Hamil (2)

22.6K 3.3K 80
                                    


Aku membeku. Menatapnya terbelalak dengan ujung sedotan yang masih menempel di bibir.

Apa aku enggak salah dengar?

“Tapi kamu jangan khawatir, kita bakal nikah secepatnya.”

Seketika aku tersedak oleh jus mangga yang sedang kuminum. Aku memang tidak salah dengar rupanya.

“Uhuk ... huk!” aku menatap tidak percaya, “apa!?”

“Kamu hamil kan?”

HAH!? Kok, aku baru tahu kalau aku hamil? Kutatap pria di depanku sambil meringis bingung. Dapat ide dari mana dia bisa mikir kalau aku hamil? Jangan-jangan....

Benakku memutar ingatan tentang apa yang terjadi beberapa minggu yang lalu antara aku dan dia.

“Mereka ...,” kulihat Aziz menelan ludah dengan kelu, “pasangan kekasih?”

Sambil melirik Aziz aku berkata, “Rensa bilang mereka sudah menikah secara agama, Lu enggak tahu?” Dalam sekejap aku merasa apa yang kukatakan adalah sebuah kesalahan besar, saat melihat ekspresi wajahnya yang bagai tersambar petir.

Mata Aziz nyalang menatap rekaman adegan romantis pengantin baru itu. Di mana yang jadi tokoh utama prianya adalah tunangan sekaligus sepupu  kesayanganku. Sementara tokoh utama wanitanya adalah objek afeksi Aziz sejak balita.

Semula aku berpikir Aziz akan bereaksi sama seperti aku yang menganggap hal itu adalah ironi yang lucu mengingat hubungan yang ada diantara kami berempat.

Tapi nyatanya di wajah Aziz terlihat badai yang tengah mengamuk dengan hebat hingga dadanya yang bidang namun tidak terlalu berotot turun naik di balik kemeja yang dia kenakan.

Salahkah jika aku menganggap itu seksi dan malah punya niat ingin meraba. Ouch! Aku suka membayangkan dada pria yang turun naik usai bercinta. Meskipun belum pernah melihatnya sendiri.

Tapi apa yang kemudian dilakukannya justru mendidihkan emosiku.

“KAMERA GUE!!!” jeritku panik seraya mendorong tubuh Aziz ke samping kemudian duduk bersimpuh di hadapan kamera yang kini terserak jadi bangkai di lantai.

Kutatap matanya marah. “AZIZ!!! Lu sinting!!!” seruan itu datang berantai dengan omelan.

Tapi dia hanya diam. Menatap kosong pada lantai seakan tidak mendengarkan sama sekali. Terus begitu, sampai akhirnya, Aziz—si sinting—berbalik arah dan pergi entah ke mana.

Tengah malam. Ketika aku mencari, kutemukan dia duduk tertelungkup di meja bar dengan enam botol Budweiser Light Lime yang isinya sudah kosong.

Aku berdecak kesal menyadari jika dia masih belum sepenuhnya hilang kesadaran.

Dengan susah payah aku berusaha menarik tubuhnya dari meja bar. Dia terangkat, menubrukku, memeluk dengan erat sekaligus menyapukan bibirnya pada bibirku. Aku tertegun saat lidahnya yang basah menyentuh bibir bagian atas.

Entah apa itu apa namanya, gerakan mencium yang sama sekali tidak terasa seperti ciuman.

“Uh!” Kudengar dia menggumam, kemudian matanya yang sayu menatapku, dan tapak tangannya mencengkeram daguku kasar.

“Kenapa susah?” keluhnya kecewa. Kemudian tawa sumbang Aziz terdengar frustrasi, seakan menertawakan diri sendiri.

Ini cowok perjakanya kelewatan, masa ciuman aja enggak bisa, sih!

“Dasar bego!” ketusku dingin sambil memapahnya kembali ke kamar dengan hati kesal.

Saat kurasakan kepalanya bergerak, mengangguk-angguk dengan pasrah, benakku  memikirkan cara yang tepat untuk balas dendam padanya.

Ya ampuuun, jadi gara-gara itu! Susah payah kutahan tawa sambil menunduk menekuri piring kue yang masih terisi banana choco volcano yang belum tersentuh.

“Ziz, lu enggak usah pura-pura peduli deh.” Lirih suara yang kuperdengarkan betul-betul berlawanan dengan apa yang kurasa.

Jijik sebenarnya memperdengarkan suara minta di kasihani yang penuh sandiwara. Tapi ini lumayan juga, hi hi hi ... buat hiburan.

“Ra, maafin aku.” Matanya tulus memancarkan penyesalan yang semakin membuat perutku tambah keram menahan tawa.

Hadooohhh dosa besar sebenarnya ngebohongin anak orang. Tapi, kapan lagiii.

“Aku akan tanggung jawab,” tangannya terulur ke tanganku menggenggam dan meremasnya dengan lembut, mungkin berharap memberiku ketenangan dengan melakukannya sementara yang aku inginkan sekarang hanyalah kabur ke toilet wanita terus ngakak sampai muntah.

Duh mamaaa, kalo gini caranya, aku jadi pengen beneran dihamilin deh.

TBC

Just LoveDonde viven las historias. Descúbrelo ahora