PART 12

2.3K 132 37
                                    

Jam setengah sembilan malam Flora sudah dipindahkan ke ruang perawatan. Agam yang baru selesai mengobati beberapa luka akibat cengkeraman Flora, masuk ke ruangan dan melihat Flora masih ditangani seorang suster, ditemani Dina. Agam mengedarkan pandangan karena tak melihat bayinya diruangan itu.

"Sus, kapan bayinya dibawa kesini?"

Agam rasanya tak sabar ingin mengadzani dan menggendong putranya itu. Karena tadi suster lebih dulu membawanya keluar ruang persalinan setelah menyusu pada Flora, bahkan sebelum Agam sempat mendekat dan melihatnya.

"Sebentar lagi, Mas. Setelah saya selesai mengurus mbak Flora dan mbak Flora sendiri sudah siap untuk belajar menyusui." Flora membulatkan mata mendengar penuturan suster dan menggeleng cepat.

"Aku nggak mau."

Ucapan Flora sontak membuat suster didepannya tersentak, begitu juga Agam dan Dina. Tapi suster itu kembali tersenyum seolah mengerti apa yang terjadi dengan Flora.

"Nggak usah takut, Mbak. Awalnya memang sakit dan nggak nyaman, tapi kalau udah terbiasa juga enggak. Nanti juga akan dibantu sama saya atau suster yang lain. Atau Masnya juga bisa membantu." Flora melirik Agam sekilas lalu menggeleng pelan. Bukan, bukan itu yang dia takutnya karena sebelumnya pun bayi itu sudah menyusu. Tapi,.

"Lagipula menyusui itu banyak manfaatnya bagi ibu dan anak. Dokter juga bilang tadi bayi mbak Flora udah pintar menyusu setelah lahir, jadi nanti nggak butuh waktu lama buat belajarnya. Tinggal Mbaknya saja yang menyesuaikan diri." Sambung suster tersenyum ramah. Flora hanya terpaku mengigit bibir bawahnya.

"Ya sudah. Mbak Flora bersiap-siap dulu, sebentar lagi saya akan bawa bayinya kesini." Pamit suster sebelum keluar ruangan.

"Flo nggak mau, Ma. Flo nggak bisa." Keluh Flora saat Dina duduk ditepi ranjang.

Agam perlahan duduk diujung sofa. Ia terdiam karena sudah menduga Flora akan menolak anaknya. Tapi ia tak menyangka Flora akan langsung menolaknya bahkan saat bayi itu baru beberapa jam terlahir dan mereka masih di rumah sakit.

"Kenapa? Itu hak dia, Flo." Flora sekilas melirik Agam yang tertunduk sebelum ia memalingkan wajahnya. Flora sendiri bingung harus menjawab apa.

Sampai akhirnya seorang suster masuk mendorong box bayi yang tertutup kelambu bening berwarna putih. Bayi yang dibalut kain berwarna kuning itu terus menangis di dalam box. Agam berdiri dengan mata berbinar menyambut anaknya. Diikuti Dina yang juga penasaran ingin melihat cucunya. Senyum Agam terkembang sambil membuka kelambu itu dan kini terlihat jelas wajah putranya.

"Ganteng banget cucu Oma."

Wajah kemerahan dengan hidung mancung dan rambut hitam tebal, membuat Agam dan Dina tak berhenti tersenyum lebar. Flora hanya melirik keduanya, ia melihat Agam sedang membungkuk, menyentuh pipi putranya dengan ujung jari.

"Ayo mbak Flora kita mulai belajar menyusui si kecil, sepertinya dia sudah lapar." Ucap suster ingin mengangkat bayi itu tapi Agam menahannya. Ia menatap Flora yang sudah memalingkan wajahnya.

"Boleh saya mengadzaninya dulu, Sus." Suster itu tersenyum mengangguk.

"Silahkan, Mas. Nanti kalau sudah siap, panggil saya saja." Suster itu mengambil si bayi dari dalam box dan memberikannya ke tangan Agam sebelum meninggalkan ruangan.

Tangan Agam sedikit bergetar saat pertama kali menggendong anaknya. Ia takjub melihat makhluk kecil yang selama sembilan ini nyaman di rahim Flora dan beberapa kali ia rasakan gerakannya dari luar, kini sudah bisa Agam gendong.

Perlahan ia menunduk mendekati telinga si kecil, dengan mata berkaca-kaca Agam mulai menyuarakan Adzan. Si bayi yang semula menangis kencang, perlahan suaranya mulai mereda walaupun masih menunjukkan ekspresi menangis dan mengeliat digendongan Agam.

PUISI UNTUK BUNDA Où les histoires vivent. Découvrez maintenant