PART 20

3K 144 78
                                    

Flora membuka matanya. Tangan kanannya terangkat untuk memegang kepalanya yang masih terasa pusing. Matanya tiba-tiba terbelalak melihat jarum infus terpasang di punggung tangannya. Sedangkan punggung tangan kiri yang sebelumnya terbalut sapu tangan Agam, kini sudah digantikan dengan plester.

Flora mengedarkan pandangannya. Seingatnya, terakhir dia ada di pelukan Agam sebelum pandangannya tiba-tiba gelap. Tapi sekarang dia terbaring di kelilingi gordin warna biru. Flora menoleh saat gordin itu terbuka.

"Mama?"

"Kamu udah sadar, Flo?" Dina mendekati Flora lalu mencium keningnya.

"Natta mana, Ma?" Flora balik bertanya tanpa menjawab pertanyaan basa basi Ibunya. Dina segera menahan bahu Flora yang ingin bangun.

"Kamu masih lemah, istirahat dulu."

"Flo nggak pa-pa. Natta, Ma. Natta gimana? Flo mau ketemu sama dia." Mata Flora sudah berkaca. Ia ingat terakhir kali melihat Natta sedang ditangani dokter dan sekarang ia belum tau kondisinya bagaimana.

Flora masih berusaha bangun tapi gerakannya terhenti saat Agam masuk membawa plastik kecil berisi obat. Agam menatap Flora sebentar, ada rasa lega di hatinya melihat ibu dari anaknya itu sudah sadar.

"Kata dokter kamu tidak perlu di opname, cukup rawat jalan. Istirahatlah sambil menunggu antibiotiknya habis." Agam menunjuk cairan yang tergantung disamping ranjang Flora. Ia taruh plastik obat keatas meja kecil di samping Flora.

"Aku akan membeli makanan dulu." Lanjutnya.

"Tunggu, Gam." Flora menahan tangan Agam yang hendak berbalik. Pria itu menatap tangannya sendiri dan Flora bergantian. Ia masih terdiam melihat Flora perlahan menegakkan tubuhnya.

"Natta gimana? Dia baik-baik aja 'kan?" suara Flora memelan saat bertanya. Entahlah, sekarang ini dia merasa canggung dan takut jika bersama Agam. Bukan takut efek traumanya dulu, tapi takut karena dia masih merasa bersalah pada pria itu dan anaknya. Walaupun Agam sudah dua kali memeluknya, tapi semua terjadi karena terbawa situasi. Dan sekarang, pria itu kembali bersikap dingin.

Agam masih terdiam. Dina yang merasa mereka butuh waktu berdua, memilih pergi dari ruang IGD itu.

"Biar Mama saja yang membeli makanan." Pamitnya. Agam menatap kepergian Dina sebelum kembali menatap Flora yang juga sudah menatapnya, menungu jawaban.

"Natta sedang istirahat. Doakan saja semuanya baik." Mendengar jawaban Agam, Flora mengerutkan keningnya.

"Maksud kamu?" Agam menghela nafasnya sebentar sebelum duduk di tepi ranjang.

"Selama seseorang mengalami koma, fungsi otak dan beberapa bagian tubuhnya tidak bekerja dengan baik. Dan setelah sadar, dia harus menjalani serangkaian tes dan terapi untuk memastikan, apakah ada cacat atau tidak? Itu yang dijelaskan dokter." Flora tertegun, air matanya mengalir dengan sendirinya. Ia ingat sewaktu Natta sadar beberapa jam yang lalu, anak itu tidak langsung mengenali orang tuanya. Dan kondisinya sekarang pun belum bisa membuatnya tenang.

"Kata Dokter, Natta cuma koma selama dua hari. Dan semoga saja tidak ada akibat yang serius setelah ini." Lanjut Agam mengangkat kepalanya.

"Cuma?!" ceplos Flora seakan tidak terima dengan kata itu. Agam menoleh lalu menumpukkan tangannya ke tangan Flora.

"Kita harus bersyukur, karena ada beberapa kasus seseorang mengalami koma bisa sampai beberapa bulan, bahkan bertahun-tahun." Flora hanya mengangguk ragu karena dia juga sedang mengatur perasaannya yang tak karuan efek genggaman tangan Agam. Matanya menatap tangan Agam di tangannya dan wajah Agam bergantian.

PUISI UNTUK BUNDA Kde žijí příběhy. Začni objevovat