Prolog : Dari Oh Seungmi

789 52 11
                                    

Namaku Seungmi. Oh Seungmi. Aku terlahir dua puluh tahun yang lalu, namun tidak sendirian. Aku keluar dari rahim ibuku di satu hari yang sama dengan saudara kembarku, Oh Seunghee.

Katanya, saudara kembar itu identik satu sama lain. Namun, tak ada satu orangpun yang menyebut wajah kami serupa – ya, kami bukan tipe kembar identik. Seunghee bermata besar seperti Ibuku, sementara mataku mungil seperti Ayahku. Wajahku lebih bulat hingga aku harus sering diet dan olahraga untuk menyeimbangkan porsi makanku yang banyak. Seunghee mengambil garis wajah western khas Ibuku, seorang wanita turunan Korea-Inggris, dan ia tidak menyisakan sedikitpun untukku – eh tidak, mungkin aku hanya mengambil hidung mancungnya saja.

Orang-orang berkata bahwa Seunghee mengambil bagian banyak dari kecantikan Ibu karena ia lahir lima menit lebih dulu dariku. Heol. Bukannya aku menyebut Ayahku jelek, ya. Tapi nyatanya, seluruh anak perempuan di dunia ini pasti ingin disebut secantik Ibunya, bukan setampan ayahnya, bukan?

Tentu saja, sifat kami pun jauh berbeda. Mungkin satu-satunya kesamaan kami adalah sering membuat kesal satu sama lain.

Oh Seunghee yang sedikit pendiam – terkecuali di depanku dan beberapa orang terdekatnya – dan anggun, disukai semua lelaki karena kecantikannya, tapi sayangnya ia hanya menyukai buku dan musik. Sementara aku? gadis yang sering tidak dianggap sebagai perempuan di kalangan laki-laki, karena sifatku yang kurang 'perempuan' dan pengetahuan minimku tentang make up maupun fashion.

Bukan, Seunghee bukan tipe gadis baik hati dan lemah lembut seperti tokoh Princess di kartun-kartun Disney, sebenarnya. Setidaknya untukku. Dia sering mengumpat, meski yang lain tidak mendengarkan karena suaranya pelan. Dia sering bermuka jelek saat bangun tidur, bertingkah konyol jika sedang bosan, beberapa kali sarapan tanpa gosok gigi, atau tertidur dengan mulut menganga.

Tapi semua orang selalu memaafkannya – atau mungkin mengabaikannya – karena dia sangat cantik. Baiklah, kuakui itu.

Kelihatannya aku benar-benar iri dengan kecantikannya, bukan? Ya, kadang-kadang. Haha.

Tapi itu tidak begitu kuambil pusing. Aku punya banyak teman dan bahagia dengan apa yang kumiliki – toh, wajahku tidak jelek-jelek amat! Aku juga menyayangi Seunghee. Sangat. Diapun mungkin menyayangiku. Meski kami sering bertengkar, nyatanya kami saling melengkapi dan saling membutuhkan satu sama lain.

Mungkin aku pernah berharap ada hal baik yang mirip di antara kami. Namun aku tidak pernah berharap akan menyukai lelaki yang disukai juga oleh saudara kembarku sendiri.

***

B[L]ACKSTREETWhere stories live. Discover now