PART 44

1.3K 94 55
                                    

Agam menuntun Flora masuk area pemakaman, diikuti Natta disisi lainnya. Sebelum pulang ke rumah pasca keluar rumah sakit, Flora memang meminta untuk diantar kesini. Menemui kedua buah hatinya yang sudah pergi satu minggu yang lalu.

Beberapa menit Flora tertegun melihat papan nisan bertuliskan 'Adhya binti Agam Adhyastha' – 'Astha binti Agam Adhyastha'.

Selama ini Flora selalu merasa semua ini hanya mimpi, tapi ternyata semua benar terjadi. Kedua bayi kembarnya benar-benar sudah tiada.

Tangan Flora terangkat mengusap papan, diiringi butiran bening yang kembali luruh.

"Sayang, maaf Bunda baru bisa datang." Agam merangkul Flora, mengusap bahunya agar lebih tenang.

"Bunda kangen sama kalian."

Sementara Natta yang baru selesai menaburkan bunga ke makam Lusy dan Agni, kembali untuk menaburkan bunga ke makam kedua adiknya.

Melihat Flora menangis, Natta mengambil buket bunga mawar putih yang tadi juga dibeli. Ia mendekati Flora lalu mengusap pipi basah Ibunya.

"Ini bunganya Bunda, buat Adhya sama Astha. Tapi Bunda nggak boleh nangis lagi. Bunda 'kan udah janji sama Natta."

Flora tersenyum mengangguk, menyentuh satu tangan Natta yang ikut merangkulnya. Wanita itu menerima bunga dari anaknya lalu diletakkan didepan papan.

'Bunda sayang kalian, Nak. Kalian yang tenang ya. Tunggu Bunda disana.'

Beberapa saat Agam memimpin mereka untuk berdoa.

"Sekarang kita pulang ya, udah sore." Natta mengangguk setuju dengan ajakan Ayahnya. Sementara Flora terlihat masih enggan beranjak.

"Nda, nanti kita kesini lagi. Sekarang kita pulang dulu ya, kondisi kamu belum pulih."

"Iya, Bun. Nanti malam kan acara tujuh harinya mereka, kita harus pulang sekarang."

Kali ini Flora menuruti kata-kata suami dan anaknya. Akhirnya mereka bertiga beranjak dari makam.

*****

Rumah Agam sudah ramai dengan tamu yang menghadiri tahlilan tujuh hari meninggalnya Adhya dan Astha. Mereka semua duduk melingkar di karpet-karpet yang membentang di ruangan lantai bawah.

'Yang sabar ya, Bu.'

'Ikhlasin, Mbak.'

'Semoga pak Agam sekeluarga diberi ketabahan.'

'In Shaa Allah mereka akan menuntun orang tuanya nanti di surga.'

Ucapan-ucapan tamu yang berdatangan masih berputar di kepala Flora. Memang di acara tujuh hari ini lebih banyak tamu daripada hari-hari sebelumnya. Beberapa tetangga yang belum sempat menjenguk Flora saat di rumah sakit, sengaja datang saat Flora sudah pulang.

Flora bersyukur banyak yang mendoakan anak-anaknya dan keluarganya. Tapi semua itu membuat kesedihannya kembali menyeruak.

Sepanjang acara, Flora hanya terdiam duduk bersila diantara Natta dan Dina. Sesekali Dina mengusap paha Flora saat putrinya itu kembali terisak.

"Flo, kamu nggak pa-pa?" Flora hanya mengangguk mendengar pertanyaan Ibunya.

"Bunda, Natta anterin ke kamar aja ya, muka Bunda masih pucat." Flora menggeleng lemah.

"Bunda nggak pa-pa."

Baru saja Natta menoleh, ia dikagetkan dengan tubuh Flora yang limbung mengenai tubuhnya.

"Astagfirullah aladzim, Bunda." Natta sigap memangku kepala Flora. Dina pun tak luput menepuk pipi putrinya pelan.

Agam yang duduk dekat tamu yang lain langsung berlari mendekat, melipat kakinya.

PUISI UNTUK BUNDA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang