Mungkin, harga dirinya tercoreng, tetapi tidak secepat itu popularitasnya sebagai 'cogan' para remaja terkuras begitu saja.

Buktinya, para gadis itu masih menoleh berkali-kali padanya. Masih menggunakan berbagai jurus untuk menarik perhatiannya.

Di sinilah ia, berdiri di depan kelas XII IPA 2 memandang sepenjuru ruangan untuk menemukan gadis yang membuatnya semakin tertantang, sedang menolak kenyataan bahwa ia telah ditolak olehnya dan menuruti keras kepalanya untuk menaklukan gadis bermata hitam itu.

"Kita ngapain sih?" tanya Bima yang sedang berjongkok di bawahnya, Rama yang menyuruhnya untuk mencari Tiara di bawah seperti ini.

"Dia ada di bawah kaga?" tanya balik Rama masih mengedarkan pandangannya, memperhatikan satu-persatu kepala berambut panjang berulang kali takut ada yang terlewat darinya.

"Kaga ada, ngapain coba dia ngolong di bawah meja, Ma?" Dipa yang juga berjongkok di bawahnya menengadahkan kepala memandang heran kawannya itu, entah sudah seberapa gesrek otak Rama hingga menemukan iede seperti ini.

"Eh, liat Tiara?" tanya Rama ketika seorang siswa dengan pawakan lebih tinggi dan lebih kurus darinya melewatinya.

"Mutiara April?" tanya siswa yang sekilas mata  terlihat name tag Fathur itu.

 Dipa dan Bima bangkit seketika dengan kekuatan super cepat. Ketiganya mengangguk kompak, terlalu kompak hingga terlihat konyol di mata Fathur.

"Di kantin sama sahabat rasa pacarnya, lah." Jawab siswa itu kemudian pergi setengah berlari dari hadapan Rama.

"Sahabat rasa pacar?" gumamnya, sebelah alisnya naik sebagai ungkap rasa penasarannya.

"Yoi, Samudra sama Tiara itu udah kek orang pacaran, tapi mereka ngakunya cuma sahabat doang," ucap Dipa.

"Yuk kita cus ngantin kalo gitu." Yang paling bersemangat atas kabar itu adalah Bima, jujur saja panggilan cacing sudah menggema sedari sepuluh menit yang lalu, tetapi kesetiaan kawan yang ia junjung menuntutnya untuk membantu kawannya terlebih dahulu. "Yang nyampe terakhir anak monyet!"

Anggap saja mereka konyol, tetapi kalimat Bima itu membuat mereka berbalap untuk sampai duluan, karena kalimat itu bermaknakan yang sampai duluan akan membayar makan siang mereka hari ini. Entah sudah sejak kapan kalima titu dapat berartikan demikian, yang Rama ingat adalah itu mulai jadi kebiasaan Bima ketika ingin makan banyak.

***

Kali ini anggap saja Tiara tidak tahu, meski rasa risih karena sejauh mata memandang sedang memperhatikannya. Ia tetap tersenyum, dengan tenang menyuapkan potongan siomay ke dalam mulutnya. Sebanyak-banyaknya rasa sesal atas dipilihnya ia sebagai the next incaran Rama ia tumpahkan kepada cowok itu.

Samudra tetap menangkapnya. Rasa risih itu terpancar jelas di mata hitam bundar itu dengan bulu mata lentik itu. Bibirnya boleh tersenyum, tetapi bola matanya sesekali masih melirik sekitar. Mutiara April tidak pernah bisa menyembunyikan sesuatu terhadapnya.

Apalagi, mereka berada di pojok, jadi akan sagat jelas siapa yang sedang sepenjuru ruangan perhatikan. Terlalu mencolok untuk dikatakan sembunyi-sembunyi dalam memperhatikan Tiara, mereka bahkan memutar kepala hampir seratus derajat untuk menengok ke arah Tiara.

