Dia yang tertaklukan

20.8K 2.2K 296
                                    

Acara pertunangan itu berlangsung khidmat dan sederhana.

Wanita yang tersenyum sambil mengulurkan tangan pada pria bahagia di hadapannya adalah sepupuku Tari, Arantari Kanishara. Sementara pria yang berdiri disebelahku sambil menatap keduanya dengan mata dingin kelamnya yang muram, tak lain adalah Rensa Alzier Akbar, sepupuku yang lain… yang diam-diam sebenarnya adalah cinta platonis dari Tari.

“Lu beneran nggak apa-apa ada di sini?” aku bertanya pada Rensa, sembari menatapnya khawatir.

Dihadapan semua orang, Rensa selalu rapi menyembunyikan perasaannya, akan tetapi aku sangat tahu jika di luar sana dia tidak sepandai itu menyembunyikan berbagai emosi, seperti amarah, rasa tertekan, atau sakit hati. Usai acara pertunangan ini aku yakin dia akan keluar untuk menghajar orang brengsek sial yang kebetulan bertemu dengannya. 

“Tidak apa-apa,” suaranya terdengar dingin tanpa riak emosi. Jenis suara yang hanya pernah di dengar oleh korban yang berhadapan dengan psikopat sebelum di bunuh. “Ini pilihannya, aku bisa apa untuk mencegah Tari bertunangan dengan Erel.”

Aku menarik sudut bibirku, tersenyum enggan seraya berbisik disampingnya. “Bagaimana kalau lo culik Tari trus ajak dia kawin lari?”

Rensa menggeleng kemudian berbalik dan pergi menyelinap ke bagian belakang rumah keluarga Akbar tanpa sepengetahuan siapapun. Aku mengeluhkan seisi rumah ini yang tidak memiliki sensitifitas untuk membaca emosi laki-laki itu.

Selain Tari, kurasa akulah satu-satunya yang bisa memahami Rensa dengan baik. Jadi, meskipun enggan aku mengekor di belakang Rensa dengan susah payah akibat rok batik yang aku kenakan tidak memiliki potongan yang memudahkan bagiku untuk melangkah lebar-lebar.

Rensa menuju ke garasi, menyelinap masuk ke dalam salah satu SUV yang ada di sana, aku yang memburunya terpaksa ikut masuk ke dalam mobil yang mesinnya sudah menyala.

“Turun Reira!” suruhnya dingin.

“Kenapa? Gue juga nggak suka ada di sini, acara ini kayak drama tv cumi terbang yang bikin eneg.”

Kulihat Rensa membasahi bibir tapi tidak mengatakan apapun lagi, tatapannya lurus saat melarikan mobil keluar dari halaman rumah keluarga Akbar yang luas dan dipenuhi mobil-mobil saudara dan tamu yang menghadiri pertunangan Tari dan Erel.

Kami melaju menuju ke arah jalur lintas sumatera. Sudah terlambat bagiku untuk menyesali ada di dalam mobil ini bersamanya saat aku tahu ke mana Rensa ingin menuju, tempat favoritnya jika sedang ingin menyendiri.

“Gue yakin deh Pu, Tari nggak cinta Erel,” Tidak ada sahutan dari lelaki disebelahku, reaksi Rensa malah seperti dia tidak mendengarkan. Seperti sengaja mengabaikan aku sepenuhnya. Jadi ketika pada akhirnya dia menjawab aku agak sedikit terkejut.

“Aku tahu.”

“Lalu kenapa lu biarin dia melangkah sejauh itu, Rensa. Kita nggak tahu apa yang akan terjadi pada Tari setelah ini… Oke! Aku tahu Erel laki-laki baik tapi tanpa cinta, ikatan yang mereka bangun itu menurut gue semu.”

“Tari bisa melihat pada akhirnya kami tidak akan pernah bisa bersama.”

Pengakuan itu jelas kejutan baru bagiku. Bagaimana mungkin! Kupikir Tari yang melepas Rensa tapi fakta bahwa Rensa lah yang melepaskan Tari… well, ini sangat mengejutkan.

“Apa ada orang lain?” tanyaku penasaran. “Gadis lain?”

Rensa mengangguk.

“Siapa?”

Kali ini tidak ada jawaban lagi, hingga lama aku terpaksa menunggu. “Rensa jawab, gue nggak pingin mati penasaran.”

Dalam diam Rensa menepikan mobil di pinggiran jalan. Di sebelah kiri dan kanan yang terlihat hanyalah padang ilalang nan luas membentang serta beberapa batang kayu akasia yang tumbuh di kejauhan. Rensa membuka jendela dan melempar tatap ke sana. Ekspresi yang tampak di wajahnya menyiratkan seakan dia ingin berlari melintasi padang ilalang hingga ke ujung dunia. Apapun… selain berada di sampingku.

Just LoveOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz