09 - No Date, No Life?

173 34 15
                                    

“Namchuuu!”

Seungmi berteriak hingga menggelegarkan gerbang kampus barunya, sekuat dirinya melambaikan tangan. Bahkan beberapa orang yang lalu-lalang dibuat melirik ke arahnya. Setelah beberapa kali berteriak, akhirnya Namjoo membalas lambaian tangan itu dan berlari ke arahnya.

Senyum Seungmi tiba-tiba hilang setelah Namjoo sudah berada di di depannya. “Astagaaaa. Bosan sekali aku melihatmu lagi.”

“Ya. Saking bosannya kau padaku, kau berteriak memanggilku sampai suaramu mau habis,” timpal Namjoo sarkastik.

“Tentu saja. Aku hanya takut kalau pergi ke kelas sendirian,”

“Aku juga. Ayo, pergi bersama.”
Seungmi dan Namjoo sama-sama lolos di jurusan dan universitas yang sama, jurusan Fine Art di Kampus Korean National University of Arts, atau biasa disingkat dengan sebutan K-Arts.

Mereka berpegangan tangan dan masuk ke gerbang kampus barunya setelah melakukan perbincangan yang terdengar aneh itu. Seperti itulah cara mereka mengekspresikan kedekatan satu sama lain. A love-hate relationship.

“Seung,”

“Hmm?”

“Aku merindukan Sungjae.” Namjoo meringis manja.

“Aish,” Seungmi melepaskan tangan Namjoo. “Baru saja sehari kalian berpisah. Norak sekali.”

“Kau tidak mengerti karena kau tidak pernah pacaran.” Namjoo memasang ekspresi se-dramatis mungkin. “long distance relationship itu bukan hal yang mudah.”

Seungmi memutar bola matanya malas, lalu melangkahkan kakinya meninggalkan Namjoo yang masih meratapi LDR-nya bersama Sungjae. Kadang ia bersyukur dengan dirinya yang tidak memiliki pacar. Setidaknya ia tidak merasakan hal-hal rumit seperti sulitnya LDR yang diderita Namjoo.

***

Seungmi  merasa dirinya semakin mandiri setelah menjadi seorang mahasiswa. Setidaknya ia tidak harus pergi kemana-mana bersama Seunghee setiap hari. Keduanya tidak harus menaiki satu bus dan pergi ke destinasi yang sama. Ia bertanggungjawab sendiri untuk apa yang ia makan setiap harinya tanpa masakan Ibu – meski pada akhirnya ia sering berakhir di kedai junk food.

Seperti siang ini. lagi-lagi ia harus mengisi perutnya di kantin subway dengan sepiring hotdog dan satu cup kopi sambil mengerjakan tugas  kuliahnya, sendirian.

“Ini adalah arti hidup yang sebenarnya!” Ia kerap kali meneriakannya dalam hati dengan dramatis. Padahal ia tidak sepenuhnya mandiri : buktinya ia masih mengandalkan uang kiriman orangtuanya setiap bulan.

Tapi setidaknya, Seungmi menemukan sesuatu yang yang baru, yaitu level kebebasan diri yang meningkat. Ia tidak akan ditelpon Ibunya setiap jam saat pulang terlambat. Ia pun jarang diomeli Seunghee karena mereka sama-sama sibuk. Satu lagi, ia tidak perlu diomeli pacar karena.. ya, ia tidak memilikinya.

Seungmi melirik ke sekitarnya sambil mengunyah hotdog. Sepasang kekasih yang duduk di sebelah mejanya sedang terlihat ribut kecil karena hal sepele : sang lelaki datang terlambat.

“Aku hanya terlambat lima menit, sayang.”

“Hanya? Hanya lima menit? Tuh, kan. Kau selalu meremehkan kesungguhanku.”

Seungmi mencibir. Lulus SMA saja belum, sudah mengoceh tentang kesungguhan!

“Ayolah sayang, lebih baik kita makan. Kau mau pesan apa?” rajuk sang lelaki.

“Tidak. Aku tidak mau makan!” sang gadis mengerucutkan bibirnya sambil menyilangkan tangan diatas dada.

Seungmi menahan tawanya kuat-kuat. Dalam hati ia sudah terbahak kencang. Ya sudah, sana tidak usah makan sampai mati kelaparan!

B[L]ACKSTREETWhere stories live. Discover now