Samudra mengedarkan pandangannya, seakan waktu kembali berputar semua orang kembali bergerak setelah sekian menit hanya menatap Mutiara April, mereka kembali sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing. Kemudian suara bising kantin yang rasional pun kembali terdengar dan entah bagaiman aitu meluruhkan pundak Tiara yang sedikit menegang tadi.

"Pelan kalau makan, ini gimana bisa sampe idung gini?" ucap Samudra, mengusap ujung hidung Tiara dengan jari telunjuknya.

"Biarin, sih. 'Kan ada yang mau bersihin," jawabnya santai, dengan tawa tanpa dosa.

"Siapa yang bersihin, coba?"

Mutiara April sudah membuka mulutnya akan menjawabkan nama lengkat Samudra, ketika suara yang mengganggu tidurnya tadi menyela, dengan kata, "Gue!"

Tiara terkejut, tentu saja. Sejak kapan cowok itu sudah duduk di samping kirinya  dengan kepala tertumpu malas di kepalan tangan dan tatapan terfokus padanya, hanya perasaanny atau ia dapat merasakan hembus nafas cowok itu?

"Gue, Gusti Rama," ucap Rama dengan senyum manisnya, mata hitamnya memandang lekat Tiara tanpa berkedip.

"Gue tahu," jawab Tiara, kembali menyuapkan potongan makanan kedalam mulutnya, tanpa menoleh sedikitpun ke arah Rama.

"Kok lo udah tahu sih? kita kaga perlu PDKT-an berarti ya? langsung jadi aja--"

"Lo cowok yang gue tolak secara nggak langsung tadi 'kan?" ucapnya.

Rama menelan salifannya, itu sakit kawan-kawan. Terlebih memalukan, kalimat itu mampu membuat Gusti Rama merinding hingga ke ujung kepala. Jangan lupakan, wajah kedua kawannya di sebrang sana yang sangat mengejek harga dirinya.

"Ya, lo emang cantik, Ra. Maka dari itu lo harus jadi pacar gue." Akunya tiba-tiba tanpa ada arus sambung. Ia harus tetap percaya diri, modal pertama adalah konsepnya.

"Bisa minta tolong minggir nggak?" Usiran halus itu bukan membuat Rama pergi tetapi malah semakin tersenyum, seumur hidup ia tidak pernah mendengar usiran sehalus yang dimiliki Mutiara April.

Tiara meminum air mineralnya setelah suapan terakhir miliknya sudah masuk dengan lancar hingga keperut. Ia menoleh ke samping dan menemukan Samudra sedang memandang Rama dengan tatapan yang belum pernah ia lihat selama sepuluh tahun persahabatan mereka.

"Oke, kita pacaran!"

Psrt!

Anggap saja kelanjutannya adalah suara jangkrik, karena sepersekian menit waktu seakan terhentu kembali. Tidak ada suara, semuanya menatap satu titik menarik tanpa berkedip. Rama sang 'cogan' sekolah di sembur hingga wajahnya basah kuyup oleh seorang gadis.

Jujur saja Tiara sengaja, menyimpan air yang ia minum di dalam mulut untuk persiapan ketika kalimat bodoh Rama kembali terucap. Ternyata ia benar, cowok satu itu memang suka membual.

"Yang sabar ya, Rama," ucapnya, kemudian menarik lengan Samudra untuk beranjak pergi dari kantin. Ia dapat melihatnya, ketika setiap mata mengikuti arah langkahnya dan ia risih kembali. Tiara tidak menyukai Rama, cowok itu membuatnya merasa semakin risih dan tidak nyaman dengan keadaannya.

"Nggak apa-apa Rama iklas di sembur cewek secantik kamu!" ucapnya sedikit nyaring, mengingat jarak Tiara sudah semakin jauh dari kantin.


TO BE CONTINUED

Sorry for typo

maaf negcewain

jangan lupa vote+comment+follow akunku.

Terima kasih atas segala dukungan yang kalian berikan.

ERROR (Sahabat Rasa Pacar)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang