PART 32

1.3K 107 33
                                    

Pagi sudah datang, pohon-pohon palem di sekitar rumah juga masih basah sisa hujan semalam. Perlahan Flora membuka mata, tangan kirinya terangkat memegangi kepalanya yang masih terasa pusing.

"Alhamdulillah non Flora sudah sadar." Kata bi Irah yang baru masuk kamar dan bergegas membantu Flora yang ingin duduk dan bersandar di punggung ranjang.

"Aku kenapa, Bi?" bi Irah menyentuh tangan Flora lalu naik keatas menyentuh lehernya.

"Semalam den Agam membawa pulang Non dalam kondisi basah kuyup dan pingsan. Non Flora juga demam, tapi Alhamdulillah sekarang panasnya sudah turun." Mendengar penjelasan bi Irah, Flora teringat kejadian sebelum dia pingsan dimana tangan Agam terluka karena terserempet motor.

"Agam? Agam dimana, Bi?"

"Tadi Bibi lihat dia ada di kamar den Natta." Flora segera membuka selimut dan ingin beranjak.

"Non Flora mau kemana? Non masih sakit, harus banyak istirahat."

"Aku mau nemuin Agam, Bi. Tangan dia terluka."

"Luka di tangannya cuma sedikit, Non. Luka itu tidak sebanding dengan luka di hatinya." Ucapan bi Irah menghentikan pergerakan Flora.

"Maksud Bibi apa?" Bi Irah menghela nafas dalam lalu membantu Flora kembali bersandar.

"Den Agam sudah cerita semuanya, Non. Dan non Flora salah kalau berpikir den Agam nggak peduli dengan hilangnya den Natta." Flora tertegun dan masih menunggu bi Irah bercerita.

"Sebelumnya Bibi minta maaf kalau lancang. Non Flora memang yang melahirkan den Natta, tapi den Agam yang sudah merawat den Natta dari dia masih bayi merah, tentu saja dia sangat kehilangan den Natta saat ini." Mata Flora mulai berkaca mendengarnya.

"Den Agam terkesan tenang karena dia memang begitu orangnya. Bibi sudah mengenal den Agam sejak kecil. Dia tipe orang yang tidak pernah mau nunjukin kesedihannya di depan orang yang dia sayangi. Apalagi melihat non Flora sedih, sebisa mungkin dia harus menguatkan walaupun hatinya sendiri kacau." Sebutir air bening lolos dari mata Flora, begitu juga bi Irah.

"Dan kediaman non Flora akhir-akhir ini semakin membuat hatinya sakit. Disatu sisi den Agam memikirkan den Natta, tapi disisi lain dia harus menghadapi sikap dingin non Flora."

Kali ini Flora sudah tidak mampu lagi membendung air matanya. Penjelasan bi Irah benar-benar menghantam hatinya. Flora merasa sudah egois dan tidak memikirkan perasaan Agam sama sekali. Flora segera membuka selimut dan beranjak dari ranjang.

"Mau kemana, Non?"

"Tolong jangan halangi aku, Bi. Aku harus nemuin Agam sekarang." Sambil memegangi kepalanya yang masih berat, Flora keluar kamar menuju kamar Natta.

Pintu kamar itu terbuka setengah, dengan hati-hati Flora membukanya lebih lebar. Terlihat Agam sedang berdiri membelakanginya, menatap foto besar mereka bertiga di dinding. Kedua tangan pria itu disembunyikan di saku celana pendeknya. Tangan kirinya terlihat ada balutan perban yang melingkar.

Flora mengusap pipi basahnya lalu mendekati Agam. Tanpa suara, dia langsung memeluk Agam dari belakang diiringi bulir bening yang kembali luruh dari matanya.

Agam sedikit tersentak. Tapi sedetik kemudian dia bisa menguasai diri agar kembali tenang. Sejenak suasana hening tanpa ada yang merubah posisi masing-masing.

"Maaf." Satu kata yang akhirnya keluar dari mulut Flora dengan suara berat. Bulir bening juga kembali luruh dari matanya.

Masih dengan posisi yang sama, Agam menelan salivanya dalam.

PUISI UNTUK BUNDA Where stories live. Discover now