CHAPTER 18

2.9K 367 14
                                    

"Aku tak tahu ternyata seleramu jelek sekali. Kupikir orang yang kau tembak itu sekelas dengan Song Jongki. Atau minimal aku lah. Aku 11:12 sama dia soalnya. Sama-sama tampan. Sayangnya dia sudah laku duluan, jadi dia dapat satu point plus di depanku." Oceh Jungkook di malam hari selepas pertemuannya yang pertama kali dengan Jimin.

Ingin rasanya Yoojung melempar keranjang berisi cucian yang akan dijemur ke kepala Jungkook. Karena yang mencuci baju tadi adalah Jungkook, maka sekarang adalah tugasnya menjemur. Padahal jika dipikir ulang, bukankah seharusnya yang mengerjakan semua ini adalah Jungkook?

Namun teringat betapa mesumnya pemuda itu, Yoojung memutuskan menjemurnya sendiri. Bisa-bisa Jungkook akan membuat lelucon dengan pakaian dalamnya lagi.

Tidak lucu!

Jadi, sembari menjemur pakaian, karena ruang tengah sekaligus tempat tidur Jungkook bersebelahan dengan pembatas pintu kaca, Jungkook terus mengoceh tentang Jimin.

"Jimin itu, tidak tampan. Oke, kuakui dia memang sedikit keren. Hanya sedikit keren karena sejatinya akulah yang paling keren dan tampan dari dia. Dia juga pendek. Ah, satu point lagi untukku, karena aku tinggi. Jadi totalnya dua-kosong. Aku menang!"

Yoojung terkekeh sakartis. "Darimana kau membuat penilaian seperti itu. Bagiku kau hanya anjing mesum yang suka berkeliaran telanjang di rumah orang. Jadi, jangan sok menilai Jimin yang bahkan lebih bermoral daripada dirimu."

Jungkook mendecih, meraih setoples keripik di meja, dan memakannya. Ia merasa otak Yoojung pasti sudah dipengaruhi oleh si Jimin itu. Jelas-jelas dia lebih baik daripada Yoojung. Ia tak akan pernah membuat Yoojung menangis.

"Tapi dia membuatmu menangis. Aku tidak! Satu point lagi untukku. Tiga-kosong!"

Yoojung tertawa lagi mendengar kebodohan Jungkook. "Kau memang tidak membuatku menangis, Jung. Tapi kau hampir membuatku mati setiap saat terkena serangan jantung. Atau selalu membuat tenggorokanku sakit karena harus meneriakimu karena tingkah mesummu."

Jungkook terdiam. Ogh sial! Minus satu untuk dirinya.

"Omong-omong bagaimana tempat kerjamu? Menyenangkan?"

Jungkook menoleh menatap Yoojung yang tengah menghangerkan bajunya. Benar juga. Seharusnya yang Yoojung ketahui adalah Jungkook bekerja sebagai office boy di gedung JBC. Dibanding menjadi office boy dan lelah-lelah membersihkan lantai atau kantor, Jungkook malah bermain games di ruangannya.

"Ya, sangat menyenangkan."

"Kau tahu, masuk JBC adalah salah satu keinginanku. Sangat sulit menjadi karyawan disana karena yang bermimpi masuk kesana ribuan orang."

Mendengarnya membuat Jungkook semakin tertarik. Jika Yoojung ingin bekerja disana bahkan Jungkook dapat membuat semuanya menjadi mudah bagi Yoojung.

"Hei, kau tahu, bahkan dari sekedar bekerja disana, kau bisa jadi istrinya si presdir." Celetuk Jungkook sembari memasukkan keripik ke mulutnya.

Yoojung tertawa keras. Menjadi istri presdir? Itu hanya mimpi baginya.

"Maksudmu si presdir yang mengantarmu tempo hari? Tidak. Terima kasih. Dia bukan tipeku." Jawab Yoojung membahas Namjoon yang secara ajaib menjadi presdir palsu dadakan. Mendengar bahwa Yoojung sedang membahas Namjoon, dan mengira dia adalah presdir JBC, juga ucapannya yang mengatakan Namjoon bukan tipenya membuat Jungkook tertarik.

"Jadi, tipemu yang seperti apa?"

Mata Yoojung berbinar mendadak, menatap Jungkook sambil tersenyum.

