22 - Kunjungan

168 29 18
                                    

Kemurungan sepasang gadis kembar Oh sejenak hilang karena kunjungan sang Ibu yang tiba-tiba. Marry Kim, diantar seorang supir mengunjungi apartemen kedua putrinya dengan sejumlah persediaan makanan.

"Kalian terlihat pucat dan makin kurus. Apakah ujian tengah semester benar-benar berat, sayang?" ujar Marry sambil memasukkan toples-toples kimchi dan beberapa makanan kering ke dalam kulkas yang nyaris kosong melompong.

"Begitulah, Bu. Aku nyaris pingsan di hari ujian pertama karena tidak sarapan," keluh Seungmi sambil membawa handbag milik Ibu ke kamar, lalu bergegas membantu Ibunya menata makanan. Marry berencana menginap beberapa hari, sementara supirnya diminta untuk menginap di hotel dan baru kembali saat dipanggil untuk menjemputnya pulang.

"Kau tidak membuatkan sarapan untuk Seungmi, Seunghee?"

"Aku selalu membuatkan sarapan, kok. Hanya saja Seungmi bangun kesiangan dan terburu-buru ke kampusnya," ketus Seunghee sengit, disela kesibukan membuat minuman coklat untuk Ibunya. Tangan mungil sang Ibu menjawil hidung lancip Seungmi yang tersenyum kecut.

Marry Kim terbiasa dengan sikap kedua putrinya yang seringkali bertentangan. Baginya, pertengkaran kecil mereka justru adalah sebuah bentuk keakraban.

"Ayah masih sibuk di luar kota ya, Bu?" tanya Seunghee sambil memberikan secangkir coklat panas.

"Terimakasih, cantik," Marry Kim meneguk coklat panasnya, lalu mengela napas panjang, "ya.. begitulah. Ayah kalian tidak bisa diam lama-lama di rumah. Proyeknya sedang deras. Ibu senang dengan berita itu, tapi Ibu juga kesepian. Makanya sekarang Ibu mengunjungi kalian."

"Ibu disini saja bersama kami. Pindah ke Seoul," usul Seungmi spontan.

"Tidak, tidak mau. Nanti kalian tidak terbiasa hidup tanpa Ibu dan manja lagi seperti dulu." Marry terkekeh, sekali lagi menjawil hidung Seungmi. "Oh ya, Ibu menonton pertandingan Minhyuk di televisi. Dia berhasil mencetak sebuah gol, aigoo.. Ibu bangga sekali padanya! Dia jadi perbincangan hangat para tetangga sekarang. Pasti dia langsung terkenal, anak itu kan benar-benar tampan."

Berbeda dengan wajah cerah Ibunya, raut Seungmi berganti menjadi murung.

"Katanya dia juga digosipkan punya pacar seorang model. Aku tidak sengaja mendengarnya dari anak-anak kelas," timpal Seunghee. Semakin memperkeruh ekspresi wajah Seungmi.

"Bukan gosip, itu fakta." tukas Seungmi sambil berdiri, lalu masuk ke kamar dan menutup pintu. Mata jeli Marry segera menangkap situasi. Putri bungsunya yang biasanya ceria pasti sedang dibebani pikiran yang tidak menyenangkan.

***

Seungmi menenteng setumpuk kotak makan siang berukuran sedang ke kantin. Hari ini ia membawa dua porsi – atau mungkin lebih – makan siang buatan Ibu dan menyuruh Namjoo untuk tidak membeli makanan kantin. Tentu saja temannya itu kegirangan. Siapa yang tak girang dengan makanan gratis?

Tidak menunggu lama, Namjoo sudah menghampiri meja yang ditempati Seungmi dan segera membuka kotak makanan dengan tidak sabar.

"Astaga, sudah lama tidak makan masakan rumah yang lezat! Seminggu ini aku hanya makan ramyun setiap malamnya," keluhnya.

Seungmi tersenyum melihat Namjoo yang terlampau lapar itu. ia menyerahkan sebuah paper bag pada Namjoo. "Ini, kimchi dan udang kering dari Ibu, khusus untukmu."

Gadis itu spontan berseru setengah berteriak, membuat separuh pengunjung kantin keheranan dibuatnya. Seungmi sudah cukup tebal muka dan terbiasa dengan tingkah temannya yang satu ini. Memang benar, persediaan makanan buatan rumah adalah harta berharga bagi mahasiswa perantau.

B[L]ACKSTREETWhere stories live. Discover now