"Park Jimin!"

Jungkook mendengus kesal. "Menyesal aku menanyaimu."

---

"Festival kampus sebentar lagi. Bagian teater telah memberikan berkasnya kepadaku tentang peran-peran mereka. Jadi, kita harus segera mendiskusikan kostum-kostum mereka." ucap Jimin begitu mendatangi Yoojung di kantin.

"Ouh, kalian satu tim?" tanya Minseon nampak tertarik. Pasalnya bukankah Yoojung berkata bahwa beberapa hari yang lalu ia sudah ditolak oleh Jimin. Ini seperti sebuah malapetaka bagi Yoojung. Namun Minseon emncoba berpikir positif seperti yang sering Yoojung lakukan.

"Ya, begitulah. Ah, aku harus pergi. Ada sesuatu yang harus kuurus."

Lantas Jimin mengangkat bokongnya dari bangku dan berjalan meninggalkan Minseon dan Yoojung yang kini saling pandang. Minseon memasang wajah aneh penuh rencananya kembali. "Hei, ini bisa menjadi kesempatan keduamu."

Yoojung terkekeh, "Tidak, tidak. Aku bekerja dengannya bukan untuk mendekatinya kembali. Aku trauma dengan penolakan pertama. Jadi, tidak, terimakasih."

"Kau menyerah sebelum mencoba, sih. Kalau aku jadi dirimu, akan kukejar Jimin hingga kudapatkan. Tuhan sedang memberimu kesempatan kedua dengan berada satu dengannya, kau tahu?"

Yoojung mendengus kesal. "Oke. Aku selesai. Aku harus segera pulang, Min. Kau tahu, aku punya anjing yang harus kuurus." Ujar Yoojung sembari mengangkat nampan makanannya yang telah kosong.

Minseon memiringkan kepalanya. "Kapan kau punya anjing?"

---

Yoojung tiba di rumah dan mendapati Jungkook tengah melamu di atas sofa ruang tengah. Tv dibiarkan menyala dan rasanya Jungkook sedang tidak terfokus menontonnya. Yoojung dapat melihat bahwa pikiran pemuda itu melayang entah kemana.

Apakah sesuatu telah terjadi kepadanya? Wajahnya terlihat serius sekali. Atau jangan-jangan Jungkook telah dipecat dari JBC. Bisa juga sih melihat tingkah super menjengkelkan Jungkook, mungkin pimpinannya tak suka dengan karyawan gila seperti Jungkook.

Entahlah.

"Hei, Jung! Matikan tv nya kalau kau tak berniat menontonnya."

Jungkook menoleh pelan masih dengan raut muka yang sama. Begitu datar dan tak ada emosi apapun. "Aku menontonnya, kok."

Lihat saja, bahkan Jungkook yang biasa berkata dengan super semangat, kali ini terdengar begitu lemah dan lesu. Apa dia sakit?

Tak ingin sok terlihat perhatian dan khawatir, Yoojung ingin memastikan sesuatu, jadi ia bertanya, "Apakah kau lapar. Akan kubuatkan makan siang untukmu."

Jungkook menghela nafas panjang. Menatap lemah Yoojung dan menggeleng pelan. "Aku tak lapar." Lantas menjatuhkan tubuhnya di atas sofa untuk tidur memeluk boneka donat milik Yoojung. Namun matanya masih terbukan dengan pandangan yang terkesan-bagaimana mengatakannya ya, seperti seseorang yang depresi.

Ini tidak seperti Jungkook yang biasanya. Yoojung terdiam dan memutuskan untuk mengabaikannya saja. Ia akan menanyakannya jika Jungkook sudah kembali normal.

Begitu Yoojung telah masuk ke dalam kamar dan terdengar pintu kamar yang ditutup, Jungkook menghela nafas panjang untuk yang kesekian kalinya. Pikirannya terus melayang pada kejadian beberapa jam yang lalu.

"Mengapa kau mendatangiku, ibu?" gumamnya sangat pelan.

Bayangan ibunya, Oh Rayoung yang tersenyum canggung terus terngiang. Bahkan suara perempuan itu yang memanggil namanya.

"Kookie-a... lama tak jumpa!"


To be continued.


Mad Dog✔Where stories live. Discover now